Mohon tunggu...
M Firmansyah
M Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Evaluasi Kenapa Prabowo-Sandi Kalah dalam Pilpres 2019

28 Juni 2019   10:12 Diperbarui: 28 Juni 2019   21:22 1988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan singkat dengan judul di atas ditulis pertamakali di kaskus mendapat respon seribu duaratusan lebih viewer dengan reply yang cukup sengit dari agan dan agawati. 

Dalam tulisan tersebut memaparkan tentang prediksi kemenangan Jokowi memang sudah diduga disetiap acara outlook politik yang kerap ada disetiap awal tahun, para sueveyor dan pengamat sepertinya sudah membaca gejala politik itu, apalagi pilpres kali ini rematch, sebenarnya peta pendukung politik bisa dibaca, tapi sayang hal itu tak bisa dibaca oleh lawan Jokowi, video seminar itu ada di facebook saya dengan mudah didapat dikotak pencarian Facebook dengan hestek #filefirman. 

Masih politik identitas. 

Kampanye akbar prabowo-sandi dikritik SBY sebagai kampanye yang eksklusif dan tidak bercorak keberagaman, mestinya tim kampanye atau BPN konsultasi dulu ke SBY karena dia adalah sosok yang paling berpengalaman memenangkan dua kali kontestasi politik pilpres, SBY mampu membaca gejala eksklusifisme dan konservatifnya segelintir pendukung yang masih mengedepankan politik identitas, politik identitas memang dinilai laku jika skupnya lokal seperti pilkada DKI 2017 tapi jika skup nasional maka itu tidak efektif. 

Prabowo-sandi di endorse oleh ustadz-ustadz yg populer dimedsos semisal UAS UAH HRS AA gym dll, karena populernya dimedsos maka jamaahnya bisa ditraice dan dimapping setelah dimikroscope ternyata jamaahnya gak jauh-jauh dari pendukung PKS, FPI, HTI dan kelompok kelompok yang memang antipati dan tidak mendukung Jokowi, alhasil suara mereka tidak menambah Prabowo-Sandi karena memang mereka sudah menjadi pendukung loyal dari awal. 

Alumni 212 contoh sebuah fatamorgana politik, terlihat melimpah ruah dibangun dengan narasi yg mengharu biru tapi apadaya isinya itu-itu saja, kalau tidak pengusung khilafah yang beratribut bendera dan topi berlafadz tauhid, bisa juga pendukung HRS yang ingin NKRI bersyariah dengan isu isu anti komunis dan anti asing aseng ditambah jargon anti penista agama yang kalau ditarik jejak digitalnya mereka juga tak kalah sadis dalam menista agama orang lain, berkaca kasus Rizieq menista agama, pancasila dan budaya sunda. 

Logikanya kalau alumni 212 sudah menjadi pendukung Prabowo-Sandi maka sisanya yang 10x lipat diluar sana menjadi pendukung Jokowi nah pendukung itulah yang disebut silent majority. 

Kegagalan BPN adalah tidak mampu memikat silent majority, BPN tak mampu mengorkestrasi pendukung dan relawannya agar mendekati kalangan silent majority, siapa itu kalangan silent majority, menurut para ahli survey dan peneliti sosial politik kalangan tsb adl islam abangan, kalangan wong cilik dan muslim moderat kelas menengah perkotaan, mereka adalah suara penentu kemenangan Jokowi-Ma'ruf. 

Masih menurut surveyor dan peneliti tentang kalangan Islam abangan adalah mereka yang menghindari clash dengan kelompok fanatisme agama dan ormas, mrk tak mau agama dibenturkan dengan nasionalisme, sementara wong cilik adalah orang2 yg tak tersentuh dng hiruk pikuk media sosial dan gonjang-ganjing  perdebatan politik, mereka bekerja, bahagia dengan menjalani kehidupan sehari-hari. 

Nah.. Yang ini adalah kalangan yg head- to head di medsos, yup mereka adalah muslim moderat di pedesaan dan perkotaan, mereka fasih menggunakan tekhnologi menjadi garis depan  membela Jokowi-Ma'ruf dalam menangkis serangan fitnah dan ujaran kebencian. 

Mereka kerap gunakan narasi nasionalisme dan beragama dng open mind, kelompok ini menurut peneliti adalah yang bakal mewarnai politik jangka panjang di Indonesia, mereka milenial yang terbentuk dari kerasnya perlawanan terhadap intoleransi, rasialisme dan perlawanan terhadap cara2 beragama yg rigid dan kaku, merekalah  yang tak disentuh BPN sebagai pendongkrak kemenangan, krn menurut survei sebulan jelang pencoblosan, elektabilitas prabowo-sandi tak jua terkerek naik. 

(Bersambung) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun