Dalam dunia kerja juga hal yang sama terjadi ketika kita harus pamit karena harus mengakhiri hubungan kerja di perusahaan baik karena pensiun, resign, pindah kerja atau alasan lainnya. Jangankan dunia kerja, dunia percintaan juga mengenal pamit ketika seorang harus berpamitan kepada pacar atau kekasihnya karena tidak bisa melanjutkan hubungannya karena berbagai macam alasan. Begitu juga dalam kehidupan rumah tangga, terkadang seorang suami atau istri harus mengucapkan kata pamit pada pasangannya karena tidak bisa melanjutkan kehidupan rumah tangga yang telah dibinanya selama ini dan menganggap perpisahan adalah hal terbaik.
Begitulah yang terjadi dengan pamit, pamit akan selalu diikuti dengan perpisahan. Perpisahan dengan sesuatu dimana kita sebelumnya berada, beraktivitas, berinteraksi dengan segala dinamikanya. Sudah menjadi harapan tiap orang ketika berpamitan dan berpisah ingin dikenal karena amal kebaikannya, bukan karena kenakalan, keburukan maupun kejahatannya.Â
Adakah dari kita dulu yang ingin dikenal sebagai murid atau mahasiswa yang suka berkelahi, berjudi, mencontek juga dengan kemampuan akademik di bawah rata-rata? Tentu yang kita inginkan adalah kebalikannya, sehingga ketika berpamitan kita dapat menegakkan kepala dan tidak merasa malu. Ketika berpamitan bisa dengan lega mengucapkannya karena perbuatan kita selama ini tidak mencederai lingkungan beserta orang-orang di dalamnya.
Apabila kita ingin dikenal sebagai orang baik ketika kata-kata pamit harus diucapkan, tentulah proses di dalam fase sebelum terjadinya perpisahan harus benar-benar diperhatikan. Bagimana kita memperlakukan orang lain, bagaimana kita menjaga integritas, bagaimana sikap dan perilaku keseharian yang kita perlihatkan dan terapkan akan menentukan judgement orang terhadap kita. T
idak perlu berpura-pura menjadi pribadi lain untuk disukai orang, tetapi jadilah diri sendiri dan paksalah pribadi kita untuk senantiasa menjadi orang baik yang melakukan kebaikan dan mengajak kepada kebaikan. Bagaimana mungkin mengharapkan orang lain menghormati dan mengingat yang baik-baik akan diri kita namun perilaku kita selama berinteraksi dengan mereka menunjukkan hal sebaliknya.Â
Ujilah diri kita untuk menjadi orang baik, baik buat semua tidak diri sendiri saja. Nasihat Ali Bin Abi Thalib yang perlu direnungkan "Dirimu yang sebenarnya adalah apa yang kamu lakukan disaat tiada orang yang melihatmu".
Begitu besarnya perhatian kita ketika pamit kepada rekan-rekan kerja, rekan-rekan main karena harus berpisah dan ingin dikenang sebagai kawan/rekan yang baik, namun berapa banyak dari kita yang ingin dikenal sebagai orang baik nan beruntung ketika harus pamit meninggalkan dunia untuk menuju kehidupan akhirat.Â
Apakah kita sudah menjadi orang baik yang menyebarkan kebaikan ketika suatu saat malaikat pencabut nyawa datang, sehingga kita tidak malu untuk berpamitan kepada kehidupan dunia. Bukankah pamit dari kehidupan dunia adalah hal yang sangat krusial dimana sebagai manusia harus kita persiapkan sebaik-baiknya bekal yang akan dibawa, sehingga kita akan berpamitan dalam keadaan dan cara yang baik atau dengan kata lain husnul khatimah. Patut diperhatikan ayat berikut ini:
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai." (Q.S. Al Isra' ayat 7).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H