Mohon tunggu...
gema teugoeh
gema teugoeh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Andalas

Magister Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Massa, Kepentingan Pemilik Modal dan Khalayak yang Dirugikan

27 November 2023   03:33 Diperbarui: 27 November 2023   05:16 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Media Massa dan Komunikasi Massa

Siapa yang tidak kenal dengan koran, televisi, radio, serta majalah? Media-media tersebut selain menyajikan informasi juga menyajikan beragam macam iklan yang ditujukan untuk pemirsanya. Seiring perkembangan teknologi, akses informasi saat ini semakin mudah karena akses dapat dilakukan tanpa ada batas ruang dan waktu.

Media-media yang sudah dijelaskan sebelumnya merupakan bentuk dari komunikasi massa. Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss dalam bukunya Encyclopedia of Communication Theory menjelaskan bahwa komunikasi massa merupakan "proses dimana seseorang, sekelompok orang, atau organisasi besar menciptakan pesan dan menyebarkannya melalui beberapa jenis media kepada khalayak yang besar, anonim, dan heterogen". Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa menyasar kepada khalayak yang besar, anonim dan beragam.

Ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg dengan dimulainya operasi pada tahun 1450 masehi menjadi awal berkembangnya penyebaran informasi hingga berpengaruh besar dalam perkembangan komunikasi massa hingga saat ini. Komunikasi selanjutnya mengalami perubahan dengan perkembangan teknologi sehingga media yang digunakan dalam komunikasi massa (media massa) tidak lagi hanya pada media-media cetak namun juga memanfaatkan teknologi audio, audio visual hingga memanfaatkan internet seperti media sosial yang kita kenal saat ini.

Kebebasan Pers di Indonesia

Di Indonesia, pers mulai merasakan "kebebasan" setelah berakhirnya kepemimpinan di era orde baru. Kegiatan jurnalistik, penyebaran informasi melalui media massa mulai mendapat perhatian dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pers sebagai Lembaga sosial dan wahana komunikasi yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, tidak hanya berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, namun juga dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Keberadaan pers sebagai lembaga ekonomi akan sangat menentukan bagaimana pers dikelola oleh pemilik media sehingga aspek independensi yang seharusnya menjadi landasan, bisa saja menjadi pilihan. Jika ini terjadi, maka akan mengorbankan kepentingan yang lebih luas termasuk khalayak.

Komodifikasi, Spasialisasi dan Strukturasi

Selanjutnya, Pemilik media dalam hal ini yang juga merupakan pemilik modal berusaha untuk bertahan dalam persaingan hingga terus mengupayakan keuntungan yang maksimal melalui pemanfaatan medianya. Hal ini selaras dengan konsep yang sudah ada sebelumnya yaitu komodifikasi, spasialisasi dan strukturasi.

Vincent Mosco dalam bukunya The Political Economy Of Communications menjelaskan bahwa komodifikasi adalah proses mengubah sesuatu yang bernilai karena kegunaannya menjadi produk yang dapat dipasarkan dan bernilai karena dapat ditukarkan.  Konsep komodifikasi tersebut menjadikan segala sesuatu menjadi "barang dagangan". Sebagai bukti tayangan-tayangan sepakbola di berbagai belahan dunia berpengaruh terhadap penjualan kaus tim-tim sepakbola eropa. Bahkan pada tahun 2021 berdasarkan data dari www.statista.com suatu tim mampu menjual 3,25 juta jersey selama setahun. Orang-orang diberbagai belahan dunia mau membeli kaus tersebut dengan harga yang tidak masuk akal, tanpa sadar bahwa mereka menjadi pengiklan tidak langsung atas sponsor-sponsor yang terpampang di kaus tersebut.

Ada konsep lagi yang dinamakan Spasialisasi yang diartikan sebagai proses mengatasi keterbatasan ruang geografis, antara lain dengan media massa dan teknologi komunikasi. Konsep spasialisasi tersebut semakin relevan dengan perkembangan teknologi infomasi yang begitu cepat saat ini. Konsep spasialisasi ini mengupayakan bagaimana kendala ruang geografis tidak menjadi masalah dalam mengakses informasi. Hal ini dibuktikan dengan kondisi saat ini yang mana siapapun dapat memperoleh informasi dengan hanya bermodal HP dan jaringan internet dimanapun dan kapanpun.

Terakhir Strukturasi adalah upaya menciptakan hubungan sosial, terutama yang diorganisir berdasarkan kelas sosial, gender, dan ras. Konsep ini berupaya menciptakan kelas-kelas khalayak (pemirsa) yang sengaja diorganisasi oleh pemilik media sehingga ada khalayak yang bisa memperoleh akses dan ada yang tidak memiliki akses salah satunya tergantung kepada pendapatan yang dimilikinya.

Dari ketiga konsep tadi, menjadi landasan dalam hubungan kekuasaan antara pemilik media massa, khalayak(pemirsa) hingga pengiklan sehingga memberikan kesempatan bagi pemilik modal untuk memaksimalkan media yang dimilikinya. Dengan demikian khalayak (pemirsa) menjadi target pasar yang baik untuk terus memperkuat kepemilikan modal mereka. Informasi-informasi terus diciptakan dalam model yang beraneka ragam menyesuaikan dengan apa yang dibutukan dan diinginkan khalayak. Bahkan pada beberapa kasus upaya-upaya tersebut dilakukan dengan melanggar kaidah-kaidah jurnalisitik contohnya fenomena "yellow jurnalisme" yang fokus pada sensasi yang apabila ditelusuri lagi ternyata informasi yang disajikan tidak substansial.

Selanjutnya dengan khalayak yang banyak, pengiklan dengan rela membayar perusahaan media agar iklan iklan mereka dapat dilihat oleh khalayak. Pada akhirnya media massa menjadi tempat pertemuan khalayak dengan pengiklan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya iklan yang menawarkan berbagai macam produk pada media massa.

Siapa yang akan dirugikan?

Kondisi ini pada akhirnya akan memunculkan masyarakat massa (mass society) yang pada akhirnya karena iklan tersebut bisa terjebak menjadi masyarakat konsumen (consumer society). Masyarakat ini kemudian akan terjerat dalam produk-produk yang sengaja dirancang oleh pemilik modal sehingga eksistensi hidupnya salah satunya ditentukan melalui tindakan konsumsi. Konsumsi tidak lagi didasarkan kepada kebutuhan namun lebih kepada gaya hidup, gengsi, takut untuk ketinggalan dan motif lainnya. Oleh karena itu tidak heran saat ini kemudahan melakukan konsumsi terus menerus diciptakan oleh kapitalisme seperti belanja online dan sebagainya yang pada akhirnya membuat khalayak semakin dikendalikan oleh kapitalisme.

Lebih jauh dengan adanya konsep post-modernisme, media massa saat ini ditemukan tidak lagi berlandaskan kepada objektifitas sehingga memiliki peluang untuk menjauh dari independensi. Dari yang semula menyajikan realitas berubah menjadi menciptakan realitas sesuai dengan keinginan pemilik media. Hal ini semakin memperkeruh kondisi khalayak karena dibuat menjadi tidak sadar realitas yang sebenarnya hingga realitas yang sengaja diciptakan oleh pemilik media. Pada akhirnya siapa yang akan dirugikan? Tentunya khalayak itu sendiri.

Dengan demikian sangat relevan apa yang dijelaskan Vincent Mosco dalam bukunya The Political Economy Of Communications bahwa pada akhirnya pilihan yang dapat dilakukan oleh khalayak terbatas dalam hal menghadiri atau terus menonton sesuai dengan keinginan pemilik modal, menafsirkan dengan cara yang berlawanan hingga memilih untuk tidak menonton sama sekali.

Pada akhirnya, khalayak (pemirsa) sendiri yang akan menentukan bagaimana memanfaatkan media massa sebagai sarana informasi, pengetahuan hingga beragam manfaat lainnya. Jangan sampai kemudahan informasi malah membuat kita terjebak menjadi masyarakat konsumen yang eksistensi kehidupannya salah satunya ditentukan oleh konsumsi.

Referensi

Littlejohn, Stephen W. & Foss, Karen A. (2009). Encyclopedia of Communication Theory.California: SAGE Publications, Inc.

Mosco, Vincent. 2009, The Political Economy of Communication (Second Edition). London: Sage Publictaions.

D. Tighe. 2023. Soccer (football) shirt sales worldwide in 2021, by club. Dalam https://www.statista.com/statistics/1118294/football-shirt-sales-by-club/. 5 Juli 2023. Diakses 23 November 2023.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun