Belajar dari studi kasus BUMDesa di Ponorogo jatim menunjukkan BUMDesa lahir, murni karena iniasiasi pemkab bukan kesadaran dari desa. Dari studi kasus tersebut dapat tersimpulkan:
Jika pendirian BUMDesa tidak muncul dari kesadaran penuh dari desa untuk mengelola potensinya, maka aktor kebijakan pembentukan BUMDesa terjebak dalam niatan pendirian BUMDesa sebagai institusi yang mewadahi bantuan pemerintah kabupaten. Dengan begitu, secara hipotetis, hasil usaha BUMDesa belum (bahkan tidak akan pernah, pen.) menjelma sebagai kekuatan ekonomi yang bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat dan pendataan asli desa. Resiko kebijakan muncul di kemudian hari, BUMDesa merupakan (sebatas) produk administratif sebagai kelanjutan dari politik kebijakan lokal (Supra desa minded).
Kedudukan BUMDesa tak dapat dilepaskan dengan rencana investasi desa. Terminologi rencana investasi desa dalam UU desa dibingkai dalam prespektif "Desa melihat ekonomi" bukan "Ekonomi melihat desa". Terminologi "Desa melihat ekonomi" ini adalah desa mempunyai rasa berkecukupan, nrimo ing pandum, keseimbangan, dan tradisi lokalitas. Sebab tujuan pengembangan ekonomi desa adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakatnya untuk menikmati kehidupan, sehat dan berumur panjang.
Secara faktual berdasarkan pengalaman selama ini belum banyak desa yang hadir sebagai penggerak ekonomi lokal, kenapa?Â
Pertama, tradisi yang lemah (pudarnya kohesivitas sosial), dalam kurung dari penulis. Kedua, Kepala desa (sebagai leader, tokoh sentral desa) tidak mempunyai imajinasi dan prakarsa yang kuat untuk menggerakkan masyarakat dan mengonsolidasikan aset ekonomi lokal.
Ketiga, pemerintah desa dan masyarakat sibuk mengelola dana bantuan dari pemerintah yang umumnya tidak diarahkan untuk membangun ekonomi kolektif. Keempat, pembangunan desa selalu bias (berorientasi) fisik, yang tidak sensitif pada gerakan ekonomi lokal. Kelima, desa tidak mempunyai dana (yang) sebagai modal investasi ekonomi lokal. (Sutoro Eko: 2014).Â
Selain itu, modal swadaya desa dari masyarakat hanya mudah untuk membangun membangun sarana fisik, tetapi sulit jika dimobilisasi untuk gerakan ekonomi.Â
Langkah2 Prakarsa Desa Dalam Pendirian dan atau Penguatan BUMDesa; Teknik Pemetaan Potensi/Asset Desa
Istilah potensi/Asset desa ini tidak (selalu) identik dengan data potensi desa (PODES) BPS atau dokumen teknokratik pemerintah Supra desa, tetapi potensi yang nyata dialami dan dianalisis oleh warga desa sendiri. Dalam pemetaan ini diawali dengan ide, gagasan, sederhana untuk memanfaatkan potensi desa melalui langkah 3D; dipetakan, direncanakan, dikelola.
Apa sajakah yang perlu dipetakan?
Manusia: petakan aset manusia (human Asset) meliputi pengetahuan, ketrampilan, sumber penghidupan, pola nafkah, etos kerja, daya beradaptasi, dan ketokohan/representasi.