Mohon tunggu...
M. Rizqi Hengki
M. Rizqi Hengki Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas IBA Palembang, Program Kekhususan Hukum Pidana.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kritik terhadap Penegakan Hukum Pidana

17 Maret 2019   23:43 Diperbarui: 23 Maret 2019   15:11 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari pengertiankomplit.blogspot.com

Marilah kita berusaha memperhatikan berbagai upaya untuk mengefektifkan hukum pidana.

Kritik yang tajam terhadap daya guna dan hasil guna hukum pidana terus diadakan dengan gencar. Hampir-hampir eksistensi hukum pidana yang dilemmatis itu dikorbankan akan hapus dari muka bumi, diganti dengan tindakan yang lain.

Para ahli hukum pidana, ahli filsafat, ahli sosiologi dan kriminologi banyak yang menjadi ragu-ragu terhadap hukum. (Poernomo, 1993: 197).

Berbagai pertanyaan dilontarkan,apakah hukum pidana dewasa ini masih mempunyai arti, dan apakah hukum pidana masih dapat dikatakan mampu melakukan tugasnya dengan baik ?

Adolphe Prins tahun 1910 dan Gramatica tahun 1945 yang mendirikan gerakan "perlindungan sosial" (La Deffense Sociale) berpendapat bahwa kita harus berjuang untuk menghapuskan hukum pidana secara keseluruhan (Saleh, 1984: 15). 

Kaum radikalis menghendaki diadakannya "hukum perlindungan sosial" dalam suatu bentuk "social defence code" atau "code of protection".

Pengikut abolusionis cukup banyak karena meragukan kemampuan hukum pidana atau dengan alasan lain bahwa dalam kenyataan "dark number" jumlahnya selalu menunjukan kecenderungan besar mengingat berita di media pers mengenai kejahatan-kejahatan yang mencemaskan.

Akan tetapi bagi mereka yang termasuk golongan intelektual dan status sosial lebih tinggi ternyata banyak yang terhindar dari tangkapan penegak hukum. (Poernomo, 1993: 197).

Leo  Polak sejak tahun 1921 menyatakan bahwa hukum pidana sebagai bagian hukum yang sial karena mengandung tujuan pidana penderitaan yang berwarna absolut (Polak, 1947: 6). Hasil penelitiannya ternyata menyadarkan pada kita betapa uniknya hukum pidana yang kita butuhkan itu.

Pada sisi yang lain banyak para ahli yang mempertahankan peranan hukum pidana agar berfungsi dengan baik.

Untuk meredam pandangan yang radikal, mereka mendirikan gerakan "revisionis" yang menghendaki selalu ada pengamatan terhadap hukum pidana dan pernilaian untuk setiap waktu tertentu memperbaharui hukum pidana. (Poernomo, 1993: 197).

Marc Ancel adalah salah seorang ahli yang bersikap moderat menghendaki peran hukum pidana dalam suatu sistem yang tidak menggunakan fiksi yuridis dan teknis yuridis terlepas dari kenyataan sosial.

Pandangan ini disebut "New Social Defence" (Defense Sociale Nouvelle) berpendapat bahwa kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial yang tidak begitu saja mudah diselesaikan atau dipecahkan dengan paksa melalui rumusan peraturan perundang-undangan ( Ancel, 1965: 20).

Hampir bersamaan waktu ketidak puasan terhadap hukum pidana, terjadi juga kritik yang tajam ditujukan kepada eksistensi sanksi pidana mati karena dianggap hukum pidana tidak memberikan keleluasaan berkembangnya dimensi kemanusiaan.

Pandangan ini berakibat perpecahan diantara para pemikir hukum pidana menjadi golongan kontra dan golongan pro pidana mati.

Di beberapa negara bagian Amerika Serikat ada yang mempertahankan pidana mati dengan upaya pelaksanaannya diterapkan secara manusiawi, dan negara bagian yang lain menghapuskan pidana mati. (Poernomo, 1993: 198).

Beberapa negara Eropa sebagian ada yang menghapuskan pidana mati dengan ketentuan ancamannya dikhususkan untuk kejahatan yang sangat membahayakan masyarakat dan pelaksanaannya melalui prosedur yang ketat, seperti negara Belgia dan Luxenburg tahun 1975.

Negara Belanda menghapuskan pidana mati untuk terdakwa orang sipil mulai tahun 1870.

Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa yang mempertahankan sanksi pidana mati sebanyak 102 negara.

Sesudah itu kemudian giliran eksistensi pidana penjara juga mendapat kecaman yang tajam karena dianggap kurang manusiawi.

Apakah sanksi pidana penjara dan pidana mati lalu dicopoti dari bagian hukum pidana ?

Kritik-kritik yang telah dilontarkan untuk menghapuskan jenis pidana penjara karena akibat buruk yang ditimbulkannya seperti prisonisasi, stigma sosial dan residivis sebagai sub-kultur penjara yang terus terbawa keluar setelah bebas menjalani pidana.

Muncul gerakan penghapusan pidana penjara yang menentang keras golongan dari gerakan pembaharuan pidana penjara yang cukup menghendaki perubahan kebijaksanaan pelaksanaan pidana penjara berdasarkan perikemanusiaan.

Sistem pemasyarakatan di Indonesia adalah salah satu bentuk perwujudan pembaharuan pelaksanaan pidana penjara yang bersifat khas menurut filsafah hidup bangsa Indonesia. (Poernomo, 1993: 199).

DAFTAR PUSTAKA

Ancel, Marc. (1965). Social Defence, "A modern approach to criminal problems". London: Routledge & Kegan Paul.
Polak, Leo. (1947). De Zin der vergelding, Een strafrecht philosphish. Amsterdam: Deel I, G. A. Van Oorschet.
Poernomo, Bambang. (1993). Pola dasar teori -- asas umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty.
Saleh, Roeslan. (1984). Segi lain hukum pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Dok.kompal
Dok.kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun