Mohon tunggu...
Wahyu irawan
Wahyu irawan Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang aktivis pengamat transportasi dan pengamat kebijakan publik

Seorang aktivis pengamat transportasi dan pengamat kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelecehan Seksual Salah Siapa?

30 April 2019   11:02 Diperbarui: 30 April 2019   13:28 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa saja yang dimaksud mendekati zina ? Diantaranya adalah khalwat, ikhtilat, mengumbar aurat, pandangan mata yang liar dan pikiran yang kotor. Islam mengajarkan kita untuk menjaga pandangan kita kecuali pada yang telah halal.

Kedua, pornografi menjadi salah satu pemicu pelecehan seksual. Mudahnya konten pornografi dengan berbagai kemasan mudah diakses oleh netizen dengan tekonolgi saa ini. Penelitian menyebutkan pornografi turut menyumbang munculnya perilaku menyimpang seksual dan pendorong kejahatan seksual. 

Mengkonsumsi konten pornografi secara berlebihan terbukti dapat merusak mental dan pola pikir seseorang dalam berimajinasi. Kerusakan mental dapat berupa imajinasi negatif, mastrubasi, mendorong penyimpangan seksual kepada yang lemah, hubungan seksual ekstrim dan menimbulkan sikap agresif yang tidak terkontrol.

Ketiga, adanya marginaliasi kelompok atau kelas dalam kultur masyarakat perkotaan secara spesifik. Hal ini dapat kita lihat pada penilaian masyarakat secara umum terhadap komunitas, dan profesi-profesi tertentu seperti anak jalanan, tukang pijat, pemandu karaoke, spg dan model atau artis panas. Keempat, adanya kesempatan.

Sebenarnya masih banyak yang bisa diulas, namun dari beberapa faktor ini sudah membantu kita untuk memberikan penilaian siapa, yang harus dipersalahakan dalam kasus pelecehan tersebut. Pelaku pelecehan adalah orang pertama yang patut disalahkan karena memenuhi semua faktor di atas. 

Sementara apa yang diucapkan petugas keamanan terpicu secara spontan berdasarkan faktor marginalisasi kelompok yang rentan pelecehan seksual dan itu secara umum hampir semua masyarakat mengadopsi pemikiran tersebut. Untuk bisa berpikir jernih cobalah letakan permasalahan bukan pada masalah pelecehan di atas, melainkan dalam situasi sehari-hari secara umum. 

Bagaimana penilaian orangtua kita bila ada orang yang datang ke rumah dengan penampilan tertentu. Jadi apa yang diucapkan petugas keamanan itu secara spontanitas mewakili penilaian secara umum. 

Korban tidak sepenuhnya juga dapat disalahkan karena penampilannya. Dilihat di cuwitan, korban korban megaku masih berpenampilan wajar. Bisa jadi faktor pemicunya justru karena korban menanggapi pembicaraan, sehingga pelaku menganggap korban akan diam dan menerima pasrah bila dilecehkan. Bisa saja pelaku sudah berimajinasi liar. Untung pelaku belum lihat isi cuwitan korban yang lama-lama, bisa-bisa juga semakin liar imajinasinya karena mempunyai imajinasi sendiri. 

Namun, sekali lagi penilaian orang bisa beragam, tergantung darimana sudut pandangnya dan pengalaman empiris dan profesional bidangnya. Sekedar saran, jika ingin diselasaikan melalui jalur hukum, silahkan saja, karena yang berhak melaporkan adalah korban. Menyalahkan selain pelaku akan mengaburkan permasalahan pokoknya. Masalah utamanya adalah kejahatan seksual dan pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. 

PM, BANDUNG 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun