Mohon tunggu...
R Aulia
R Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjadi Lentera bukan Angin yang selalu meredupkan upaya penerangan anak-anak bangsa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya tak Lagi Melihat Taring Kapolri Tito

3 September 2016   20:49 Diperbarui: 3 September 2016   21:18 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya termasuk orang yang bereuforia saat Tito Karnavian diangkat sebagai Kapolri. Pasalnya, Tito tampak seorang polisi yang bersih.

Misalkan, dari pengakuan dia tidak menerima upeti saat menjabat Kapolda Papua. Alasannya biar tak ada eweuh pakeuweuh saat menindak pihak yang menyimpang.

Kemudian, dari paparannya terhadap permasalahan. Disertai dengan teori dan istilah asing. Padahal kalau merujuk sumpah pemuda 1928, bahasa atau istilah Indonesia yang diutamakan.

Saya dengarkan baik-baik cara dia menyampaikan gagasan. Sesering itu pula saya takjub. Lagi-lagi karena dia menguasai teori dan menyertakan contoh kasus.

Meski ada juga yang saya tidak puas, karena ada gagasan dia yang sebenarnya bisa dipatahkan. Kalau kita niatnya, hanya senang mematah-matahkan gagasan orang dan sampai di situ saja. 

Namun, rasa takjub saya kok semakin hari semakin memudar, ya. Tito biasa-biasa saja. Belum ada gebrakan dan terobosan Tito mengurai permasalahan klasik.

Kasus SP3 belasan perusahaan pembakar hutan di Riau contohnya. Betapa saat kebakaran terjadi semua heboh.

Dan sekarang juga heboh. Tapi hebohnya, kok antiklimaks. Ya, polisi tidak bisa memaksakan siapapun dan apapun agar bersalah.

Tapi, kasus ini beda. Polisi seakan-akan tidak bisa mematahkan asumsi liar masyarakat, yaitu kongkalikong dengan kaum berduit.

Foto kebersamaan sejumlah perwira polisi bersama petinggi perusahaan pembakar merebak. Ramai-ramai perwira yang ada di dalam itu membantah.

Pertemuan itu tidak disengaja dan lain-lain. Foto mengandung seribu makna dan sebagainya. Semua orang tahu. Jawaban perwira itu di depan media, tapi rasanya kok, absurd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun