Mohon tunggu...
M Robith Faizi
M Robith Faizi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2021

"Saya adalah individu yang berdedikasi dan bersemangat dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Saya percaya bahwa kerja keras, ketekunan, dan kerjasama tim adalah kunci kesuksesan. Saya menikmati tantangan dan selalu siap untuk belajar hal baru. Saya berharap dapat memberikan kontribusi positif dan menjadi bagian dari tim yang sukses dan inovatif."

Selanjutnya

Tutup

Politik

Security Dilemma di Kawasan Asia Timur: Jepang-Korea Selatan Perkuat Kerja Sama

8 Mei 2023   18:09 Diperbarui: 8 Mei 2023   18:24 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Security dilemma adalah konsep dalam bidang ilmu politik dan ilmu hubungan internasional yang menggambarkan situasi di mana upaya untuk meningkatkan keamanan oleh satu pihak dapat memicu perasaan tidak aman atau ketidakpercayaan dari pihak lain sehingga memperburuk keamanan secara keseluruhan.

Dalam security dilemma, negara atau pihak yang merasa terancam akan cenderung mengambil tindakan untuk meningkatkan keamanannya sendiri, seperti memperkuat militer atau mengembangkan senjata yang lebih canggih. Namun, tindakan ini dapat dipandang sebagai ancaman oleh negara atau pihak lain yang kemudian akan merespons dengan cara yang sama atau bahkan lebih agresif, sehingga memicu ketegangan dan konflik.

Isu security dilemma di Asia Pasifik seringkali ramai menjadi bahan pembicaraan publik lantaran potensi eskalasi konflik yang rawan terjadi utamanya soal ancaman senjata nuklir Korea Utara. Dalam permasalahan ini, Korea Selatan dan Jepang merupakan dua negara yang paling merasa terancam khususnya dengan pergerakan Korea Utara yang kian agresif di kawasan Asia Timur.

Konflik berkepanjangan Korea Utara-Korea Selatan mengalami fluktuasi seiring dengan berjalannya waktu. Kedua belah pihak merasa terancam akan satu sama lain di tengah aktivitas dan perlombaan militer yang meningkat. Sementara itu, Jepang merasakan dampak dari ketegangan konflik ini dengan pertimbangan faktor geografis yang dekat dengan semenanjung Korea.

Problematika Pasisfisme Jepang

Jepang dipaksa menjadi negara yang pasifis pasca kalah dalam Perang Dunia II bahwasanya jepang tidak diperbolehkan memiliki angkatan bersenjata selain untuk membela diri (Japan Self-Defense Force) sebagaimana hal ini berkaitan dengan pasal 9 konstitusi Jepang.

Jepang perlu mempertimbangkan kembali keamanannya sebab potensi eskalasi konflik di semenanjung Korea yang dapat meluas di kawasan. Pasifisme Jepang dikhawatirkan dapat menghambatnya dalam membendung potensi konflik tersebut.

Sebagai sekutu AS, Jepang lebih sering mendekatkan diri kepada Korea Selatan dengan memperkuat kerja sama kedua negara dalam menghadapi ancaman Korea Utara. Meskipun begitu, kerja sama Jepang-Korea Selatan tidak berjalan dengan lancar lantaran penolakan yang terjadi dari pihak warga Korea Selatan itu sendiri terkait sejarah kelam pendudukan Jepang terhadap Korea saat Perang Dunia II.

Potensi Eskalasi Konflik

Melansir dari Kontan (13/3/2023), Korea Selatan dan Amerika Serikat melakukan kerja sama latihan militer gabungan terbesar dalam 5 tahun terakhir. Latihan militer gabungan ini ditujukan untuk membendung ancaman Korea Utara yang tengah melakukan uji coba peluncuran rudal balistik di kawasan.

Kerja sama latihan militer gabungan Korea Selatan-AS disebut dengan Freedom Shield yang dilaksanakan selama 10 hari. Korea Utara menentang keras agenda ini karena dianggap sebagai bentuk latihan invasi terhadapnya.

Melansir dari BBC (14/04/2023), Korea Utara telah melakukan uji coba peluncuran rudal balistik antar benua berbahan bakar padat tipe Hwasong-18 di sekitar semenanjung Korea. Menanggapi hal ini, pihak militer Korea Selatan mengonfirmasi adanya uji coba rudal balistik yang diluncurkan Korea Utara di Sunan.

Sementara itu, pemerintah Jepang turut mengonfirmasi peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara seraya memerintahkan evakuasi darurat kepada warganya dan menghentikan aktivitas sekolah dan menunda layanan kereta api di Hokkaido

Diplomasi Pertahanan Jepang-Korea Selatan

Jepang dan Korea Selatan mulai membentuk upaya penanganan bersama atas agresivitas Korea Utara melalui jalan diplomasi pertahanan. Menurut Cottey dan Forster (2004), Diplomasi Pertahanan adalah sebuah kerja sama yang melibatkan pasukan bersenjata pada masa damai sebagai alat kebijakan luar negeri.

Tujuan diplomasi pertahanan adalah untuk meningkatkan kesadaran dan keamanan nasional melalui dialog, negosiasi, dan kerja sama dengan negara lain dalam hal pertahanan dan keamanan. Dalam praktiknya, diplomasi pertahanan melibatkan berbagai aktivitas seperti pertukaran intelijen, pelatihan militer, latihan bersama, pengembangan teknologi pertahanan, dan kerja sama dalam menghadapi ancaman bersama.

Diplomasi pertahanan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mempromosikan keamanan nasional dan stabilitas regional. Dalam lingkup regional, diplomasi pertahanan dapat membantu menciptakan keamanan kolaboratif, mengurangi ketegangan antara negara, dan mencegah konflik bersenjata.

Melansir dari Reuters (7/5/2023) Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dilaporkan melakukan kunjungan ke Korea Selatan pada Minggu sebagai kunjungan balasan Presiden Korea Selatan Yoon Seok Yeol ke Jepang pada bulan Maret silam. Ini merupakan kunjungan PM Jepang ke Korea Selatan setelah kunjungan terakhir 12 tahun berlalu. Dalam pertemuan ini, kedua kepala negara bersepakat untuk memperkuat hubungan kedua negara utamanya di tengah ancaman nuklir Korea Utara.

Fokus pertemuan antara kedua kepala negara berkaitan dengan kerja sama keamanan dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara, dengan perhatian khusus pada kepentingan Amerika di kawasan itu ujar seorang Profesor Hubungan Internasional Universitas Seoul Shin-wha Lee.

Penolakan dari Warga Korea Selatan

Diketahui bahwasanya hubungan Korea Selatan-Jepang sempat memburuk selama bertahun-tahun semenjak pendudukan Jepang terhadap Korea pada Perang Dunia II. Masih terjadi penolakan mayoritas warga Korea Selatan terhadap Jepang lantaran masih belum memaafkan kekejaman yang dilakukan oleh pihak Jepang pada masa lampau.Sentimen anti-Jepang di kalangan penduduk Korea Selatan memiliki sejarah yang kompleks yang berakar dari sejarah konflik dan ketegangan antara kedua negara.

Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap sentimen ini termasuk penjajahan Jepang atas semenanjung Korea dari tahun 1910 hingga 1945, yang melibatkan asimilasi paksa, eksploitasi perempuan dan anak-anak, dan pelanggaran hak asasi manusia, serta sengketa teritorial yang sedang berlangsung antara Jepang dengan Korea atas pulau Dokdo/Takeshima dan masalah sejarah seperti itu. sebagai permintaan maaf dan kompensasi Jepang atas kekejaman masa perang.

Terlepas dari ketegangan ini, Jepang dan Korea Selatan memiliki kerja sama ekonomi dan pertukaran budaya yang kuat. Jepang adalah mitra dagang dan investor utama di Korea Selatan, dan kedua negara memiliki pertukaran budaya dan pendidikan yang luas.  Baru-baru ini kedua kepala negara sepakat menutup bab konflik berkepanjangan pada masa lampau untuk berfokus memperkuat kerja sama di tengah isu pergerakan Korea Utara dan konflik wilayah Cina-Taiwan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun