BLT merupakan salah satu program pemerintah yang mana pemerintah memberikan bantuan finansial secara langsung kepada individu atau keluarga yang memenuhi kriteria tertentu, dan sudah di pilih secara benar dan valid. Contoh nya seperti masyarakat yang tingkat penghasilannya rendah.Â
Program ini dianggap memiliki potensi besar untuk mengurangi kemiskinan secara langsung dan memberikan akses langsung secara finansial kepada keluarga yang membutuhkan. Namun, apakah BLT seharusnya menjadi prioritas dalam jaringan sosial suatu negara? Haruskah BLT (Bantuan Langsung Tunai) menjadi prioritas di jejaring sosial kita? Pertanyaan ini mengundang refleksi mendalam mengenai peran Negara dalam memajukan keadilan sosial dan memperbaiki kondisi sosial-ekonomi masyarakat.Â
Bagi sebagian pihak, BLT dipandang sebagai solusi cepat untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan. Namun, apakah pendekatan ini benar-benar efektif dalam jangka panjang? Perspektif penyuluhan partisipatif menawarkan kerangka kerja yang kaya untuk menganalisis pertanyaan ini.
Bantuan langsung tunai (BLT) telah menjadi topik yang semakin penting dalam lanskap pembangunan ekonomi dan sosial di banyak negara, terutama di negara-negara berkembang. Pendekatan penjangkauan partisipatif mampu menawarkan perspektif menarik untuk memahami apakah BLT harus diprioritaskan. Dalam esai ini, kita akan mengeksplorasi seberapa pentingnya BLT sebagai prioritas di jejaring sosial kita, dengan menggunakan perspektif penyuluhan partisipatif sebagai kerangka analisis.
Pendekatan partisipatif dalam konteks BLT mampu memberikan beberapa keuntungan yang signifikan. Pertama, dengan terlibatnya masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dapat memastikan bahwa program BLT dibuat untuk mencerminkan kebutuhan nyata dan aspirasi lokal.Â
Misalnya, masyarakat  memiliki pemahaman yang lebih baik tentang dinamika kemiskinan di wilayah mereka, yang mana hal itu bisa membantu dalam menentukan siapa yang seharusnya memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan. Dengan demikian, program BLT yang didasarkan pada penyuluhan partisipatif memiliki potensi lebih besar untuk berhasil dalam mencapai tujuan pengentasan kemiskinan.
Selain itu, penyuluhan partisipatif mampu untuk meningkatkan penerimaan dan partisipasi dalam program BLT. Ketika masyarakat sudah merasa memiliki peran penting  dalam proses pengambilan keputusan, maka mereka akan cenderung mendukung dan berpartisipasi aktif dalam program yang dilaksanakan.Â
Hal ini dapat mengurangi stigma sosial yang terkait dengan penerimaan kesejahteraan dan meningkatkan efektivitas program BLT secara keseluruhan.Â
Pertama-tama, kita perlu mempertimbangkan efektivitas BLT dalam mencapai tujuan pengentasan kemiskinan. Meskipun BLT dapat memberikan bantuan keuangan yang signifikan kepada individu atau keluarga yang membutuhkan, namun seringkali hal ini tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.Â
Dukungan keuangan yang diberikan mungkin bersifat jangka pendek dan mungkin tidak mendorong perubahan struktural yang diperlukan untuk mengatasi akar penyebab kemiskinan.
Namun apakah BLT hanya sekedar bentuk bantuan wajib atau benar-benar memungkinkan untuk bisa menghidupkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.Â
Pendekatan partisipatif dalam strategi pembangunan masyarakat menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam pengembangan kebijakan dan implementasi suatu program. Dalam konteks tersebut, pemberian BLT tanpa memperhatikan aspirasi dan kebutuhan nyata masyarakat dapat dianggap sebagai tindakan yang paternalistik dan tak perduli.
Selain itu, terlalu fokus terhadap BLT juga mampu mengalihkan perhatian dari tindakan dan perhatian yang seharusnya lebih komprehensif dan bermanfaat dalam memperkuat jaringan sosial. Mengembangkan sumber daya manusia, meningkatkan akses terhadap pendidikan dan pelatihan, serta menciptakan lapangan kerja adalah beberapa contoh strategi yang mungkin lebih efektif dalam mengatasi kemiskinan dalam jangka panjang dibandingkan sekadar memberikan dukungan finansial.
Tentu saja, berdasarkan pemaparan di atas. BLT sama sekali tidak mendapat tempat di jejaring sosial kita. Berbeda hal nya dengan situasi krisis atau ketika individu atau keluarga memerlukan bantuan mendesak, BLT mampu untuk menjadi alat yang sangat efektif dalam memberikan bantuan yang diperlukan. Namun, penting bagi kita untuk tidak terjebak dalam pola pikir BLT sebagai satu-satunya solusi untuk mengatasi kemiskinan.
Sebaliknya, kita harus menekankan bahwa ada pendekatan partisipatif dalam pembangunan sosial, yang mana dengan menghargai partisipasi aktif masyarakat dalam menciptakan solusi yang tepat untuk mengatasi kemiskinan dan kebutuhan lokal mereka. Hal ini membutuhkan komitmen dari pemerintah, LSM, dan masyarakat untuk bekerja sama menciptakan lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan bagi semua anggota masyarakat.
BLT sebagai prioritas jaring sosial juga harus dinilai dengan memperhatikan berbagai faktor kontekstual, termasuk ketersediaan sumber daya, keberlanjutan program, dan potensi dampak negatif. Terlalu bergantung pada BLT sebagai satu-satunya instrumen dalam jaring sosial juga dapat mengurangi insentif untuk pengembangan program-program pembangunan yang lebih holistik dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, walaupun BLT dapat menjadi alat yang berguna dalam jaringan masyarakat kita, Â BLT sebagai jejaring sosial pilihan harus dievaluasi secara cermat. Selain memberikan dukungan finansial, kita perlu beralih ke pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Ini melibatkan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan kapasitas lokal sebagai elemen-elemen kunci dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dengan analisis di atas bisa disimulkan bahwa BLT mampu untuk untuk menjadi prioritas jaringan sosial di Indonesia namun, dalam penerapannya BLT tidak bisa di anggap sebagai satu satunya solusi dalam mengatasi permasalahan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang ada di dalam masyarakat.
 masih banyak sekali program yang lebih make sense dan lebih efektif untuk bisa mengatasi permasalahan kemiskinan yang terjadi di masyarakat saat ini. Oleh karena itu BLT lebih baik di gunakan sebagai salah satu alat yang bisa berguna di momen-momen tertentu yang mana membutuhkan waktu yang singkat untuk bisa mengatasi masalah yang terjadi.Â
BLT sendiri pun tidak bisa di jadikan program jangka panjang yang bisa memperbaiki permasalahan kemiskinan untuk waktu yang lama hal itulah yang membuat BLT tidak bisa serta merta menjadi priroritas jaringan sosial di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H