Mohon tunggu...
Muhammad Rizal Hidayat
Muhammad Rizal Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia

Saya merupakan pribadi yang tekun dan pantang menyerah dalam memperjuangkan impian sampai impian itu menjadi kenyataan sebab impian apapun yang saya pikirkan dapat menginspirasi orang-orang di lingkungan sekitar dan bisa memberi manfaat nyata bagi masyarakat luas dimanapun dan kapanpun impian saya hendak diaktualisasikan. Area peminatan saya berkenaan dengan aktualisasi hardskill dan softskill terdiri atas penelitian, prestasi, pengabdian masyarakat, dan mentoring kepribadian dan karakter. Ketertarikan topik tulisan saya berkenaan dengan ekonomi dan keuangan syariah masa kini.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Peluang Perbankan Syariah Menatap Resesi Global

25 November 2022   06:21 Diperbarui: 25 November 2022   06:31 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Seluruh negara di dunia tengah merisaukan ancaman resesi global yang diyakini akan terjadi pada tahun 2023 mendatang. Ironi tersebut muncul sebagai imbas yang tidak diharapkan atas serangkaian peristiwa fenomenal yang mengguncang stabilitas ekonomi internasional. Kita tidak boleh lupa bahwa Pandemi Covid-19 yang pernah mengguncang stabilitas kesehatan publik dunia selama dua tahun masih meninggalkan banyak persoalan sosial ekonomi yang harus ditangani oleh setiap pemimpin negara di seluruh dunia. Perekonomian dunia diyakini akan diterjang badai bernama ‘Resesi Global 2023’ yang dipandang sebagai babak baru guncangan stabilitas ekonomi global pasca Pandemi Covid-19. Betapa dahsyatnya efek domino Pandemi Covid-19 bagi kehidupan masyarakat dunia tetap akan terasa sekalipun kita memasuki era pasca Pandemi Covid-19 dan isu resesi global 2023 mendatang boleh jadi merefleksikan skenario tersebut secara rasional.

Lantas, apakah resesi global hanya dipengaruhi oleh dampak lanjutan pasca Pandemi Covid-19 semata? Tentu saja tidak. Kita harus sadar bahwa perang Rusia-Ukraina yang terus berkecamuk hingga saat ini turut mengguncang stabilitas ekonomi dunia. Perang tersebut telah menyebabkan persediaan minyak mentah dunia menjadi langka yang tentunya membuat kenaikan harga minyak mentah dunia tidak dapat dihindari lagi. Krisis energi tentunya diderita oleh negara-negara industri di dunia akibat ironi minyak mentah dunia. Adakah hal lain yang memberi pengaruh besar terhadap resesi global? Tentu saja ada. Kita harus memperhatikan realita bahwa suku bunga acuan di tingkat internasional telah mengalami kenaikan drastis meskipun perekonomian dunia masih dibayangi ketidakpastian pasca Pandemi Covid-19. The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat, mengumumkan suku bunga acuan telah dinaikkan sebanyak 50 basis poin atau 0,5 persen per awal Mei 2022. Langkah tersebut ditempuh sebagai tindak lanjut atas kenaikan laju inflasi yang signifikan di Amerika Serikat selama setahun terakhir. Kenaikan tersebut tercatat sebagai kenaikan suku bunga acuan tertinggi yang pernah terjadi dalam empat dekade terakhir.

Ancaman Resesi Global di Depan Mata

Resesi global 2023 mendatang muncul sebagai isu global populer karena alurnya terbentuk dari kompilasi peristiwa fenomenal dan krusial yang menyangkut aspek kesehatan, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan skala global. Tidak hanya negara maju saja yang tengah serius mempersiapkan diri dalam menatap ancaman resesi global, melainkan hal yang sama turut dilakukan oleh negara berkembang. Indonesia termasuk negara berkembang yang tidak pernah lepas dari sorotan media internasional berkenaan dengan pengambilan keputusan yang ditempuh oleh pemerintah.

Kita bisa ambil contoh fakta bahwa Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 1,25 persen (dari sebelumnya 3,5 persen per Agustus 2022 menjadi 4,75 persen per Oktober 2022). Langkah tersebut bisa dibilang tidak terlepas dari pengaruh kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed secara tidak langsung. Jangan lupa bahwa pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar minyak di Indonesia secara simultan (baik yang subsidi maupun nonsubsidi) sebagai respons atas kelangkaan dan mahalnya minyak mentah dunia. Hal yang tidak kalah penting untuk disorot adalah komoditas minyak goreng di Indonesia juga sempat mengalami kelangkaan dan kenaikan harga dalam waktu yang lama merespons kelangkaan dan mahalnya minyak kelapa sawit dunia.

Sektor yang Rawan Dihantam Resesi Global

Resesi global merupakan alarm bahaya bagi stabilitas ekonomi dunia karena dapat merusak segmentasi kehidupan masyarakat dunia secara cepat dan menyeluruh. Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman resesi  global yang sangat mungkin menerjang struktur sosial ekonomi masyarakatnya. Lambatnya progres pertumbuhan ekonomi pasca Pandemi Covid-19 yang ditunjukkan oleh Indonesia dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan pendapatan dan konsumsi masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang. Harga komoditas dagang strategis global yang sangat tidak stabil belakangan ini juga dikhawatirkan menyebabkan minat dan intensitas pihak asing untuk berinvestasi di Indonesia berkurang signifikan. Kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga dikhawatirkan menyebabkan minat dan frekuensi pengajuan pinjaman modal usaha oleh pelaku usaha berkurang signifikan.

Perbankan Syariah yang Kebal Resesi Global

Industri keuangan yang hampir pasti terpukul seiring dengan memanasnya isu resesi global adalah perbankan konvensional. Besaran suku bunga dalam skema pinjaman modal usaha yang ditawarkan mau tidak mau mengalami kenaikan menyusul langkah dinaikkannya suku bunga acuan yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Semakin sedikit masyarakat yang berminat mengajukan pinjaman modal usaha untuk membiayai kebutuhan pengembangan usaha mereka mengingat mereka boleh jadi tidak mampu memenuhi tuntutan kenaikan suku bunga dalam pelunasannya, terlebih bertaruh dengan risiko ketidakpastian ekonomi yang tinggi menuju ancaman resesi global. Sebagian besar masyarakat cenderung enggan untuk menabung dan berinvestasi di perbankan konvensional karena mereka meyakini isu resesi global menghambat pengembangan valuasi ekonomi dana yang ditabung dan diinvestasikan, sehingga mereka lebih memilih menyimpan sendiri dananya.

Ada kekhawatiran bila keterpurukan perbankan konvensional pada masa resesi global 2023 mendatang jauh lebih menakutkan dibandingkan dengan krisis moneter 1998. Tragedi tersebut menyebabkan perekonomian nasional mengalami carut marut yang sangat parah. Sejarah mencatat hanya ada dua sektor ekonomi yang mampu bertahan dari keganasan krisis moneter, bahkan kedua sektor ekonomi ini mengemban peran krusial dalam demonstrasi penyelamatan integritas Perekonomian Indonesia dari krisis moneter. Kedua sektor yang dimaksud adalah kewirausahaan dan perbankan syariah. Baik kewirausahaan dan perbankan syariah memang berbeda dalam tinjauan substansi, kendati demikian keduanya saling melengkapi satu sama lain dalam melewati hadangan krisis moneter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun