Mohon tunggu...
R Aulia
R Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjadi Lentera bukan Angin yang selalu meredupkan upaya penerangan anak-anak bangsa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa Bilang dalam Politik Tak Bisa Bersahabat Sejati: Pasek dan Anas Urbaningrum

16 Januari 2014   09:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1389839231300213033

Oleh:

M. R. Aulia

Ditulis Kamis Pagi, 16 Januari 2014, dan diselesaikan pukul 09:13 WIB.

[caption id="attachment_316141" align="alignnone" width="620" caption="I Gede Pasek Saurdika, Sumber: www.tempo.co"][/caption]

True friendship can exist only among good men

Salah satu ungkapan Ceciro dalam karyanya On Friendship. Bukan sembarang ucapan biasa melainkan dapat dibuktikan dengan cara banyak orang bersahabat di antara mereka. Persahabatan yang timbul dari banyak kesamaan sehingga melahirkan rasa saling menghargai satu sama lain, saling melindungi dan sebagainya. Tidak hanya itu, persahabatan akan terus berjalan tanpa batas. Baik batas yang terlihat ataupun tidak terlihat. Bila berhenti pertanda persahabatan dibangun berdasarkan ketidakpercayaan satu sama lain.

Ceciro pun dengan tegas mengatakan bahwa persahabatan dalam politik bukanlah area yang pantas. Namun hal demikian dibuktikan berbeda oleh seorang politisi I Gede Pasek Suardika. Bekas ketua komisi bidang hukum DPR RI ini merelakan jabatannya harus hilang ketika ia masih berhubungan dengan Anas Urbaningrum. Hanya berselang tiga hari saja, setelah Pasek menghadiri launching ormas yang didirikan Anas, dirinya harus dipecat dengan alasan loyalitas seorang Pasek diragukan oleh partainya.

Pasek pun tidak merasa terbuang atas pemecatan yang terkesan sadis tersebut. Ia menganggap bahwa rotasi yang terjadi merupakan sebuah anugerah besar dan bukan sebuah malapetaka yang harus dirisaukan. Integritas dan idealisme yang dipegang dengan teguh harus menjadikannya sebagai salah satu orang yang terlempar dari lingkaran kepercayaan partai tempatnya bernaung. Tentang sebuah integritas yang sedang dibangun olehnya dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain.

Anas adalah salah satu sebab dia harus tercampakan dari lingkungan yang membesarkannya. Dalam kesempatan ini saya tidak sedang beropini tentang skandal yang membelit Anas dan partainya.

Akan tetapi model persahabatan yang ditunjukan Pasek dengan seorang teman kendati sang teman tidak lagi sedang berkuasa. Alih-alih sahabatnya sedang mempunyai kekuatan, melainkan Pasek masih mau bersahabat dikala sahabatnya sedang babak belur. Ibarat dedaunan yang telah dikunyah, kemudian terlanjur dimuntahkan kembali oleh ulat. Bisa dibayangkan.

Tidak banyak orang seperti Pasek dalam role model persahabatan. Persahabatan harus seringkali rapuh atau kandas di tengah jalan karena salah satu di antara mereka merasa tidak merasa nyaman. Atau salah satu di antara mereka yang terjebak dengan batas-batas yang terlihat atau tidak terlihat. Batas yang terlihat, contohnya tentang kekuasaan dan keberlimpahan dalam banyak hal. Sementara itu, batas yang tidak terlihat adalah hal-hal yang hanya tersimpan dalam hati dan tidak terlihat jelas alias samar-samar. Seperti halnya pengkhianatan dan membongkar aib seseorang.

Pasek membuktikan itu semua. Hubungan persahabatannya dengan Anas tidak hanya sebatas dengan kekuasaan saja. Bahkan dalam kesempatan Indonesia Lawyer Club (ILC) Episode 14/01/2014. Ia menegaskan bahwa persahabatan lebih penting dari pada jabatan yang didapatkan. Baginya, jabatan hanya sebentar saja, namun hubungan persahabatan lebih lama dan abadi. Ia memahami bahwa tidak harus bersahabat di kala seseorang tersebut sedang berjaya saja, tetapi ia bertekad menjadi seseorang yang selalu ada bagi sahabatnya saat kesusahan mendera.

Coba kita lihat hubungan persahabatan di tengah kehidupan ini. Berapa banyak model persahabatanharus hancur hanya karena perbedaan pragmatis. Gara-gara berbeda pendapat, pendapatan dan tidak dapat, antar anak manusia yang bersahabat rela berpisah. Berbeda pendapat tentang sesuatu yang tidak mendasar, mereka harus bubar. Berbeda pendapatan, mereka berpisah. Berbeda karena tidak dapat, mereka bercerai berai.

Apalagi persahabatan dalam sebuah kekuasaan. Tentu banyak hal yang membuat kita yakin tak ada teman yang abadi dan tak ada pula musuh yang abadi dalam kekuasaan. Tidak sedikit orang yang semula bersahabat. Sama-sama berjuang dari bawah, saling mengenal dekat satu sama lain, namun ketika memperebutkan sebuah kekuasaan. Hubungan harmoni yang dulu telah mereka bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun, harus kandas karena jabatan lima tahunan dan sebagainya. Harus kandas karena ada orang ketiga. Saling menjelekan satu sama lain dan sebagainya.

Sejatinya, persahabatan adalah bukan sebuah hubungan yang harus bertahan bila kenyamanan sedang didapatkan saja. Lebih dari itu, persahabatan mutlak dibangun berdasarkan prinsip saling meringankan satu sama lain. Bukan meninggalkan di saat terpuruk, dan berusaha manis ketika teman, yang dahulu ditinggalkan, keadaannya berubah 180 derajat alias suksesdan kembali berjaya dan berlimpah, lalu datang dengan memasang wajah tanpa dosa. Berpura-pura hangat dan sebagainya.

Oleh karena itu, adagium tidak bisa berteman di politik, perebutan kekuasaan atau apapun sebenarnya tergantung pada individu masing-masing. Ranah politik tidak bisa dijadikan kambing hitam. Semuanya kembali kepada selera dan niat antar mereka kenapa hubungan persahabatan harus mereka jalin satu sama lain. Can exist only among good poeple.

Pendapat boleh beda, persahabatan harus dijaga. Pendapatan boleh beda, saling meringankan harus terasa. Tidak dapat boleh terjadi. Saling berbagi tentu harus ada. Selama itu semua berdasarkan batas-batas yang diperbolehkan. Bukan berarti dengan alasan persahabatan, semua hal atau tindakan yang merusak, harus dibela dengan cara yang sama. Tentu harus berdasarkan porsinya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun