Mohon tunggu...
M. Ridwan Umar
M. Ridwan Umar Mohon Tunggu... Dosen - Belajar Merenung

Warga Negara Biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kabinet Jokowi Jilid 2: Merumuskan Kembali "Musuh Bersama"

23 Oktober 2019   10:54 Diperbarui: 23 Oktober 2019   11:55 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, secara resmi Kabinet Indonesia Maju jilid 2 diumumkan oleh Presiden Jokowi, hari ini, Rabu, 23 Oktober 2019. Beberapa wajah baru menghiasi komposisi kabinet tak terkecuali wajah lama. Ada harapan besar di semua rakyat Indonesia bahwa tim kabinet jilid 2 ini akan memberikan sebuah lompatan besar dalam pencapaian visi dan miri bangsa ini ke depan.

Saya menyebutnya lompatan besar, karena di kabinet ini justru ada Prabowo Subianto yang merupakan rival Jokowi ketika pilpres lalu. Beliau mendapat amanah menjadi Menteri Pertahanan menggantikan Ryamizard Ryacudu.

Bayangkan, dua orang yang dulu dianggap "berseteru" pada ajang pilpres ini, kini menjadi satu tim yang akan mengemban amanah rakyat Indonesia, setidaknya 5 tahun ke depan. Pemandangan ini tentu jarang terjadi di belahan bumi lainnya, namun lain halnya di negeri ini. Padahal, dibutuhkan kebesaran jiwa dari dua sosok ini untuk berjabat tangan kembali dan menghilangkan sekat-sekat yang mungkin ada selama ajang pilpres dulu. Kebesaran jiwa, dan kerendahan hati, adalah dua kata yang harus dimiliki bagi dua hati untuk bersatu. Dan, tentunya, kesamaan visi dan misi di atas kepentingan pribadi.

Terlepas dari pro dan kontra banyak kalangan terkait "bersatunya" dua rival ini dalam satu bahtera, namun saya termasuk kalangan yang mudah optimis bahwa para menteri yang dipilih sang presiden adalah orang-orang yang sangat paham apa yang harus dilakukan untuk "membaikkan negeri ini", mempercepat kemakmuran dan kesejahteraan hampir 300 juta penduduknya. Yakinlah, semua akan indah pada waktunya (mode puitis: on)

Saya juga termasuk orang yang paling yakin bahwa apapun misi yang diinginkan warga negeri ini, akan terwujud bila ada sebuah kebersamaan. Apapun problem yang menghadang, juga pasti akan lenyap jika perasaan saling percaya tumbuh subur, bersama untuk memakmurkan negeri ini. (mode idealis: on)

Namun, tentunya, kebersamaan dan saling percaya juga harus diimbangi dengan sebuah rumusan yang benar tentang musuh bersama. Bahasa kerennya, "common enemy". Point ini teramat penting dilakukan karena jika rumusan "musuh bersama" ini tidak jelas, atau kabur bahkan salah, dipastikan gerak membangun bangsa ini juga akan kabur. Wong, musuhnya saja tidak jelas, gimana mau "perang'?

Ada beberapa point yang terkait apa sih yang menjadi musuh bersama negeri ini.

  • Musuh bersama negeri ini pasti bukan sesama anak negeri. Bahkan dalam horison yang lebih luas, musuh bersama negeri ini juga bukan manusia yang ada di permukaan bumi ini. Lalu, siapakah musuh bersama kita? Tentunya adalah "karakter buruk" yang diciptakan manusia, seperti, kebohongan, korupsi, kezaliman, penindasan, atau individualis. Look, karakter berbeda dengan manusia. Ia adalah "sifat" yang melekat. Artinya, fokuslah menghilangkan sifat atau karakter buruk ini ini dari seseorang. Jika sudah hilang, maka ia layak menjadi teman. Bukan orangnya yang dihilangkan. 
  • Musuh bersama negeri ini bukan ajaran agama yang dianut warga negeri ini. Tak ada agama yang mengajarkan kejelakan. Namun, mungkin penganutnya-lah yang membuat imej agama menjadi rusak. Sehingga yang menjadi musuh bersama adalah "kebodohan" dalam mengimplementasikan produk agama. "Kebodohan" ini bisa menyebabkan peperangan, kekerasan dan penindasan. Sejarah membuktikan hal ini. 
  • Musuh bersama negeri ini, bukan etnis tertentu atau orang di luar kelompok kita. Musuh bersama negeri ini adalah sikap superior dan inferior berlebihan. Saya katakan berlebihan, jika seseorang merasa paling superior (berkuasa, pintar, kaya, dsb) sementara pihak lain merasa paling inferior (paling tertindas, bodoh, miskin atau terzalimi).
  • Musuh bersama negeri ini adalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, kesengsaraan, kezaliman atau kegelapan hati. Secara umum, sifatnya abstrak. Siapapun yang menciptakan musuh ini pasti akan menjadi musuh bersama. Sebaliknya, siapapun yang mencoba menghilangkannya harus dianggap sebagai pahlawan.
  • Musuh bersama kita adalah sikap materialistis dan hedonis akut. Kedua sikap ini melahirkan keserakahan dan hidup hanya mengejar kesenangan raga. Karena keduanya, maka manusia banyak kehilangan rasa bahagia sejati, kehilangan nilai kebersamaan da tentunya kebahagiaan hakiki.

Ok, mari berdoa, Kabinet Indonesia Maju ini akan mampu mengemban amanah bangsa yang besar ini. Memahami musuh Bersama dan apa yang bukan musuh untuk kemudian mewujudkan misi kementerian yang mereka pimpin. Mereka orang cerdas yang dimiliki bangsa ini. 

Tentunya, gebrakan mereka harus pula diimbangi pula dengan adanya kritik dan saran membangun dari semua komponen bangsa ini. Bangsa cerdas, rakyat cerdas dan pemimpin yang cerdas adalah kunci semua keberhasilan negeri. Kita tunggu gebrakan mereka....!!!

Bravo, Jayalah Indonesia...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun