Mohon tunggu...
Muchsin Ridlo
Muchsin Ridlo Mohon Tunggu... Konsultan - Teaching & Learning Expert | School Branding & Marketing Strategist

Penyuka kopi hitam tanpa gula, segala hal tentang pendidikan serta pembaca sekaligus penulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Beprestasi = Murid Berprestasi?

24 Juli 2024   20:17 Diperbarui: 24 Juli 2024   20:32 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tulisan ini terinspirasi saat saya sebenarnya sedang mencari beberapa referensi tentang gaya belajar yang dianggap "mitos" sebab ada beberapa sumber menyatakan bahwa tidak ada (belum ada) penelitian yang benar-benar menunjukkan korelasi antara gaya belajar dan hasil belajar yang diharapkan.

Khusus untuk mitos tersebut akan kita bahas dikemudian hari ya?

Hari ini saya ingin mengajak anda untuk merenungkan kembali seperti judul artikel ini "Guru Berprestasi=Murid Berprestasi?".

Pertanyaan sekaligus pernyataan ini mungkin pernah atau sering anda dengar. Boleh jadi menjadi tuntutan di sekolah anda.

Pernyataan ini dulu juga sempat ditanyakan kepada saya melalui kolom media sosial dan sempat membuat saya sedikit minder.

Ada orang yang berkata bahwa saya belum pernah menjadi kepala sekolah, bagaimana bisa memberikan pendampingan kepada kepala sekolah?

Pernyataan ini mirip dengan "Apakah bisa menjadi pelatih yang hebat jika bukan dari pemain sepakbola yang hebat?"

Jika kita perhatikan, banyak fakta yang mengejutkan dibalik pernyataan tersebut dan memang benar adanya.

Pelatih hebat tidak selalu lahir dari pemain sepakbola yang hebat.

Sebaliknya, pemain sepakbola hebat, belum tentu bisa menjadi pelatih sepakbola yang hebat.

Mengapa?

Paling mendasar adalah perbedaan kompetensi dari kedua profesi tersebut.

Kompetensi pemain sepakbola, berbeda dengan kompetensi pelatih sepakbola.

Jika kita bawa dalam konteks pendidikan, seorang profesor yang sangat pandai nan cendekia belum tentu bisa mengajar dan membuat para mahasiswanya menjadi mudah mengerti.

Kembali pada judul artikel ini, dibutuhkan keterampilan dan kompetensi dari seorang guru atau pendidik yang tidak hanya "berprestasi" secara akademik untuk membuat para muridnya berprestasi.

Berprestasi dalam hal ini saya memaknainya adalah murid yang melampaui jauh target belajar mereka. Anda pun boleh memaknai dengan makna yang berbeda. Tetapi saya ingin menyepakati dengan anda bahwa berprestasi disini adalah melampaui target belajar.

Keterampilan dan kompetensi sebagai pendidik yang dimulai dari pembentukan pola pikir yang benar, perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran yang dinamis serta memikat, serta penilaian yang sinkron dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang adalah sebagian kecil dari kompetensi seorang pendidik.

Oleh karena itu, kita sebagai pendidik memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk senantiasa belajar berbagai metode, model, strategi pembelajaran yang bisa menjadi 'senjata' dalam perencanaan dan pelaksanaan di kelas.

Belum lagi berbicara tentang bagaimana mengelola kelas secara efektif, membangun kebiasaan sampai menjadi karakter, memberikan motivasi saat murid mulai lelah, menghibur mereka dengan berbagai ice breaker dan permainan saat mereka jenuh, dan lain-lain.

Ini juga bagian dari hal mendasar yang perlu dimiliki oleh guru. Banyak ya? Mantap saya menjawab TENTU, makanya guru itu jasanya sangat besar sebab tanggung jawab yang ada di pundaknya sangat besar.

Kesalahan dalam mendidik muridnya, bisa menjadi petaka buat mereka di masa depan. Kesalahan dalam memberikan konsep diri, juga akan menjadi hal yang bisa mereka sesali di kemudian hari, memberikan motivasi yang kurang tepat pun juga akan menuai hal-hal yang tidak pernah kita duga.

Maka, saat sesi pelatihan atau workshop senantiasa tidak bosan saya memberikan pesan kepada guru-guru, terutama guru yang senior dan setengah senior untuk tidak lelah dalam belajar dan berproses.

Jika murid kita saja kita motivasi untuk terus belajar, bagaimana mungkin kita berhenti belajar?

Bagaimana menurut Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun