Teori Kesadaran
Teori Kesadaran ini juga dijelaskan oleh Stigmund Freud, dimana ia berpendapat bahwa sering kali pada beberapa kasus dan keadaan perilaku manusia dipengaruhi oleh motif dan niat yang tidak disadari. Stigmund Freud menambahkan, pikiran dan emosi di luar kesadaran kita pada dasarnya selalu memberikan pengaruh pada bagaimana cara kita berperilaku, meskipun kita tidak sadar akan pengaruh di alam bawah sadar itu. Teori Kesadaran Sgmund Freud dibahas dalam buku yang ditulis oleh Hugo Meynell yang berjudul " Freud, Marx, dan Morals." Dalam buku tersebut, Hugo Meynell menjabarkan dengan lebih rinci mengenai penjelasan Sigmund Freud tentang prinsip - prinsip dasar manusia, baik niat atau pikiran maupun perilaku  dapat diterapkan dan dijadikan penjelasan pada kasus - kasus kriminal di mana motif dan niat dari pelaku tidak sepenuhnya terjadi atas kesadaran nya. Dalam Karya Stigmund Freud yang lain, ia menuliskan bahwa terdapat dua prinsip dasar penjelasan, yaitu
- Prinsip Pertama adalah menggeneralisasikan cara kita biasa menjelaskan tindakan dan kebijakan manusia dengan mempertimbangkan motif dan niat dari para pelaku. Prinsip ini digunakan untuk menjelaskan setiap penyebab dan pendukung terjadi nya perilaku dalam situasi di mana pelaku itu sendiri tidak dapat menjelaskan nya, di mana motif dan niat ini adalah "bawah sadar" tetapi tetap diasumsikan ada dan berfungsi sebagai pendorong pelaku untuk bertindak atau berperilaku. Contoh kasus mengenai prinsip ini dapat dilihat pada kasus para pejabat negara. Para pejabat pemerintah mungkin sudah merasa bahwa mereka telah bekerja keras dan mengeluarkan banyak dan untuk bisa mendapatlan jabatan tersebut, sehingga mereka merasa layak untuk mendapatkan lebih banyak penghargaan daripada yang sekarang mereka terima secara legal. Namun, mereka mungkin tidak sepenuhnya memiliki kesadaran bahwa pikiran tersebut telah berkembang menjadi niat untuk menerima uang lebih banyak lagi dari cara - cara yang ilegal, seperti suap dan korupsi. ketika pada akhirnya niat tersebut telah menjadi tindakan penerimaan suap dan tindakan korupsi, mereka mungkin akan merasionalkan tindakan - tindakan ilegal tersebut dengan berpikir bahwa mereka hanya mendapatkan apa yang memang layak mereka dapatkan.
- Prinsip Kedua adalah semacam reduksionisme / penyederhanaan hal hal kompleks yang kadang-kadang mencoba untuk mengasumsikan dan menunjukkan, bahwa berpikir hanyalah sebuah jalan yang secara tidak langsung akan menuju kenikmatan, dan kenikmatan itu pada dasarnya hanyalah sebuah masalah mengenai pelepasan ketegangan yang telah terbangun di organ tubuh pelaku. seorang individu merasa tertekan karena tekanan dan permaslahan yang ia hadapi dalam kehidupan nya sehari - hari dan kemudian ia mencari solusi bagaimana cara nya untuk melepaskan atau melupakan ketegangan akibat dari tekanan tersebut. Individu tersebut mungkin menemukan bahwa tindakan berjudi memberinya rasa kegembiraan dan menjadi sebuah pelarian dari ketegangan dan stresnya. Namun, dia mungkin tidak sepenuhnya menyadari bahwa kebiasaan berjudi yang ia lakukan telah berkembang menjadi sebuah kecanduan dan kebiasaan judi yang sangat serius, sehingga pada akhirnya ia akan melakukan segala macam tindakan ilegal untuk mendapatkan uang seperti tindakan pencurian, tindakan pembegalan, tindakan penipuan, dan tindakan pencucian uang, semata - mata hanya untuk membiayai kebiasaan judi nya tersebut.
Berdasarkan Teori ini dan Prinsip - prinsip yang ada di dalam nya, pelaku korupsi bisa saja merasa bahwa mereka telah bekerja keras seperti melakukan kampanye, dan melakukan hal - hal ilegal seperti money politic sehingga membuat mereka mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk memperoleh suara dari rakyat. akibat dari hal tersebut, para pelaku korupsi berpikir bahwa mereka layak untuk mendapatkan harta yang lebih banyak karena mereka telah bekerja keras dan mengeluarkan banyak uang, sehingga pikiran tersebut tanpa sadar berkembang menjadi tindakan korupsi untuk memperoleh kekayaan lebih tersebut. Kemudian, berdasarkan Prinsip penjelasan kedua oleh Stigmund Freud, ada kemungkinan bahwa lingkungan kerja di pemerintahan memiliki tekanan yang sangat tinggi, baik dari masyarakat maupun dari Presiden. akibat dari hal tersebut, timbul rasa stres dalam diri para pelaku korupsi dan kemudian mereka mencari - cari hal yang dapat dijadikan pelarian diri dari tekanan tersebut, seperti judi, lokalisasi, membeli barang - barang mewah, dan lain sebagai nya. Namun, untuk memenuhi hal tersebut tentu saja para pelaku korupsi memerlukan banyak sekali uang, sehingga tanpa para pelaku korupsi pikiran untuk memenuhi keperluan tersebut berkembangang menjadi perilaku korupsi untuk memperoleh uang guna memenuhi kebutuhan judi, dan membeli barang - barang mewah sebagai pelarian mereka dari rasa stres akibat dari tekanan yang mereka rasakan di lingkungan kerja mereka.
Teori Pertahanan Ego
Pada teori ini, Sigmund Freud mengidentifikasi berbagai sistem mekanisme pertahanan yang digunakan oleh ego untuk mengelola konflik antara Id, Ego, dan Superego. Mekanisme pertahanan ini bekerja secara tidak sadar ( di alam bawah sadar ) dan membantu mengatasi perasaan yang sifat nya negatif seperti kecemasan, kekhawatiran, dan kebingungan, dan juga membantu untuk membuat hal - hal baik semakin terasa lebih baik lagi bagi manusia. Menurut Sigmund Freud, terdapat 11 mekanisme pertahanan yang umum ada pada psikis manusia, dan 8 diantaranya dapat menjadi alasan mengapa pejabat melakukan tindakan korupsi, yaitu :
- Penyangkalan ( Denial ) :Â Melibatkan penolakan untuk menerima realitas, sehingga memblokir peristiwa eksternal dari kesadaran . Pada konteks kejahatan korupsi, seorang individu yang terlibat dalam korupsi mungkin menyangkal bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah atau ilegal. Mereka mungkin menyangkal realitas tindakan mereka atau dampaknya terhadap orang lain dan masyarakat secara keseluruhan.Â
- Repression :Â Mekanisme pertahanan bawah sadar yang digunakan oleh ego untuk menjaga pikiran atau perasaan yang mengganggu atau mengancam untuk memperoleh kesadaran nya kembali bahwa suatu pikiran tersebut salah. Â Pada konteks fenomena korupsi di Indonesia, para pejabat pelaku korupsi mungkin menekan perasaan bersalah atau rasa takut akan hukuman yang mungkin mereka rasakan karena perilaku koruptif mereka. Dengan cara ini, mereka dapat melanjutkan perilaku koruptif mereka tanpa harus merasa tidak nyaman. Â Mekanisme pertahanan ini bisa menjadi penjelasan mengapa para pelaku korupsi di Indonesia tidak takut sama sekali terhadap hukum yang mengancam mereka, maupun instansi - instansi pemerintah seperti KPK yang selalu mencoba menguak tindakan korupsi mereka.
- Proyeksi :Â Menyalahkan orang lain atau lingkungan luar untuk perilaku seseorang. Â Para pejabat yang korupsi mungkin menyalahkan orang lain atau sistem untuk perilaku mereka. Misalnya, mereka mungkin menyalahkan sistem politik atau ekonomi yang sangat mudah untuk dimanipulasi oleh mereka sehingga mudah untuk di korupsi, atau mereka mungkin menyalahkan orang lain yang juga terlibat dalam korupsi. Â Selain itu, para pejabat pelaku korupsi juga bisa menyalahkan hukum yang berlaku bagi koruptor, yang mereka anggap terlalu ringan dan tidak memberikan ketakutan kepada para pejabat yang mulai memiliki niat melakukan tindakan korupsi
- Pemindahan (Displacement) : Mengarahkan reaksi emosional dari penerima yang sebenarnya ke orang lain. Pada mekanisme pertahanan ini, para pejabat mengalihkan emosi atau dorongan yang tidak dapat diterima dari sumber aslinya ke sasaran yang lebih aman atau sosial diterima. Ini sering terjadi ketika para pejabat merasa tidak mampu mengekspresikan emosi atau dorongan mereka terhadap sumber aslinya. Misalnya, ketika para pejabat pemerintah mungkin frustasi atau merasa tertekan di lingkungan pemerintahan karena merasa digaji tidak sesuai ekspektasi nya. Namun, para pejabat tersebut menyadari bahwa mereka tidak mampu atau tidak memiliki cukup keberanian untuk mengekspresikan hal tersebut kepada masyarakat atau Presiden secara langsung, misalnya dengan meminta kenaikan gaji, meminta hak spesial sebagai pejabat, atau lain sebagai nya kepada Presiden. Kemudian, sebagai ganti dari ketidakmampuan tersebut, mereka mungkin mengalihkan emosi mereka kepada sasaran yang lebih tersembunyi, namun tetap bisa menjawab keluhan mereka, seperti melakukan tindakan korupsi. Dalam hal ini, perilaku korupsi yang dilakukan oleh oknum para pejabat tersebut menjadi jalan keluar bagi mereka untuk mengekspresikan keluhan mereka dan sekaligus mengatasi tekanan dan emosi yang ada pada diri mereka, tanpa memperdulikan kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi yang mereka lakukan kepada masyarakat Indonesia.
- Regresi : Kembali ke perilaku atau emosi tahap perkembangan sebelumnya. Pada mekanisme pertahanan ini, para pejabat pelaku korupsi akan kembali ke tahap perkembangan sebelumnya dalam hidup yang telah mereka lewati untuk mengatasi situasi yang mengancam mereka. Dalam konteks korupsi, regresi dapat terjadi ketika seseorang merasa tertekan oleh konsekuensi potensial dari perilaku koruptif mereka dan sebagai respons, mereka mungkin kembali ke pola perilaku yang lebih primitif atau anak-anak. Sebagaai contoh, ketika ada seorang pejabat pemerintah yang merasa tertekan oleh tuntutan pekerjaannya dan oleh tekanan untuk mempertahankan gaya hidup tertentu. Mungkin dia merasa bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi tuntutan ini adalah dengan melakukan tindakan korupsi. Namun, dia juga menyadari bahwa tindakan korupsi adalah ilegal dan dapat memiliki konsekuensi serius jika dia ketahuan. Tekanan ini bisa sangat besar sehingga dia merasa seperti anak kecil yang terjebak dan tidak tahu harus berbuat apa. Pada kondisi tersebut, para pejabat bisa saja tidak mampu untuk menahan dan kalah terhadap tekanan tersebut, kemudian akan melakukan tindakan korupsi.
- Rasionalisasi : Membuat alasan yang tampaknya logis untuk perilaku atau perasaan yang bermasalah. Pada mekanisme pertahanan ini, para pejabat pelaku korupsi akan menyusun penjelasan dan pembelaan yang tampaknya logis atau masuk akal untuk perilaku tindakan korupsi yang mereka lakukan, yang sejati nya merupakan tindakan yang mereka ketahui adalah tindakan yang sangat merugikan banyak pihak. Namun, untuk menghilangkan keragu - raguan dalam melakukan tindakan korupsi, mereka akan menciptakan pembelaan yang masuk akal dan dapat diterima untuk mereka sendiri. Dalam konteks korupsi, rasionalisasi dapat terjadi ketika seseorang mencoba untuk memberikan penjelasan yang masuk akal untuk perilaku koruptif mereka. Misalnya, seorang pejabat pemerintah yang menerima suap mungkin merasionalisasi perilaku mereka dengan berpikir bahwa mereka layak mendapatkan lebih banyak penghargaan daripada yang mereka terima, atau bahwa mereka perlu uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Mereka mungkin juga berpikir bahwa semua pejabat yang ada di sistem yang sama dengan nya juga melakukan korupsi, atau bahwa korupsi adalah satu-satunya cara untuk maju dalam sistem yang sangat mudah di korupsi, karena jika tidak maka uang tersebut akan di korupsi duluan oleh pihak pejabat lain
- Identifikasi dengan Aggressor :Â Mengadopsi karakteristik orang yang menimbulkan rasa takut atau ancaman. Pada mekanisme pertahanan ini, pejabat pelaku korupsi akan mengadopsi atau meniru karakteristik orang yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan rasa takut atau ancaman. Dalam konteks korupsi, ini bisa terjadi ketika seseorang merasa diancam atau ditekan oleh lingkungan kerja mereka, dan sebagai respons, mereka mungkin terpaksa untuk mulai meniru perilaku koruptif yang mereka lihat di sekitar mereka . Contohnya, ketika seorang pejabat pemerintah yang bekerja dalam lingkungan di mana korupsi tampaknya menjadi norma. Mereka mungkin merasa ditekan untuk "ikut serta" dalam perilaku koruptif ini, meskipun mereka secara pribadi merasa bahwa itu salah. Sebagai respons terhadap tekanan ini, mereka mungkin mulai meniru perilaku korupsi yang mereka lihat di sekitar mereka, seperti menerima suap atau menyalahgunakan kekuasaan mereka, dalam upaya untuk menyesuaikan diri atau menghindari konflik dengan rekan kerja mereka, seperti ditakutkan akan menjadi pelapor bagi para rekan sesama pejabat lain yang melakukan tindakan korupsi.
- Introjection :Â Menginternalisasi kualitas orang lain ke dalam diri sendiri. Pada mekanisme pertahanan ini, pejabat yang melakukan korupsi akan menginternalisasikan karakter orang lain, seperti suara atau perilaku. Dalam konteks korupsi, ini bisa terjadi ketika seorang pejabat merasa ditekan oleh lingkungan kerja mereka dan sebagai respons, pejabat tersebut mungkin mulai meniru perilaku korupsi yang dilakukan oleh orang yang ia anggap lebih hebat daripada dirinya. Contoh, ketika seorang pejabat melihat beberapa pejabat lain yang jauh lebih senior daripada dirinya, dan sama sekali tidak tersentuh oleh hukum. Meskipun pada awalnya pejabat tersebut adalah seorang pejabat yang jujur dan bersih dari tindakan korupsi, namun ketika ia melihat bahwa para pejabat yang lebih senior sangat banyak melakukan tindakan korupsi, maka ia mulai menginternalisasi perilaku para pejabat senior tersebut, dengan pikiran bahwa jika itu berhasil untuk para pejabat senior, itu juga memungkinkan untuk berhasil baginya. Sehingga, ia sedikit demi sedikit mulai melakukan tindakan korupsi juga, sama persis seperti yang dilakukan oleh pejabat yang ia anggap lebih hebat dan lebih senior dari dirinya. Â Ini adalah contoh "Introjection", di mana pejabat tersebut menginternalisasi perilaku koruptif yang dia lihat dari pejabat lain yang dia anggap lebih berpengaruh, lebih hebat, dan lebih senior.
Berdasarkan Tiga Teori paling terkenal dari Stigmund Freud, yaitu Teori Id, Ego, Dan Superego yang menjabarkan fungsi dari ketiga komponen tersebut, kemudian Teori Kesadaran yang memuat dua prinsip dasar penjelasan, dan Teori Pertahanan Ego yang menjabarkan 8 mekanisme pertahanan yang ada pada diri manusia yang bisa menjelaskan pengaruh 8 mekanisme pertahanan tersebut terhadap perilaku korupsi, dapat disimpulkan bahwa keadaan psikologis dari pejabat dapat sangat berpengaruh dalam perilaku pejabat tersebut. Kemampuan pejabat dalam mengolah psikis nya juga menjadi sangat penting, dan dapat dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah untuk selalu memperhatikan kondisi psikis dari para pejabat negara, agar tidak mempengaruhi kinerja dan perilaku dari pejabat, yang dapat mengakibatkan terjadinya korupsi oleh para oknum - oknum pejabat yang tidak mengolah psikis nya dalam menghadapi tekanan dan godaan.
Daftar Pustaka
Meynell, H. (1981). The Corrupt Individual Consciousness: Freud and JungÂ
Ashkanasy, N. M., Wilderom, C., & Peterson, M. F. (2010). The Handbook of Organizational Culture and ClimateÂ