Mohon tunggu...
Filsafat

HEGEL

9 Januari 2011   16:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:47 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

”..hanya yang masuk akallah yang akan berumur panjang..”

Georg Wilhelm Friedrich Hegel adalah anak sah Romantisisme. Orang hampir dapat megatakan dia berkembang bersama semangatJerman ketika semangat itu perlahan-lahan mulai berkembang di Jerman. Hegel dilahirkan di Stuttgart pada tahun 1770, dan mulai belajar teologi di Tubingen pada usia 18 tahun. Mulai tahun 1799, Hegel bekerja dengan Schelling di Jena pada waktu Gerakan Romantik mengalami pertumbuhannya yang paling pesat. Setelah menjalani satu periode sebagai asisten profesor di Jena, Hegel menjadi profesor di Heidelberg, pusat Romantisisme Nasional Jerman. Pada tahun 1818, Hegel diangkat menjadi profesor di Berlin, tepat pada waktu kota tersebut menjadi pusat spiritual Eropa. Hegel meninggal karena penyakit kolera pada tahun 1813, setelah ’Hegelianisme’ berhasil mendapatkan pengikut yang sangat besar di hampir semua universitas di Jerman. Begitu pula filsafatnya, Hegel menyatukan dan mengembangkan hampir semua gagasan yang muncul ke permukaan pada periode Romantik. Tapi dia sangat kritis terhadap banyak tokoh Romantik, termasuk Schelling. Schelling dan juga tokoh-tokoh Romantik lainnya pernah mengatakan bahwa makna kehidupan yang paling dalam ada pada apa yang mereka sebut ’ruh dunia’. Hegel juga menggunakan istilah ’ruh dunia’, tapi dalam suatu pengertian baru. Ketika Hegel berbicara tentang ’ruh dunia’ atau ’akal dunia’, yang dimaksudkannya adalah seluruh perkataan manusia, sebab hanya manusia yang mempunyai ruh. Dalam pengertian ini, dia dapat membicarakan tentang kemajuan ruh dunia sepanjang sejarah. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa dia mengacu pada kehidupan manusia, pikiran manusia, dan kebudayaan manusia. Hal itu, membuat ruh ini tidak terlalu menakutkan. Ia tidak lagi diam menanti-nanti seperti ’kecerdasan yang tertidur’ di bebatuan dan pepohonan. Hegel mengatakan bahwa ’kebenaran itu subjektif’, dan dengan demikian menyangkal adanya ’kebenaran’ tertinggi di atas atau di luar akal manusia. Semua pengetahuan adalah pengetahuan manusia. Hegel yakin bahwa dasar dari kesadaran manusia berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karena itu tidak ada ’kebenaran abadi’, tidak ada akal yang kekal. Satu-satunya titik pasti yang dapat dijadikan pegangan bagi filsafat adalah sejarah itu sendiri. Bagi Hegel, sejarah itu seperti sungai yang mengalir. Setiap gerakan sekecil apa pun dalam air di tempat tertentu ditentukan oleh jatuh dan berpusarnya air di hulu. Tapi gerakan-gerakan ini pun ditentukan oleh bebatuan dan liku-liku sungai pada titik di mana kamu mengamatinya. Hegel mengemukakan bahwa dalam kaitan dengan refleksi filsafat pun, akal itu dinamis; dalam kenyataannya, itu merupakan suatu proses. Dan ’kebenaran’ adalah proses yang sama, sebab tidak ada kriteria di luar proses sejarah itu sendiri yang dapat menentukan apa yang paling benar atau yang paling masuk akal. Hegel menyatakan bahwa ’ruh dunia’ berkembang menuju pengetahuan itu sendiri yang juga terus berkembang. Sama halnya dengan sungai, makin lama sungai menjadi makin lebar ketika mendekati laut. Menurut Hegel, sejarah adalah kisah tentang ’ruh dunia’ yang lambat laun mendekati kesadaran itu sendiri. Meskipun dunia selalu ada, kebudayaan manusia dan perkembangan manusia telah membuat ruh dunia semakin sadar akan nilainya yang hakiki. Hegel menyatakan bahwa itu merupakan realitas sejarah. Hal itu, bukan suatu ramalan. Siapa pun yang mempelajari sejarah akan mengetahui bahwa umat manusia telah melangkah maju menuju ’pengetahuan-diri’ dan ’perkembangan-diri’ yang semakin miningkat. Menurut Hegel, telaah atas sejarah menunjukkan bahwa umat manusia bergerak menuju rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar. Meskipun ada banyak kendala, perkembangan sejarah selalu bergerak maju. Dalam filsafat Hegel, Individualisme berhadapan dengan sangkalan, atau kebalikkannya. Hegel menekankan apa yang dinamakannya kekuatan ’objektif’. Di antara kekuatan semacam itu, Hegel menekankan pentingnya keluarga, warga masyarakat, dan negara. Dia percaya bahwa individu adalah bagian organis dar masyarakat. Akal, atau ’ruh dunia’, pertama-tama dan terutama dikenal dalam upaya saling pengaruh di antara orang-orang. Menurut Hegel, negara itu ’lebih’ dari individu warga negara. Ia juga lebih dari sekedar sekumpulan warga negara. Maka Hegel mengatakan orang tidak dapat ’melepaskan diri dari masyarakat’. Karena itu, siapa pun yang tidak mempedulikan masyarakat tempatnya tinggal dan ingin ’menemukan jiwa mereka’, akan ditertawakan. Menurut Hegel, bukan individu yang menemukan dirinya, melainkan ruh dunia. Hegel mengatakan bahwa ruh dunia kembali pada dirinya sendiri dalam tiga tahap. Dengan itu yang dimaksudkannya adalah bahwa ia menjadi sadar akan dirinya sendiri dalam tiga tahap yakni, ruh dunia pertama-tama menjadi sadar akan dirinya sendiri dalam individu. Hegel menyebut ini ruh subyektif. Ia mencapai kesadaran yang lebih tinggi dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Hegel menyebut ini ruh obyektif, sebab ia muncul dalam interaksi di antara orang-orang. Ruh dunia mencapai bentuk perwujudan dirinya yang tertinggi dalam ruh mutlak. Dan ruh mutlak ini adalah seni, agama, dan filsafat. Dan di antara semuanya ini, filsafat adalah bentuk pengetahuan tertinggi sebab dalam filsafat, ruh dunia memancarkan pengaruhnya sendiri pada sejarah. Jadi ruh dunia pertama-tama menemukan dirinya dalam filsafat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun