Mohon tunggu...
Muhammad Rizbdan Al Farisi
Muhammad Rizbdan Al Farisi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Mercu Buana

Nama : Muhammad Rizbdan Al Farisi NIM : 41322010033 Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Potensi Diri dan Berpikir Positif

14 Oktober 2023   01:03 Diperbarui: 14 Oktober 2023   01:13 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Jill Wellington: https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-siluet-wanita-melawan-saat-golden-hour-39853/

Berpikir merupakan kemampuan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain. Dengan berpikir manusia menemukan hakikat kemanusiaannya. Dengan berpikir manusia dapat menghadapi masalah-masalah hidupnya. Berpikir secara umum adalah suatu cara penyesuaian individu terhadap lingkungannya, baik secara internal maupun eksternal. Berpikir terjadi sebagai respon terhadap masalah yang timbul dari dunia luar, oleh karena itu dapatlah dikemukakan bahwa orang itu berpikir bila menghadapi permasalahan atau persoalan (Walgito, 1990). 

Berpikir positif menurut Peale (1992), adalah cara seseorang beranjak mengatasi masalah dengan menekankan pada sisi positif dari kekuatan atau diri sendiri. Contohnya, apabila seseorang dihadapkan pada banyak rintangan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, maka individu yang berpikir positif akan lebih memusatkan perhatiannya pada tujuan yang ingin dicapainya. Dengan kata lain, perhatian akan lebih banyak diarahkan pada gambaran- gambaran tentang kepuasan atau perasaan senang pada saat tujuan telah tercapai, daripada terhadap rintangan yang tengah dihadapi saat ini. Jadi individu memusatkan perhatian lebih banyak pada semua kemungkinan positif yang ada, agar dapat mempertahankan semangatnya. 

Sementara itu Albert (dalam Susetyo, 1998), memberikan batasan berpikir positif yang berkaitan dengan positive attention (perhatian terhadap segi-segi yang positif) dan positive verbalization (verbalisasi positif). Segi-segi positif yang dimaksud di atas adalah pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, harapan-harapan yang positif, serta sifat-sifat baik yang ada pada diri sendiri, orang lain maupun masalah yang tengah dihadapi. Sedangkan verbalisasi positif menunjuk pada penggunaan istilah - istilah yang positif dalam mengekspresikan pikiran maupun perasaan. Menurut Susetyo (1998), berpikir positif adalah kemampuan berpikir seseorang untuk memusatkan perhatian pada sisi positif dari keadaan diri, orang lain, dan situasi yang dihadapi. 

Berpikir positif merupakan sebuah keterampilan yang harus dipelajari dan diusahakan, dan tidak akan datang dengan sendirinya. Orang lebih mudah berpikir negatif dari pada tetap mempertahankan pola berpikir positif. Setiap saat individu harus selalu mengaktifkan kembali perhatiannya pada hal-hal yang positif. Berusaha untuk menemukan aspek positif bukanlah hal yang mudah, terutama pada saat individu mengalami situasi menekan yang berat dan beruntun. Asumsi ini juga dihasilkan dari penelitian Goodhart (1985), bahwa efek berpikir negatif terbukti lebih bertahan lama bila dibandingkan dengan efek berpikir positif. Hasil pemusatan perhatian pada aspek yang negatif ternyata bertahan lama di dalam ingatan individu, sehingga efeknya pun menjadi lebih lama. Berdasarkan batasan-batasan di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa berpikir positif adalah kecenderungan kemampuan berpikir seseorang yang telah memusatkan perhatian pada aspek-aspek positif dari keadaan diri sendiri, orang lain maupun yang tengah dihadapi. 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berpikir Positif

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berpikir Positif Menurut Vinacke (1990), secara garis besar dapat dikatakan bahwa ada faktor utama yang mempengaruhi cara berpikir seseorang yaitu : 

1. Faktor Etnosentris 

 Faktor etnosentris adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu kelompok atau suatu area yang menjadi ciri khas dari kelompok atau ras tersebut yang berbeda dengan kelompok atau ras lainnya. Faktor etnosentris ini berupa keluarga, status sosial, jenis kelamin, agama, kebangsaan dan budaya. Hal-hal tersebut akan membentuk kecenderungan cara berpikir yang sama di antara individu- individu dalam kelompok sosial yang sama. 

2. Faktor Egosentris Faktor egosentris adalah sifat-sifat yang dimiliki tiap individu yang didasarkan pada fakta bahwa tiap pribadi itu lain. Faktor egosentris ini akan membedakan cara berpikir individu yang satu dengan lainnya, karena adanya keunikan pribadi masing-masing individu. 

Disamping kedua faktor tersebut, menurut Albert (dalam Susetyo, 1998), bahwa berpikir positif juga dipengaruhi oleh harapan-harapan individu yang positif, yaitu dalam melakukan sesuatu lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan, pemecahan masalah dan menjauhkan diri dari bayangan- bayangan kegagalan, serta memperbanyak penggunaan kata-kata yang mengandung harapan, seperti "saya dapat melakukannya", " mengapa tidak", "mari kita lakukan", dan sebagainya.

Aspek Aspek Berpikir Positif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun