Dari milis sebelah, seorang teman punya hipotesa yang cukup menarik tentang jatah hidup. Beliau berkata bahwa kita (manusia) telah diberi jatah menikmati hidup sejumlah tertentu. Secara numerik, hitungan hitungannya menurut beliau adalah sebagai berikut:
Tuhan memberi jatah berbicara pada A sebyk 2 juta kali. Di sepjgusianya, A dikenal ramah, organisatoris, banyak guyon, produktif mengisi acara2talkshow/seminar. Krn talkative-nya, jatah berbicara yg diberikan Tuhan dipakai100%, lidah yg kelu menandakan jatah berbicara itu telah habis. Contoh lain,Tuhan memberi jatah makan gula pada B sebyk 500 rb kali. Berhubung B doyan makan manis2, belum 40 thn jatah yg diberikan Tuhan mencapai garis final. B menderita diabetes, hrs diet gula dan tergantung pada ampul insulin.
Apakah memang demikian adanya? … Saya mempunyai pendapat yang agak sedikit berbeda berkaitan dengan jatah hidup ini.
Saya setuju bahwa Tuhan (yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya termasuk manusia dan segala apa yang ada diantara langit dan bumi) memberi batasan penggunaan nikmatnya (jika kita berbicara tentang nikmatTuhan) kepada makhluk ciptaanNya (misalnya nikmat kemampuan berbicara atau jatah berbicara jika kita sepakat menggunakan istilah ini, kemampuan melihat –jatah melihat, dan kemampuan menggunakan panca indra yang lain maupun penggunaan nikmat yang lain misalnya merasakan nikmatnya makan gula – jatah makan gula, nikmatnya makan garam – jatah makan garam, nikmatnya makan apa saja–jatah makan apa saja ataupun melakukan apapun).
Semua kenikmatan itu berupa semua fasilitas hidup untuk kita (jika kita batasi bahasan untuk manusia) diberikan terbatas oleh Tuhan.
Tapi dimana batasannya? Apa Tuhan memang memberi batasan penggunaan jatah berbicara kepada kita sekian juta/miliar kali berbicara yang kemudian jika habis jatahnya maka Tuhan akan membuat kita tidak dapat berbicara? Apa Tuhan memang memberi batasan untuk menikmati lezatnya makan gula, atau makan garam atau makan apapun itu sekian kg/ton selama hidup seseorang dan jika jatahnya sudah habis maka Tuhan akan membuat kita tidakmampu untuk menikmati gula, garam dan makanan lain?
Menurut saya, Tuhan memang memberi batasan seseorang untuk menggunakan nikmatnya dan batasan yang diberikan Tuhan itu adalah pada akhir hidupnya. Jadi kita diberikan kemampuan oleh Tuhan untuk menikmati segala fasilitas hidup hingga akhir hayat kita.
Lantas bagaimana dengan orang yang mengalami stroke, orang yangdi diagnosa berpenyakit gula (diabetes)? Bukankah mereka yang mengalami stroke kemudian menjadi tidak bisa atau paling tidak sulit untuk berbicara dan merekayang di diagnose berpenyakit diabetes menjadi tidak bisa atau paling tidakharus membatasi diri mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar gula? Bukankah ini mirip dengan orang-orang yang telah habis/nyaris habis jatah berbicaranya atau nyaris habis jatah menikmati gulanya?
Jika kita melihat secara sepintas maka hal itu bisa menjadi benar. Tetapi bagaimana dengan fungsi manusia yang diciptakan Tuhan untuk menjadi pengelola dan pensejahtera di muka bumi ini? Bukankah dengan adanya“jatah” ini menjadikan fungsinya sebagai pengelola dan pensejahtera menjadi tidak maksimal?
Jadi bagaimana semua hal itu bisa dijelaskan?
Saya percaya (mungkin semua juga percaya atau paling tidak banyak yang percaya) bahwa kita diberikan jatah hidup selama masa tertentu oleh Tuhan di bumi ini. Selama menikmati jatah hidup itu, Tuhan juga memberikan segala fasilitas dalam diri kita dan disekeliling kita untuk kita nikmati dan menggunakannya untuk kesejahteraan kita, keluarga, masyarakat, bangsa dandunia.