Pagi yang cerah.
Matahari kembali muncul kepermukaan untuk melaksanakan tugas rutinnya.
Burung-burung kembali menyuarakan suara merdunya.
Dedaunan di pohon dan rerumputan kembali basah terkena air embun.
Bunga kembali mekar.
Sungai dan airnya yang jernih kembali enak untuk dipandang.
Sungguh pagi itu amatlah indah.
Akan tetapi tiba-tiba, tidak seperti biasanya matahari sedikit-demi sedikit mulai redup.
Semua heran dan banyak yang bertanya-tanya.
Karena heran, burung bertanya kepada matahari.
“Wahai matahari, kenapa dirimu redup seakan tidak semangat untuk bersinar dan menyinari alam ini”
Matahari hanya diam.
Kemudian bunga yang indah bertanya kepada matahari.
“Wahai matahari ada apa dirimu, apakah dirimu bosan melihat keindahanku dan apakah kau sekarang tidak mau lagi mencium wangi semerbakku.”
Tetap. Matahari hanya diam.
Lalu pohon ikut mencoba bertanya.
“Matahari apakah kau marah kepada kami, apa salah kami sehingga kau tidak lagi bersemangat untuk menyinari alam galaksi ini.”
Dengan lemas, matahari akhirnya menanggapi dan menjawab.
“Maafkan aku, aku hanya kesepian.”
“Lihatlah kalian, kalian hidup bersama-sama. Ada teman dan pasangan di samping kalian.”
“Bahkan bumi yang selalu aku sinari ada planet-planet lain yang menemaninya. Dan bahkan bulan selalu ada disampingnya setiap saat.”
“Sedangkan aku, selama berjuta-juta tahun lamanya aku hanya sendiri.”
“Aku bekerja sendiri.”
“Padahal pekerjaanku adalah mulia. Menyinari alam galaksi ini, dan bermanfaat bagi kehidupan di dalamnya.“
“Bahkan, kalau dilihat bulan pun memakai sinarku untuk menyinari kegelapan di bumi.”
“Tapi, aku hanya sendiri. Bekerja sendiri untuk kesenangan orang lain.”
“Sedangkan aku, tak ada satupun yang meberikanku manfaat atau pemberian apapun itu sebagai upah dari hasil kerjaku.“
Mendengar itu, kemudian semuanya termenung.
Pada saat itu, semua benda dan mahkluk di alam galaksi ini tertunduk malu dan menyesal serta menyadari, tanpa membantah.
Mereka tidak bisa menjawab apa-apa.
Tak lama kemudian, karena melihat salah satu alam galaksi tidak terang seperti biasanya. Tuhan turun tangan.
Dia kemudian bertanya pada matahari.
“Hei matahari, kenapa kau tidak melakukan tugasmu, bukankah kau harus selalu menerangi alam galaksi ini.”
Kemudian dengan menyesal dan hormat kepada penciptanya, matahari mengulang ceritanya tadi.
Setelah mendengar cerita matahari, kemudian tuhan menjawab.
“Wahai matahari, bukankah kalian aku ciptakan dengan ciri maupun bentuk serta tugas yang berbeda-beda.”
“Apakah kau tidak menyadari itu.”
“Kau lihat, alam semesta ini sangatlah luas.”
“Kau tidak menyadari bahwa aku menciptakan bukan hanya satu alam galaksi saja.”
“Masih banyak alam galaksi lain disekelilingmu.”
“Planet biarlah berteman dengan planet.”
“Burung biarlah berteman dan berpasangan dengan burung pula.”
“Manusia pun juga begitu.”
“Tentunya dirimu juga seperti itu.”
“Kau juga memiliki teman yang tugasnya sama sepertimu.”
“Menyinari alam galaksi lain, bahkan ada yang lebih besar dari dirimu dan alam galaksi ini.”
“Jadi, janganlah pernah merasa sendiri.”
“Kesendirian itu adalah fikiran yang sungguh sempit.”
“Karena tanpa kau sadari, semua telah disusun rapi oleh ku untuk kebahagian.”
“Maka lepaskanlah perasaan sepi, bangkitlah untuk mencari dan kemudian bersinarlah kembali.”
-MRS (13/10/14 (1.45)-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H