Mohon tunggu...
Muhammad Rizki Hardiansyah
Muhammad Rizki Hardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perenungan atas Gagasan-gagasan Kepemimpinan Plato

23 Januari 2021   16:35 Diperbarui: 23 Januari 2021   17:07 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover buku PLATO: Belajar kepemimpinan dari Plato

Judul buku: PLATO:  Belajar kepemimpinan dari Plato

Penulis: Anom Whani Wicaksana

Editor: Odilia

Penata letak: Rustam Setting

Jumlah halaman: 145 halaman

Cover: Ndaru

Penerbit: C-Klik Media

Tahun terbit: 2018

Pereviu: Muhammad Rizki Hardiansyah/2020_212/Farmasi ID

     Buku yang berjudul, PLATO: Belajar kepemimpinan dari Plato merupakan buku yang diciptakan untuk pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang pemikiran, inspirasi, dan motivasi dari Plato. Terdapat banyak kisah inspiratif dan motivasi di buku ini yang akan membawa pembaca untuk menjadi manusia yang bijaksana melalui perenungan atas gagasan-gagasan Plato. Plato adalah seorang filsuf dari Yunani yang lahir pada tahun 427 SM di Athena. Plato adalah murid Sokrates. Pemikiran Plato banyak dipengaruhi oleh Sokrates. Plato mendapat julukan “Bapak FIlsafat Barat” karena Plato adalah orang yang pertama kali membukukan pemikiran-pemikiran filsafat, diantaranya Phaidon, Symposion, Politeria, Phaidros, Republica,dan lain-lain. Plato memang berperan sebagai pemikir, pengajar, dan penulis. Bahkan menyusun gagasan tentang sistem pendidikan dan sistem ketatanegaraan yang lengkap. Tiga gagasannya yang paling terkenal adalah gagasan tentang ide;  jiwa yang meliputi rasio (kebijaksanaan), kehendak (keberanian), dan nafsu (kesopanan). 

     Buku yang ditulis oleh Anom Whani Wicaksana memiliki isi yang informatif dan memotivasi. Buku ini menjelaskan tentang latar belakang kehidupan Plato. Yunani merupakan negeri Plato yang melahirkan banyak pemikir besar yang berpengaruh. Pemikiran tersebut mengenai alam dan manusia yang menjadi rujukan para pemikir di masa-masa selanjutnya, termasuk filsuf-filsuf Muslim. Plato lahir dalam suatu keluarga terkemuka di Athena. Ayahnya bernama Ariston, seorang bangsawan keturunan raja Codrus yang merupakan raja terakhir Athena yang hidup sekitar 1068 SM. Ibunda Plato bernama Periktione, seorang perempuan keturunan Solon, tokoh legendaris dan negarawan agung Athena. Plato memiliki tiga saudara kandung, dua orang saudara laki-laki bernama Adeimantus dan Glaucon dan saudara perempuan bernama Potone. Ketika Plato lahir, Athena adalah kota yang paling berkuasa di Yunani yang menerapkan sistem demokrasi. Nama Plato yang sebenarnya adalah Aristokles. Namun, guru senamnya memberinya nama baru yaitu Plato. Dalam bahasa Yunani, berasal dari kata benda platos yang artinya “kelebarannya atau lebarnya”, yang dibentuk dari kata sifat platus yang berarti “lebar”. Dengan demikian nama Plato berarti “si lebar”. Nama  tersebut menjadi nama resmi yang ia abadikan melalui karya-karyanya. Plato bercita-cita untuk menjadi negarawan. Tetapi, perkembangan politik di masanya tidak memberinya kesempatan untuk mewujudkan cita-citanya tersebut. Di usia dewasa, Plato menjadi seorang filsuf dengan kedudukan yang istimewa. Plato pandai menyatukan syair dengan ilmu pengetahuan, seni, dan filsafat. Ketika Sokrates wafat, Plato sangat sedih. Plato merasakan kehilangan sosok ayah. Sejak itu pula Plato pergi dari Athena.

     Buku ini juga menceritakan mengenai kepemimpinan yang baik. Menurut Plato, terciptanya negara yang baik tergantung pada siapa yang memerintah. Jika akal yang memerintah sebagaimana kepala mengatur tubuh, maka filsuf harus menjadi pihak yang mengatur masyarakat. Negara yang baik tidak akan pernah ada jika filsuf tidak menjadi pemimpin disana. Dengan memilih filsuf sebagai pemimpin, Plato ingin memperlihatkan bahwa kehidupan bernegara memiliki kualitas moral. Plato memiliki pendapat bahwa pemimpin harus mampu menjadi teladan kebaikan dan kebajikan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Harus mampu menjadi tiruan moral bagi masyarakat. Jika seorang pemimpin tidak memiliki keutamaan-keutamaan moral, maka pemimpin tersebut tidak layak menjadi pemimpin. Seorang pemimpin, kata Plato, harus memiliki naluri dalam menangkap karya seni. Plato percaya bahwa sastra, seni rupa, musik, dan teater memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menempa watak manusia. Alasannya, seni mampu mempengaruhi nilai, ide, dan emosi manusia sehingga seni berperan penting bagi seorang pemimpin dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin memang harus mampu mengendalikan diri, berani, bijaksana, dan adil. Namun, juga harus memiliki naluri terhadap hal tersebut. Hal yang paling mendasar dari semua itu adalah sebuah konsep tentang negara yang baik. Negara yang ideal harus memiliki tiga golongan masyarakat. Golongan yang tertinggi terdiri dari orang-orang yang memerintah, yaitu seorang filsuf. Dalam buku The Republic, Plato menyebutkan bahwa filsuf harus memimpin negara karena seorang pemimpin harus mampu mengendalikan diri, bijaksana, adil, dan berani. Seorang pemimpin harus mempunyai jiwa yang filosofis agar pemimpin tersebut mengetahui makna keadilan dan cara mencapai keadilan tersebut demi terwujudnya sebuah negara yang baik.

     Sangat jarang orang yang mempunyai syarat-syarat kepemimpinan sebagaimana yang dikatakan Plato. Unsur-unsur tersebut hanya ada di dalam diri seorang filsuf. Di mata Plato, filsuf adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri, keberanian, mampu bersikap bijaksana, dan mampu bertindak adil. Dengan demikian, ia sebagai pemimpin pun dapat membedakan hal-hal yang baik dan buruk, juga apa saja yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Plato juga menolak pemilihan langsung atau voting dalam menentukan pemimpin. Dia menempatkan filsuf sebagai golongan utama yang layak menjadi pemimpin di masyarakat. Dan menyebut golongan berikutnya, yaitu golongan pelengkap atau menengah. Mereka terdiri dari para prajurit yang bertugas menjaga keamanan negara dan menjaga ketaatan warga negara. Sedangkan golongan yang terendah adalah rakyat biasa, yakni para petani, pedagang, dan tukang yang bertugas memikul ekonomi negara. 

      Setelah membaca buku ini pembaca dapat mengetahui, bahwa seorang pemimpin harus menguasai unsur-unsur pengendalian diri, keberanian, kebijaksanaan, dan keadilan. Apabila ingin menjadi pemimpin atau sedang menjadi pemimpin. Harus jujur pada diri sendiri bahwa bisa mengutamakan kepentingan orang-orang yang dipimpin tanpa terkecuali. Orang yang berpikir positif akan mempunyai alasan untuk merasa bangga pada diri sendiri, dan akan bisa menjalani hidup dengan lebih bersemangat. Tidak ada kekurangan, keterbatasan, kebimbangan, atau rasa takut. Pikiran positif juga dapat membangun karakter. Sebaliknya, pikiran negatif akan membawa kehancuran, yang tidak menghasilkan apa pun kecuali rasa takut, keputusasaan, dan kegagalan yang sangat menyakitkan. Kelebihan pada buku ini yaitu memiliki isi yang dapat memotivasi pembaca dalam hal bagaimana menjadi kepemimpinan yang mampu menjadi teladan kebaikan dan kebajikan. Kekurangan buku ini terdapat pada lem yang kurang merekat pada buku sehingga kertas-kertas yang ada dibuku mudah terlepas dari covernya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun