Berburu Nila Babon di Waduk Riam Kanan
Fajar memancar di cakrawala. Cahaya merah keemasan mulai muncul di timur pelabuhan Aranio. Meski dengan sedikit embun dan udara dingin, Pelabuhan sudah dipadati para paunjunan (pemancing dalam Bahasa Banjar).Â
Bahkan sebelum matahari terbit pun para paunjunan sudah mulai berdatangan. Tampak hilir mudik para paunjunan dengan perlengkapannya memenuhi pelabuhan.Â
Perbincangan terdengar antar paunjunan di pelabuhan, di lokasi bersandarnya kapal dan warung-warung kopi dan makan.
"Ini lauk menjangan, sedangkan ini benjangan. Bedakah?" candaku kepada penjaga warung. Daging menjangan atau benjangan (rusa) merupakan makanan khas di pelabuhan ini.Â
Memang ada dua penyebutan nama di sini. Mungkin satu bahasa Banjar dialek hulu dan satu lagi Bahasa Banjar dialek kuala. Susah mendapatkan daging ini di daerah lain karena hewan dilindungi.Â
Namun warung-warung di pelabuhan Aranio selalu ada yang menyajikan nasi bungkus dengan lauk tersebut. Daging di dapat dari warga yang memang beternak binatang tersebut.
Makan di warung kami lakukan sebelum memancing. Mengisi perut sebelum menaiki kelotok sudah menjadi kebiasan para paunjunan. Warung juga menyediakan beberapa umpan untuk dibawa.Â
Jangan lupa juga kita harus beli nasi dan sedikit kudapan sebagai bekal untuk memancing seharian di danau/waduk Riam Kanan.
Waduk buatan yang diresmikan Presiden Soeharto pada 1973 digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik (PLTA) di Kalimantan Selatan.Â