Mohon tunggu...
Muhammad Rizqi Baidullah
Muhammad Rizqi Baidullah Mohon Tunggu... student -

Creative and Innovative Thinker Inspirator Indonesia Volunteer Indonesian Student and worker at Kuala Lumpur Malaysia Indonesian Scout Movement Really Proud to be Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Demi Indonesia, Kita Harus Dewasa!

8 Desember 2016   16:21 Diperbarui: 9 Desember 2016   16:13 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
turupasar.wordpress.com

2016 akan segera berakhir, namun semua lika-liku serta teka-tekinya masih juga belum rampung secara utuh. Adalah hal yang sangat layak bagi suatu negara menjalani setiap permasalahan yang secara tidak langsung seperti halnya pil pahit yang harus ditelan demi keutuhan dan kemakmuran suatu bangsa. 

71 tahun sudah negara ini hidup tapi bukan sekadar hidup, melainkan juga bertahan hidup menyatukan setiap perbedaan, membangun setiap kekosongan, hingga memperbaiki setiap kerusakan yang telah lama menjadi kenangan pahit dan hitam bagi para pejuang bangsa pendahulu. Sedang di masa yang semakin modern, dilema menyatukan setiap ego lalu melahirkan banyak kerusakan dari hal yang dahulu telah diperbaiki dan dipersatukan. 

Entahlah siapa yang lebih tahu. seiring akan berakhirnya tahun ini, otak dan pikiranku semakin banyak terus melahirkan pandangan-pandangan yang beragam akan setiap kejadian hingga isu yang terus beredar di negeri tercinta itu. 

Meski kaki memang tidaklah memijak, meski mata memang terhalang pandang, meski udara sang cakrawala tak terhirup, namun hati dan seluruh raga ini terus bergetar menangis merintih melihat negara yang dulu menjadi saksi kelahiranku tiada hentinya bertaruh perdamaian meski pada akhirnya justru banyak gaduh dan perpecahan tercipta. 

Sebagai warga negara yang tiada kuasa bertindak banyak, saya hanya mampu menjalankan status warga negara demokrasi dengan cara bersikap demokratis namun jauh dari dasar hati, saya ingin selalunya netral dan tidak terlalu memihak kepada siapapun. Hal ini saya coba tumpahkan meski hanya melalui tulisan sederhana ini dengan harapan dapat mengibarkan kembali bendera merah putih yang telah lama tersimpan didalam hati hingga tak jarang ia terlupakan oleh dunia yang semakin fana ini.

Tulisan sederhana ini adalah beberapa pandangan pribadi saya terhadap banyak tindakan dan kejadian yang beberapa ini saya ketahui dari kejauhan. (So, apabila ada yang berbeda pendapat dengan tulisan saya ini, saya hargai sebagai anugerah daripada Tuhan).

Sebelumnya saya sangat apresiasi penuh dengan aksi 212 yang kala itu bertajuk "Aksi Super Damai" atau "Aksi Gelar Sajadah" yang dipandu langsung oleh para Habib dan Ulama namun mengatasnamakan Umat Islam Indonesia dan menghadirkan sampai 7 Juta orang bahkan bagi saya rasanya itu lebih dari angka 7 juta. Dan ini adalah suatu Aksi yang sumpah bagi saya sangat luarbiasa mengharukan pribadi yang jauh dari negeri sendiri. 

Dalam pandangan saya, Aksi 212 sepertinya lebih sedikit menuai kontroversi dari aksi 2 aksi sebelumnya. Bahkan rasanya lebih terkesan tenang dan tidak banyak melahirkan komentar sinis dari berbagai pihak lain yang kontra akan Aksi tersebut. Mungkin semua haters telah bosan.

Akan tetapi ada beberapa hal yang juga turut menodai setiap nafas perdamaian yang terlaksana padahal rasa haru saya meningkat hingga menangis seiring dengan pemandangan umat yang terus menyerukan dzikir ditengah guyuran air hujan. Noda yang pertama  muncul satu video yang menampakkan perlakuan beberapa anggota dari Aksi 212 yang bagi saya sangat tidak berkenan terlebih dilakukan saat timing yang tidak tepat. 

Beberapa orang berbaju putih dan bersorban tersebut menyerang beberapa orang reporter dari media hingga mengolok-olok padahal recording tengah dilakukan. sayangnya video ini tersebar hingga saya yang saat ini tidak berada di Indonesia-pun bisa tahu dan sangat menyesalkan hal tersebut. 

Bagi mereka yang beranggapan hal ini layak dilakukan untuk media yang selalu menyorotkan kenegatifan bagi kaumnya, bagi saya tindakan ini justru adalah yang paling hina dan menodai setiap niat tulus para habib, ulama, hingga 7 juta lebih anggota Aksi 212. Bahkan bagi saya hal ini adalah tindakan yang sangat tidak dewasa. Tidakkah ada banyak hal yang lebih terkesan dewasa dalam menyikapi suatu kemungkaran? Tidakkah semua agama mengajarkan hal ini?

Namun rasa kecewa yang perlahan hadir ini juga masih belum bisa saya hilangkan terlebih saat lahir kembali sebuah aksi bertajuk "Kebhinekaan' yang justru bagi masyarakat awam adalah aksi tandingan atas terlaksananya aksi 212. Saya katakan kecewa karena saya tahu meskipun maksud dan tujuan dari aksi kebhinekaan ini adalah baik adanya, bagi saya waktu yang mereka gunakan saat ini sangatlah kurang tepat. Sehingga justru kontroversi besar mulai lahir setelah aksi super damai 212 dan aksi kebhinekaan selesai terlaksana.

Belum cukup bersih perspektif masyarakat yang mulai melahirkan sedikit demi sedikit kontroversi justru setelah aksi 212 berakhir, kini media lagi-lagi digegerkan dengan beberapa sikap suatu pihak terkait perusahaan yang secara tidak terprediksi membuat sebuah klarifikasi yang ada kaitannya dengan aksi 212 tetapi bagi para pihak yang pro dengan aksi 212, klarifikasi tersebut dianggap menjatuhkan wibawa aksi damai yang telah terlaksana. 

Terekam sebuah riwayat tentang salah satu produk makanan yang hadir mengiringi aksi 212 dan dengan tulusnya turut menjadi penyemangat para peserta aksi dengan cara membagikan produk yang mereka jual secara gratis kepada seluruh peserta aksi namun dengan percaya dirinya, oknum kecil pengais rezeki dari perusahaan tersebut terpandang seolah membawa nama perusahaan terjun dalam aksi 212. 

Brand tetaplah brand, Bagi setiap perusahaan menurut saya adalah hal layak untuk membuat klarifikasi bahwa perusahaan yang dia bangun adalah tidak memiliki keterkaitan apapun dalam ranah sebuah aksi, terlebih sampai turut mendukung atau mungkin membela suatu pihak di antara 2 kubu yang sedang bersitegang menguatkan pendapatnya. 

Namun, klarifikasi yang dibuat oleh perusahaan tersebut tetap dianggap menjatuhkan wibawa aksi 212 karena mengandung unsur yang menyebutkan aksi 212 adalah aksi yang dibayar, sehingga beberapa produk dari brand perusahaan ini seolah telah dibeli untuk membayar para peserta aksi melalui produk. 

Entahlah, sedangkan saat ini yang paling membuat saya kecewa adalah lagi-lagi ada pihak yang berperilaku seperti anak kecil, lalu mencurahkan rasa tersinggungnya dengan aksi yang seolah tidak pernah difikirkan lebih jauh. Terlebih saat muncul issu bahwa pihak yang merasa tersinggung dan merasa diinjak-injak wibawanya tersebut akan memboikot perusahaan yang telah mengeluarkan klarifikasi sebagai statemen penjatuhan nama baik aksi 212. Sehingga mereka yang belajar banyak namun tidak paham arti kasih sayang hanya mampu berpartisipasi dan ikut-ikutan tanpa mampu mengontrol diri. 

Banyak bermunculan gambar di media sosial tentang aspirasi ketidaksetujuan mereka terhadap produk dari perusahaan tersebut. Gambar produk diinjak, dibuang, dicaci maki, dibakar hingga masih banyak yang lainnya. Mungkinkah sepanjang hidup mereka hanya diisi oleh materi kebencian belaka? Apakah keyakinan mereka yang sebetulnya sama dengan saya ini mereka ragukan sendiri? Tidakkah mereka tau bahwa di kejauhan sana banyak umat yang sebetulnya membutuhkan bahan pangan yang mereka injak-injak? 

Ayolah,
DEMI INDONESIA, KITA HARUS DEWASA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun