20 Maret 2016 merupakan Rintangan Terbesar di Kehidupan Saya.
Saya adalah mahasiswa berusia 19 tahun, seorang anak tunggal dari seorang Ibu berstatus janda sejak saya berusia 1 tahun yang menjadi tulang punggung keluarga. Mengapa 20 Maret 2016 merupakan rintangan terbesar di kehidupan saya? Kejadian berawal saat ibu saya melakukan aktivitas di kamar mandi pada pagi hari, beliau terjatuh dan mengalami pendarahan di bagian kepala sehingga langsung di larikan ke sebuah rumah sakit swasta di kota Batam.
Pihak rumah sakit melakukan proses penjaitan luka di bagian kening yang menyebabkan terjadi pendarahan di bagian tersebut. Setelah di jait dan sempat di rawat inap dengan kondisi yang masih cukup baik, pada sore harinya ibu saya mendadak tidak sadarkan diri sehingga tim dokter memutuskan melakukan CT scan bagian kepala untuk mengetahui penyebab kondisi ibu saya yang menurun drastis. Hasil scan pun menyatakan bahwa ibu saya mengalami pecah pembuluh darah di bagian otak yang posisinya sekitar 1-2 cm dari pelipis kanan sehingga otak beliau sudah di penuhi kumpulan darah yang menyebabkan beliau koma.
Di hari berikutnya pukul 01.00 dini hari tim dokter memutuskan bahwa Ibu saya harus menjalani operasi pemasangan selang di otak yang berfungsi untuk mengalirkan darah dari otak untuk di alirkan ke perut bagian usus atau dalam bahasa medis disebut vp shunt. Di sisi lain salah satu rumah sakit swasta di kota Batam (tempat domisili kami) tersebut memiliki kuota terbatas untuk penerimaan pasien BPJS Kesehatan.
Karena kondisi Ibu saya yang membutuhkan tindakan medis dengan sesegera mungkin pada saat itu, sehingga saya mendaftarkan ibu saya sebagai pasien umum. Pukul 01.00 dini hari dimana saya sebagai anak tunggal harus memutuskan apakah pihak keluarga ingin menjalankan tindakan operasi tersebut atau tidak dengan hasil informasi dimana biaya operasi berkisar 60-70 juta belum termasuk biaya ruangan ICU, obat-obatan dll.
Sedangkan ibu saya tidak memiliki uang sebanyak itu di tabungannya dan setelah saya menghubungi keluarga besar sang ibu respon keluarga juga cukup kebingungan. Sehingga saya tidak bisa terlalu cepat mengambil keputusan dan di lain hal Ibu saya harus sesegera mungkin di selamatkan nyawanya.
Waktu terus berjalan hingga pukul 01.30 dini hari dan tim dokter semakin mendesak keputusan saya untuk penyelamatan nyawa sang ibu sedangkan saya harus melakukan deposito sebesar 10 juta rupiah untuk tindakan tersebut. Setelah segala kelumit dan problematika dalam pengambilan keputusan tersebut, sekumpulan sahabat dan rekan ibu saya berkumpul untuk membantu mengumpulkan uang deposit sebesar 10 juta rupiah dan tugas saya saat itu tinggal memutuskan untuk tindakan operasi tersebut.
Tanpa berfikir banyak bagaimana cara saya mencari uang untuk sisa pelunasan dana tindakan tersebut nantinya dan dengan keyakinan saya bahwa saya akan berkorban untuk nyawa sang Ibu meskipun buruknya sampai saya harus mendekam di penjara karena tidak bisa melunasi biaya tersebut maka saya putuskan untuk menyetujui tindakan tersebut. Operasi berjalan lancar, selang telah terpasang untuk mengalirkan darah dari otak ke usus meski kondisi ibu saya masih koma dan tidak sadar.
Permasalahan belum usai karena dana yang harus di bayar terus bertambah dalam perawatan sang ibu di hari berikutnya. Dokterpun memanggil saya untuk menjelaskan permasalahan di otak sang Ibu dan dokter menyatakan bahwa pada pembuluh darah yang pecah terjadi pembengkakan atau dalam bahasa medis disebut aneurisma.Â
Dokter juga berkata bahwa pada kasus ini memiliki kemungkinan pemulihan yang sangat kecil dan rawan akan kematian. Kelumit permasalahan bertambah karena harus ada operasi lanjutan yaitu kliping (penjepitan pembuluh darah) yang hanya bisa di lakukan tim dokter Rumah Sakit Siloam atau Rumah Sakit Pusat Otak Nasional di Jakarta karena fasilitas yang lebih memadai. Harus di lakukan operasi tersebut karena jika tidak di lakukan sesegera mungkin akan ada kemungkinan besar terjadi pecah pembuluh darah di titik lain yang akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup Ibu saya.
Setelah mendapatkan keterangan dari dokter dan saya mencoba berdiskusi dengan kerabat dekat Ibu saya dan merekapun bingung harus bagaimana karena keputusan ada di pihak keluarga dan keluarga kandung Ibu saya belum juga datang di hari kedua. Akhirnya di hari ketiga keluarga kandung Ibu saya dari Palembang dan Jakarta mulai berdatangan dan kami pun melakukan diskusi lebih mendalam tentang masalah dana yang harus di bayar dan juga operasi lanjutan yang hanya bisa di lakukan di Jakarta sehingga kami harus membawa Ibu dengan kondisi koma dan hanya bisa di tempuh lewat jalur udara dan pastinya membutuhkan dana yang juga tidak sedikit.
Setelah berdiskusi maka keluarga kandung Ibu mendapatkan titik terang di hari keempat mengenai pelunasan biaya rumah sakit yang di hari itu sudah mencapai 100 jutaan dan memutuskan untuk membawa Ibu saya ke Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta untuk perawatan dan tindakan lebih lanjut di hari berikutnya melalui jalur udara dengan segala resiko di dalamnya karena kami harus membawa Ibu dalam kondisi tidak sadar meskipun perjalanan di awasi oleh tim evakuasi dari rumah sakit.
Mengapa Keluarga Yakin untuk Membawa Ibu ke Rumah Sakit Pusat Otak Nasional?
Selain karena operasi berikutnya bisa di lakukan disana juga di rumah sakit milik pemerintah tersebut bisa menggunakan fasilitas pemerintah yaitu BPJS Kesehatan sehingga keluarga tidak harus bersusah payah memikirkan pelunasan dana seperti di rumah sakit sebelumnya. Dengan kelumit dan tantangan di perjalanan saat membawa sang Ibu ke Rumah Sakit Pusat Otak Nasional dan meski kondisinya sempat menurun saat di udara akhirnya Ibu sampai dengan selamat di rumah sakit dan langsung di rawat di ruang ICU dengan pelayanan yang sangat baik dari BPJS Kesehatan tanpa membedakan status pasien umum atau pasien BPJS saat pendaftaran. Semua pasien di layani dengan sistem kekeluargaan dan prosedur yang sangat teratur, belum lagi di suguhi dengan fasilitas kesehatan berkualitas dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional yang baru berusia 2 tahun.
Setelah 6 bulan menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional dan telah melewati 7 kali tindakan operasi serta naik turunnya kondisi sang Ibu dan harus keluar masuk rumah sakit karena kesehatan yang memang belum sepenuhnya stabil dalam beberapa bulan lalu. Kini Ibu saya sudah usai dari status pasien rawat inap dan menjalani prosedur pasien rawat jalan sebagai proses pemulihan dan perawatan. Kondisi saat ini terbilang di luar prediksi tim dokter dan bagi saya ini merupakan anugerah dari yang Maha Kuasa. Untuk sementara ini kami berdomisili di Jakarta dan saya harus berhenti sementara dari dunia perkuliahan dan fokus merawat sang Ibu.
Berikut sedikit dokumentasi saya dalam perjalanan rintangan yang saya dan Ibu saya hadapi selama beliau sakit. BPJS Kesehatan telah menjadi pahlawan yang memfasilitasi kami melewati masa-masa sulit ini dan saya yakin akan menjadi pahlawan dalam memfasilitasi kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia sampai di pelosok negeri.
Meskipun sebelumnya saya sempat mendengar pro dan kontra tentang kualitas pelayanan BPJS Kesehatan namun bisa saya pastikan apabila kita menggunakannya sesuai prosedur dan menjalani komunikasi yang baik dengan pihak BPJS Kesehatan, pihak rumah sakit khususnya tim dokter yang terjun langsung dengan penyakit yang di alami oleh orang terdekat kita dan berani untuk menyampaikan kritik dan saran yang membangun, maka kecil adanya kesalahpahaman dan kekecewaan kita dengan pelayanan yang di berikan BPJS Kesehatan, karena saya juga yakin pemerintah khususnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merangkai segala prosedur dan pelayanan kesehatan dengan sebaik mungkin dan mencegah adanya kesulitan rakyat Indonesia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang menganut asas peri kemanusiaan dan asas keadilan sosial.
Belum lagi beberapa bulan lalu kita para pengguna BPJS Kesehatan di berikan kenaikan biaya iuran yang menurut pendapat saya akan berdampak positif dalam pelayanan itu sendiri karena seperti yang kita ketahui bersama BPJS Kesehatan memiliki sistem subsidi silang dalam memfasilitasi kesehatan warga Indonesia sehingga tambahan iuran tersebut pastinya akan di rasakan seluruh rakyat Indonesia sampai ke pelosok negeri.
Di umur Indonesia yang baru berusia 71 tahun ini bagi saya BPJS Kesehatan merupakan visi besar negara kita dalam memajukan Indonesia khususnya dalam bidang kesehatan. BPJS Kesehatan merupakan pelayanan kesehatan yang di usung pemerintah. Maka dari itu sebagai rakyat Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban dalam memajukan negeri, kontribusi sesuai kemampuan adalah hal yang harus kita lakukan demi pelayanan kesehatan yang lebih baik salah satunya dalam ajang "Gotong Royong Indonesia Sehat".
Ditulis oleh Muhammad Rizky Rahmatullah
• Facebook: https://www.facebook.com/mrizkyrahm
• Twitter: https://twitter.com/mrizkyrahm
Â
Â
