10Setelah sukses melewati fase-fase sebelumnya, dosen yang studi lanjut di luar negeri akan mengalami fase ini. Yang bersangkutan sudah bisa merasa nyaman hidup dengan dua kebudayaan sekaligus (bias menyesuaikan). Meskipun demikian, harus ada keseimbangan antara memahami kebudayaan asing tanpa meninggalkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Karena gegar budaya ini adalah persoalan “non-teknis” yang dapat menghambat kesuksesan seorang dosen melaksanakan studi lanjut di luar negeri, adalah penting untuk mengetahui beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai antisipasi atau meminimalisisr dampak gegar budaya.
Dari beberapa pengalaman, ada beberapa cara untuk mengatasi culture shock ini:
1. Menambah wawasan mengenai negara tujuan kuliah. Cara terbaik adalah dengan membaca buku panduan tentang negara tujuan, bertanya kepada orang yang pernah tinggal di sana, maupun browsing informasi di internet. Jangan pernah dibayangkan bahwa kehidupan di luar negeri seperti yang kita lihat di film maupun di televise. Hal tersebut untuk menghindari kekecewaan maupun kesalahpahaman karena apa yang kita bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Mencari informasi mengenai budaya, kebiasaan hidup, olahraga yang populer di negara tujuan hingga topik pembicaraaan sehari-hari serta bahasa tubuh yang biasa digunakan di negara tersebut.
3. Setibanya di negara tujuan, segera berusaha mengenali kehidupan setempat dan ketahui tempat-tempat penting seperti kantor pos, took makanan, dokter, dan kantor pelayanan mahasiswa internasional. Jika ada sesuatu ada yang tidak berjalan sesuai rencana, harus berani bertanya tentang keadaan dan adat di tempat baru. Dibiasakan untuk membaca koran lokal sehingga tahu topik pembicaraan yang sedang hangat dan bisa didiskusikan. Hal ini dapat membantu mempercepat penyesuaian pergaulan dengan lingkungan yang baru.
D. Contoh Kasus Komunikasi Lintas Budaya
Berikut ini merupakan contoh kasus komunikasi lintas budaya yang terjadi di beberapa daerah sebagai berikut:
Di Spanyol, orang berjabat tangan paling lama antara lima sampai dengan tujuh ayunan, melepas jabat tangan segera dapat diartikan sebagai suatu bentuk penolakan. Sedangkan di Perancis, orang berjabat tangan cukup dengan hanya sekali ayunan atau gerakan.
sumber:Silvia nitsuga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H