Mohon tunggu...
Ramdlan Nurrohman
Ramdlan Nurrohman Mohon Tunggu... profesional -

Sangat sulit untuk berlaku ikhlas dan sabar dalam hidup. Padahal, inilah kunci hidup yang sebenar-benarnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Nyata Tukang Beca Menjadi Doktor

22 Juni 2016   14:42 Diperbarui: 22 Juni 2016   23:46 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika anak tukang becak menjadi sarjana, itu biasa..."
"Jika anak pembantu menjadi sarjana, itu juga biasa..."
"Tapi jika Tukang Becak menjadi DOKTOR, itu baru luar biasa!!!"

Demikian tagline yang diluncurkan pada acara Launching Buku Ngungudag Guratan Takdir, karya Dr. Roni Nugraha, M.Ag. Peluncuran buku tersebut dilaksanakan pada 19 Juni 2016 di Gedung Aula Qornul Manazil, Jl. Ciganitri-Cipagalo, Kab. Bandung. Acara ini dibanjiri oleh jamaah dari Persatuan Islam, Simpatisan, Akademisi, dan Alumni STAI Persis Bandung. Berlangsung dari mulai pukul 9:30 - 12:00 WIB. Dalam acara ini, diisi pula oleh beberapa orang yang terkait dengan penulis secara langsung, antara lain: KH. Aceng Zakaria (Ketua Umum Persatuan Islam), Prof. Afif Muhammad (Guru Besar UIN), dan Haerudin, M.H. (Anggota DPR RI, fraksi PAN, sekaligus Alumni STAIPI).

Buku setebal 500 halaman ini diangkat dari kisah nyata penulisnya sendiri, Dr. Roni Nugraha, M.Ag., saat kuliah di salah satu perguruan tinggi yang berlokasi di kota Bandung. Berbekal nasihat dari sang Ayah yang menyemangatinya untuk tidak berputus asa dan tetap semangat dalam mengejar takdir. Seluruh kisah penulis --yang saat ini telah merampungkan cita-citanya dalam belantara akademis dan berhasil menyelesaikan studi S3-- dituliskan secara lugas dan apa adanya dengan menggunakan bahasa Sunda.

Roni Nugraha saat sidang terbuka, promosi doktor di UIN Bandung
Roni Nugraha saat sidang terbuka, promosi doktor di UIN Bandung
Sisi spektakuler dari kisah dalam buku ini adalah saat sang anak dengan berbagai pertimbangan memutuskan menjadi penarik becak guna memenuhi kebutuhan kuliah dan hidupnya. Tidak tanggung-tanggung, selama enam tahun kehidupan sebagai penarik becak dijalaninya dengan penuh ketabahan hati. Hingga, studi S1 di kampus STAI Persis Bandung dapat diselesaikan dengan cukup memuaskan. Namun, semangatnya dalam menuntut ilmu tidak terhenti sampai S1. Selanjutnya, jenjang S2 pun dijalaninya dengan tetap mengayuh becak di daerah Panyileukan, kota Bandung.

profile-576ac0d9167b611a0585a310.jpg
profile-576ac0d9167b611a0585a310.jpg
Tentu saja, buku yang dipaparkan dengan bahasa Sunda ini menjawab tantangan dunia perbukuan tanah air yang saat ini hampir surut dalam menerbitkan buku-buku berbahasa daerah. Semoga menjadi bagian dalam memberikan motivasi sekaligus menjawab tantangan untuk generasi saat ini, yang hampir manja dalam menyelesaikan studi dengan segala fasilitasnya. Akhir kata, Ketidakmungkinan itu dapat dihapuskan dengan tekad yang kuat dan berkesinambungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun