Mohon tunggu...
M Riadus Sholihin
M Riadus Sholihin Mohon Tunggu... -

Terus belajar dan bergerak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

FORMULASI PENGUATAN BUM Desa

24 Februari 2018   12:44 Diperbarui: 25 Februari 2018   16:01 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Ikhtisar Buku Ruwat BUMDesa Merpati)

Kebijakan Supra desa adalah semua kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu baik oleh pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten yang kemudian mempunyai implikasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.

Prakarsa berarti upaya, tindakan mula-mula yang dimunculkan oleh seseorang; inisiatif; ikhtiar: mengedapankan dinamika masyarakat itu sendiri.

Pengantar

UU desa bisa di bilang "baru" berumur tiga tahun. Sedangkan penciptaan kondisi desa yang tidak sesuai dengan semangat UU desa telah terjadi sejak ratusan tahun silam, setidaknya sejak masa kolonial Belanda. Cara pandang kolonial itu adalah; Desa senantiasa dipandang sebagai entitas yang ketinggalan, bodoh dan miskin sehingga perlu ditolong secara langsung dengan meniadakan prinsip prakarsa sama sekali.

Cara pandang ini kemudian berdampak pada pandangan desa harus diperintah biar bergerak. Desa harus digerakkan biar bangkit sejahtera. Padahal dengan pendekatan prakarsa, desa mempunyai cara sendiri yang khas melakukan itu semua. Ada kekurangan sana sini, itu hal yang lumrah belaka.

BUM Desa Prespektif UU Desa

Secara yuridis tentang BUMDesa dalam pasal 1 UU desa berbunyi:

"Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar2nya kesejahteraan masyarakat Desa."

Empat sumber inisiatif pendekatan dalam membangun BUMDesa. Tipologi disusun dengan pertimbangan atas sumber dan pelaku inisiatif membangun BUMDesa yaitu:

1. Inisiatif dari bawah (desa) dan dari atas (Supra desa)

2. Inisiatif dari dalam (desa) dan dari luar (Lembaga donor, Perguruan Tinggi, NGOs, swasta)

Empat sumber inisiatif ini mengahsilkan pola hubungan dengan desa sebagai berikut:

1. Rekognisi (kombinasi antara inisiatif dari atas dan inisiatif dari dalam)

Pengakuan pemerintah terhadap entitas desa. Jika pemerintah hendak memperkuat desa, maka tidak perlu membentuk lembaga2 baru, melainkan mengakui, mendukung dan memperkuat aset dan institusi yang sudah ada. BUMDesa yang sudah ada harus diakui, didukung dan diperkuat berdasarkan aset dan institusi yang eksis.

2. Emansipasi (kombinasi antara inisiatif dari dalam dan inisiatif dari bawah)

Emansipasi berarti desa secara mandiri bangkit, berperan dan menggerakkan potensi skala lokal desa yang dimilikinya. Desa mendirikan BUMDesa atas kesadaran sendiri setelah melihat potensi.

3. Fasilitasi (kombinasi antara inisiatif dari luar dan dari bawah)

Komponen sektor ketiga (PT, NGOs dan donor) mendorong, memudahkan dan.mengembangkan kapasitas desa untuk membangun dirinya.

Intervensi Sebagai Tantangan BUM Desa

BUMDesa adalah lembaga ekonomi desa yang dibentuk jauh sebelum UU desa lahir. Tepatnya 7 tahun sebelum UU desa. Sehingga karakter atau anatomi BUMDesa sebelum UU desa, jika memakai analisis kombinasi sumber inisiatif bumdesa seperti diatas adalah: "Kombinasi antara inisiatif dari atas dan dari luar; kemitraan antara pemerintah dan sektor ketiga mendesain program dari atas kemudian diterapkan secara langsung di desa. Seperti inilah rata2 BUMDesa bentukan program Pemda atau PNPM itu."

Belajar dari studi kasus BUMDesa di Ponorogo jatim menunjukkan BUMDesa lahir, murni karena iniasiasi pemkab bukan kesadaran dari desa. Dari studi kasus tersebut dapat tersimpulkan:

Jika pendirian BUMDesa tidak muncul dari kesadaran penuh dari desa untuk mengelola potensinya, maka aktor kebijakan pembentukan BUMDesa terjebak dalam niatan pendirian BUMDesa sebagai institusi yang mewadahi bantuan pemerintah kabupaten. Dengan begitu, secara hipotetis, hasil usaha BUMDesa belum (bahkan tidak akan pernah, pen.) menjelma sebagai kekuatan ekonomi yang bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat dan pendataan asli desa. Resiko kebijakan muncul di kemudian hari, BUMDesa merupakan (sebatas) produk administratif sebagai kelanjutan dari politik kebijakan lokal (Supra desa minded).

Kedudukan BUMDesa tak dapat dilepaskan dengan rencana investasi desa. Terminologi rencana investasi desa dalam UU desa dibingkai dalam prespektif "Desa melihat ekonomi" bukan "Ekonomi melihat desa". Terminologi "Desa melihat ekonomi" ini adalah desa mempunyai rasa berkecukupan, nrimo ing pandum, keseimbangan, dan tradisi lokalitas. Sebab tujuan pengembangan ekonomi desa adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakatnya untuk menikmati kehidupan, sehat dan berumur panjang.

Secara faktual berdasarkan pengalaman selama ini belum banyak desa yang hadir sebagai penggerak ekonomi lokal, kenapa? 

Pertama, tradisi yang lemah (pudarnya kohesivitas sosial), dalam kurung dari penulis. Kedua, Kepala desa (sebagai leader, tokoh sentral desa) tidak mempunyai imajinasi dan prakarsa yang kuat untuk menggerakkan masyarakat dan mengonsolidasikan aset ekonomi lokal.

Ketiga, pemerintah desa dan masyarakat sibuk mengelola dana bantuan dari pemerintah yang umumnya tidak diarahkan untuk membangun ekonomi kolektif. Keempat, pembangunan desa selalu bias (berorientasi) fisik, yang tidak sensitif pada gerakan ekonomi lokal. Kelima, desa tidak mempunyai dana (yang) sebagai modal investasi ekonomi lokal. (Sutoro Eko: 2014). 

Selain itu, modal swadaya desa dari masyarakat hanya mudah untuk membangun membangun sarana fisik, tetapi sulit jika dimobilisasi untuk gerakan ekonomi. 

Langkah2 Prakarsa Desa Dalam Pendirian dan atau Penguatan BUMDesa; Teknik Pemetaan Potensi/Asset Desa

Istilah potensi/Asset desa ini tidak (selalu) identik dengan data potensi desa (PODES) BPS atau dokumen teknokratik pemerintah Supra desa, tetapi potensi yang nyata dialami dan dianalisis oleh warga desa sendiri. Dalam pemetaan ini diawali dengan ide, gagasan, sederhana untuk memanfaatkan potensi desa melalui langkah 3D; dipetakan, direncanakan, dikelola.

Apa sajakah yang perlu dipetakan?

Manusia: petakan aset manusia (human Asset) meliputi pengetahuan, ketrampilan, sumber penghidupan, pola nafkah, etos kerja, daya beradaptasi, dan ketokohan/representasi.

Alam: meliputi, sawah, kebun, air, hutan, lingkungan hidup, keanekaragaman sumberdaya alam, dst.

Sosial : meliputi, kerukunan, kepedulian, organisasi masyarakat, emansipasi, nilai, budaya, dan potensi berjejaring.

Finansial: tabungan, iuran warga, PA Desa, upah, dan lainnya.

Fisik: tempat tinggal, transportasi, komunikasi, pasar, sanitasi, alat produksi, karya seni, situs bersejarah, dll.

Tabel pemetaan penghidupan skala lokal desa: sumber (contoh, makanan pokok, sayuran, dll), volume (ha, ton per tahun?), hasil (beras, terong, dll), yang terlibat (berapa orang, KK, dst), peluang pengembangan (beras kemasan, swalayan desa, dll). 

Tabel pemetaan aset berupa sumberdaya alam: potensi alam (contoh, danau), volume/luas, pengelola (contoh, warga), peluang pengembangan (contoh, kolam pancing desa di kec. Lamongan). 

Tabel peta keputusan menentukan unit usaha: potensi aset (contoh, kolam pancing), alasan (dulu pernah menguntungkan, murah, banyak peminat), langkah mewujudkan (membangun sarana, strategi promosi, menyusun bentuk kegiatan yang menarik; ngundang Via Valent, Kyai anwar Zahid dalam pembukaanya).

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun