Pembentukan narasi anti komunis
Salah satu tokoh penting yang membantu membangun cerita anti-komunis di Indonesia adalah Nasution. Melalui tindakan politik, tulisan, dan pidatonya, ia berkontribusi pada pemahaman bahwa PKI merupakan ancaman besar terhadap negara dan Pancasila. Pemerintah Orde Baru di bawah Soeharto memperkuat cerita ini dan menjadi dasar untuk tindakan represif terhadap mereka yang diduga memiliki hubungan dengan Pusat Komunitas Indonesia.
Pengaruh dalam pendidikan dan propaganda
Nasution mendukung program pendidikan dan propaganda yang bertujuan untuk menanamkan pemikiran anti-komunis di kalangan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat narasi anti-komunis. Ini termasuk mendukung film, buku, dan program pendidikan yang menggambarkan Perang Kemerdekaan sebagai pengkhianat bangsa.
 Peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G-30 S-PKI) adalah salah satu peristiwa terburuk dalam sejarah Indonesia yang masih menimbulkan banyak pertanyaan dan perdebatan. Sebagai peristiwa yang melibatkan pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat, G-30 S-PKI sering dipandang dari berbagai sudut pandang, termasuk politik, militer, dan sosiologis. Mengunjungi lokasi bersejarah seperti Monumen Pancasila Sakti dan melakukan penelitian mendalam dapat membantu Anda mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang peristiwa tersebut. Kita dapat menganalisis cerita G-30 S-PKI dari sudut pandang sosiologi komunikasi bagaimana komunikasi berkontribusi pada pembentukan, penyebaran, dan pengaruh cerita tersebut. Berikut adalah analisis seputar G30S/PKI berdasarkan perspektif Sosiologi Komunikasi:
Komunikasi sebagai alat propaganda
Pemerintah Orde Baru di bawah Soeharto menggunakan media massa untuk membuat cerita yang menyudutkan PKI. Mereka berhasil menanamkan versi resmi peristiwa tersebut dalam benak masyarakat melalui film tahunan "Pengkhianatan G30S/PKI". Propaganda dapat digunakan oleh media massa untuk mempengaruhi persepsi publik dan membentuk opini masyarakat, menurut analisis sosiologi komunikasi.
Pengaruh media dalam pembentukan identitas kolektif
Media mengubah perspektif individu dan identitas masyarakat. Identitas sebagai negara anti-komunis dan pro-Pancasila ditekankan dalam G-30 S-PKI melalui berbagai kanal komunikasi, termasuk pendidikan formal. Ini sesuai dengan teori sosiologi komunikasi yang mengatakan bahwa media sangat memengaruhi identitas sosial dan budaya.
Dinamika komunikasi dalam konflik
Peristiwa G-30 S-PKI juga menunjukkan bagaimana dinamika komunikasi dapat menyebabkan konflik menjadi lebih buruk. Informasi yang simpang siur dan kurangnya komunikasi yang jelas antara pemerintah dan masyarakat menimbulkan ketakutan dan ketidakpercayaan. Di sini, teori spiral keheningan dari sosiologi komunikasi dapat diterapkan: orang yang tidak setuju dengan narasi dominan memilih untuk tidak berbicara, memperkuat narasi yang dominan.