Mohon tunggu...
Mohammad Rizal Firmansyah
Mohammad Rizal Firmansyah Mohon Tunggu... Dosen - Senang membaca

Baru mulai menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Taqwa dan Budaya K3

16 Agustus 2017   11:23 Diperbarui: 16 Agustus 2017   11:30 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa itu taqwa? Quraish Shihab dalam bukunya "Wawasan Al Quran" menjelaskan tentang makna kata ini. Menurut Quraish Shihab, taqwa terambil dari akar kata yang bermakna menghindar, menjauhi atau menjaga diri. Jadi orang yang bertaqwa adalah orang yang menghindari, menjauhi atau menjaga diri. Apa yang dihindari atau dijauhi atau dijaga diri kita darinya? Masih menurut  Quraish Shihab, yang dihindari adalah siksa Allah SWT.

Selanjutnya Quraish Shihab menjelaskan bahwa terdapat dua macam siksa Allah yaitu:

Siksa di dunia akibat pelanggaran terhadap hukum hukum Allah yang ditetapkanNya berlaku di alam raya ini yang umumnya kita kenal dengan hukum alam atau sunnatullah. Contohnya adalah penebangan pohon pohon secara serampangan di hutan akan bisa menyebabkan terjadinya banjir. Membuang sampah sembarangan juga bisa menjadi penyebab banjir dan penyakit. Api bersifat membakar maka menggunakan api dengan tidak berhati hati bisa membakar rumah, gedung dan apa saja. Makan berlebihan dapat menimbulkan penyakit, dll.

Sedangkan siksa di akhirat akan kita rasakan akibat kita melakukan pelanggaran hukum syariat di bumi ini. Misalnya tidak shalat, tidak puasa, tidak membayar zakat, tidak menyantuni orang miskin, dll.

Makna/hakikat taqwa ini jauh jauh hari telah digambarkan dalam sebuah dialog antara Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka'ab. Pada suatu hari Umar bin Khattab ra bertanya kepada Ubay bin Ka'ab: "Wahai Ubay, apa makna takwa?". Ubay yang ditanya justru balik bertanya. "Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?". Umar menjawab, "Tentu saja pernah". "Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?" lanjut Ubay bertanya. "Tentu saja aku akan berhati hati," jawab Umar. Ubay lantas berkata, "Itulah hakikat taqwa".

Jadi orang yang bertaqwa adalah orang yang selalu berhati hati, orang yang selalu menghindarkan dirinya dari pikiran atau perbuatan yang bisa mengakibatkan dirinya dan orang lain merasakan siksa baik siksa di dunia terlebih siksa di akhirat. Caranya? Ya dengan tidak melanggar sunnatullah dan melaksanakan semua perintah dari Allah SWT kepada kita dan menjauhi semua laranganNya.

Teramat sangat banyak ayat dalam Al Quran yang memerintahkan kita untuk bertaqwa. Puasa di bulan Ramadhan yang belum lama kita laksanakan pun bertujuan untuk menjadikan kita bertaqwa (taqwa dunia dan taqwa akhirat) yaitu selalu hidup teratur, disiplin serta tidak berlebih lebihan dalam makanan agar terhindar dari siksa dunia dan agar kita selalu melaksanakan shalat, memberi makan fakir miskin, membayar zakat dan beramal salih lainnya agar kita terhindar dari siksa di akhirat kelak.

Selama ini, umumnya kita hanya fokus pada penghindaran diri kita dari potensi siksa di akhirat dengan mendirikan shalat, berpuasa, membayar zakat, berhaji, bersedekah dan lain lain amal ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT. Sedangkan fokus penghindaran diri dari potensi siksa di dunia akibat pelanggaran akan sunnatullah belum terlalu menjadi fokus penting perhatian. Padahal perhatian terhadap penghindaran diri dari potensi siksa dunia ini juga diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al Quran dan sangat penting demi kenyamanan kehidupan kita di dunia. Pada point terakhir inilah dimana taqwa (dunia) bertemu dengan budaya K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Budaya K3 sendiri sesuai dengan filosofi K3 adalah sebuah perilaku berpikir terus menerus tentang bahaya dan resiko yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja dan dilingkungan hidup kita sehari hari yang disertai dengan upaya pencegahan dan penanggulangannya. Jadi orang yang berbudaya K3 adalah orang yang tidak membuang sampah sembarangan. Orang yang berbudaya K3 adalah orang yang berperilaku santun dalam berkendara dan mematuhi semua peraturan lalu lintas dan orang yang berbudaya K3 adalah orang yang tidak merokok.

Mengapa, karena dalam budaya K3, perilaku membuang sampah sembarangan, merokok dan melanggar peraturan lalu lintas berpotensi bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan diri kita dan orang lain dan potensi bahaya itu harus dihilangkan sekecil apapun resikonya. Dalam budaya K3, aspek keselamatan dan kesehatan selalu diutamakan dalam kehidupan kita sehari hari. Tujuannya adalah kenyamanan dalam berkehidupan di dunia ini.

Budaya K3 yang selalu berperilaku penghindaran diri dari bahaya dan resiko, sangat sejalan dengan makna/hakikat kata taqwa dalam kaitan dengan penghindaran diri dari siksa dunia akibat pelanggaran terhadap hukum hukum alam atau sunnatullah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun