Mohon tunggu...
Ratu Yulianti Mentari
Ratu Yulianti Mentari Mohon Tunggu... -

short, fun, innocent, i am Abon

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

TUHAN ITU BAIK?

14 Agustus 2012   16:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:46 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Manusia itu semuanya baik? Benar tidak? Aku tidak yakin akan itu”.  Seorang tukang koran berargumentasi dalam benaknya. Acap kali ia berpikir apakah Tuhan itu benar-benar baik?

“Jika Tuhan baik, tidak mungkin Tuhan membiarkan aku menjadi tukang koran, pasti Dia akan menjadikan aku sebagai jutawan muda atau setidaknya menjadi juragan loper koran” ia melanjutkan gumaman hatinya.

Kemudian anak tukang koran itu pun melihat sekelilingnya, jalanan lalu lintas yang sebenarnya sangat kejam yang tidak pernah dibayangkan olehnya, bahwa ia akan mencicipi kerasnya dunia jalanan. Melihat teman-teman sebayanya meminta-minta , mengamen, menghampiri mobil yang dari lampu merah satu ke lampu merah lainnya. Pandangan anak tukang koran tersebut tak sengaja mengarah ke seorang anak perempuan yang umurnya masih sekitar 7-8 tahun berjalan menggunakan tangannya. Bukan karena anak perempuan itu ingin berakrobatik di tengah jalanan yang panas terik matahari. Tapi, ... anak perempuan itu tak memiliki sepasang kaki.

Seketika tukang jual koran itu terhunus hatinya dan mensyukuri akan keadaannya saat ini. “TUHAN, aku bersyukur akan keadaanku sekarang. Tapi, mengapa kau begitu jahat ke anak perempuan itu? Kau berikan ia kesusahan yang benar-benar pedih Tuhan. Kau beri ia kehidupan yang miskin ditambah kecacatan yang kau timpahkan kepadanya, apalagi dia seorang perempuan Tuhan yang kelak ia akan ingin merajut hidup percintaannya. Entahlah aku pusing Tuhan apa maksud dari semua yang Kau berikan ini, aku masih tidak habis pikir sebenarnya semua itu anugerah atau petaka untuk kami”. Anak tukang koran itu menyerah dengan argumennya sendiri.

“Lampu merah tuh lampu merah” teriakan anak-anak loper koran lainnya antusias.

Tok..tok..tok anak loper koran itu mengetuk kaca mobil menawarkan koran. “pak koran pak, 2ribu” ia berusaha menawarkan sambil jari jari hitam kusamnya itu ia acungkan mengisyaratkan harganya 2000. Tapi, tak ada respon dari pengguna mobil tersebut. Ia pun pindah ke mobil lainnya, hasilnya pun nihil tak ada respon dari para pengguna mobil. “Arrrrrgh mengapa manusia itu begitu pelit, aku ini tidak meminta-minta bahkan aku memberi pengetahuan kepada mereka. Tapi, mengapa hanya untuk menyisihkan uang 2000 rupiah saja mereka enggan” keluh si penjual koran.

“hei, aku minta korannya satu ya” ada pembeli dengan garis bibirnya melebar beberapa centi tersenyum. Alangkah bahagianya penjual koran itu ia berlari menghampiri dan uang 2000 rupiah pun sudah digenggamannya, sangking senangnya ia menepok-nepaokkan uang itu dijidatnya.

Begitu terus menerus, jika ada pengendara yang ia tawari tak memberi respon ia akan mengeluh bahwa manusia itu tak ada yang baik. Tapi, ketika ada pembeli yang ramah ia begitu senang sampai-sampai ia lupa akan keluhannya tentang manusia tak ada yang baik. Itu terus yang berulang-ulang berada dibenaknya.

Sampai pada akhirnya, ia mengalami keadaan dimana ia merasa benar-benar salah telah meragukan bahwa Tuhan itu baik atau tidak. Penjual koran itu mengalami tabrakan saat sedang bekerja. Ia bisa dibilang terluka parah. “Tuhan, beruntung sekali aku masing diberi kehidupan, beruntung sekali kakiku hanya patah ,beruntung sekali kakiku tak diamputasi, aku beruntung sekali karna saat ini orang-orang yang dulu jauh denganku tiba-tiba datang dan membawakanku jeruk 1 Kg” .

Seketika pemikiran penjual koran  itu berubah ia begitu yakin bahwa ternyata Tuhan itu baik, karena dia telah  diberikan banyak keberuntungan.

PS:Semoga kita dapat selalu berpikiran positif kepada Tuhan, dan sesungguhnya kita tak pantas hitung-hitungan dengan Tuhan yang telah memberikan nikmatnya walaupun terkadang kita manusia tak sadar akan keberadaan nikmat itu :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun