Mohon tunggu...
Mohammad Rizal Firmansyah
Mohammad Rizal Firmansyah Mohon Tunggu... Dosen - Senang membaca

Baru mulai menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

K3 dan Budaya K3

3 Agustus 2017   15:40 Diperbarui: 3 Agustus 2017   15:43 1540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada 19 Juli 2017 lalu, Gubernur Sulawesi Selatan menerima penghargaan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI M Hanif Dhakiri di Jakarta, terkait dengan prestasi beliau sebagai pembina K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) terbaik se Indonesia.

Berbicara tentang K3, apa yang terbayang dalam benak kita ketika mendengar kata ini? Beberapa waktu lalu, ketika mendengar kata K3 ini, maka yang terbayang dalam benak saya (dan mungkin oleh banyak yang lain) adalah Alat Pelindung Diri (APD) seperti helm pengaman, masker kerja dan kacamata pelindung. Kata K3 hanya dihubungkan dengan penggunaan APD dalam lingkungan tempat kerja.

Itu dulu.. sekarang setelah mengikuti pelatihan Ahli K3 Umum, maka seakan akan tabir yang melingkupi dan menghalangi penglihatan ini dibuka selebar lebarnya. Ternyata cakupan ilmunya mencakup keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dalam sebuah perusahaan (tenaga kerja, orang lain yang berada ditempat kerja dan sumber sumber produksi -- UU No.1 Tahun 1970).

Upaya perlindungan pekerjanya bahkan untuk kriteria perusahaan tertentu (mempekerjakan lebih dari 100 tenaga kerja atau jika jumlah tenaga kerjanya kurang dari 100 tetapi mempunyai potensi bahaya tinggi -- PP No. 50 Tahun 2012) harus terintegrasi dalam system managemen perusahaan yang disebut dengan system managemen K3 (SMK3).

Secara filosofi, K3 sebenarnya adalah sebuah konsep berpikir yang disertai upaya nyata untuk menjamin kelestarian tenaga kerja dan setiap insan pada umumnya beserta hasil karya dan budaya dalam upaya mencapai adil, makmur dan sejahtera.

Jika menyimak makna filosofi K3 ini, maka sebenarnya K3 adalah sebuah upaya berpikir terus menerus dalam kaitannya dengan K3 yang disertai dengan upaya penerapan hasil berpikir itu agar terjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, orang orang disekitarnya, lingkungan kerja dan hasil kerjanya. Hasil akhir yang didapatkan dari upaya ini adalah kemakmuran dan kesejahteraan.

Yang dipikirkan dalam upaya berpikir terus menerus ini adalah bahaya dan resiko serta upaya pencegahan dan penanggulangannya. Bahaya sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu termasuk situasi atau kegiatan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan, penyakit, cidera pada manusia atau kerugian baik secara material maupun non material, sedangkan resiko adalah gambaran besarnya kemungkinan suatu bahaya dapat menimbulkan kecelakaan serta besarnya keparahan yang dapat diakibatkannya.

Mudahnya seperti ini. Misalnya ada dua gelas (satu gelas kaca dan yang lainnya gelas plastik) berada tepat di pinggir sebuah meja dan nyaris jatuh, maka dapat dikatakan bahwa posisi kedua gelas tadi adalah berbahaya karena terdapat potensi jatuh yang besar. Posisi gelasnya berbahaya. Jika kedua gelas tadi jatuh, maka gelas kaca mungkin akan pecah dan pecahan kacanya akan melukai kaki orang sedangkan gelas plastik mungkin tidak akan pecah. Disini dapat dilihat bahwa resiko gelas kaca ketika jatuh adalah lebih besar dibanding resiko gelas plastik ketika jatuh. Jadi resiko adalah besarnya keparahan yang dapat terjadi.

Maka dalam filosofi K3, setiap benda atau kegiatan atau kondisi lingkungan yang mengandung potensi bahaya ditempat kerja harus dihilangkan potensi bahayanya sekecil apapun resiko yang menyertainya.

Apakah filosofi K3 hanya berlaku di tempat kerja saja? Sebenarnya, jika mau berpikir, disekitar kita terdapat banyak potensi bahaya dengan segala resikonya. Demi keselamatan dan kesehatan kita sendiri, rumah kita dan lingkungan kita, maka seharusnya kita sendiri dan bersama sama yang lain selalu berupaya untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan resikonya (sekecil apapun itu) dan kemudian menghilangkannya. Kesadaran untuk hidup selamat dan sehat ini harus dibudayakan. Bukan hanya kebiasaan membaca yang harus dibudayakan, tetapi kebiasaan untuk hidup selamat dan sehat juga harus dibudayakan.

Penggunaan helm yang benar adalah budaya K3, walaupun penggunaan helm tidak bisa menghilangkan bahaya jatuh dari motor tetapi ia bisa menghilangkan atau paling tidak mengurangi resiko cedera pada kepala jika bahaya jatuh dari motor itu terjadi.

Patuh pada peraturan lalu lintas itu adalah budaya K3 karena ketidakpatuhan menimbulkan bahaya dengan resikonya yang bisa jadi adalah sebuah kematian.

Buang sampah pada tempat sampah adalah budaya K3 karena buang sampah sembarangan beresiko pada kesehatan kita dan masyarakat.

Pemerintah (pada semua tingkatan) perlu secara proaktif mendukung perilaku (budaya) hidup selamat dan sehat pada masyarakat dengan penyuluhan dan upaya mengadakan dan melengkapi sarana dan prasana untuk hidup selamat dan sehat.

 Jika budaya K3 ini bisa dimasyarakatkan, maka mungkin suatu saat kita akan mendengar, seorang Lurah/Camat/Walikota/Bupati di Sulawesi Selatan atau Gubernur Sulawesi Selatan mendapatkan penghargaan dari Menteri Tenaga Kerja / atau dari Presiden terkait dengan prestasi beliau sebagai pelopor memasyarakatkan "budaya K3".

(Artikel ini telah dimuat di Harian Tribun Timur Cetak pada Kolom Opini hal. 18 pada tanggal 02 Agustus 2017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun