Bandung sering diromantisasi dengan kata-kata manis. Pidi Baiq, misalnya, pernah berkata, "Dan Bandung, bagiku, bukan cuma masalah geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi." Kalimat lain yang terkenal berbunyi, "Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum." Tapi, sebagai seseorang yang telah tinggal di Bandung selama sembilan tahun, izinkan saya untuk membuka mata kita semua dan mencatat dosa-dosa kota ini sebagai bentuk rasa cinta yang sesungguhnya.
1. Bandung, Kota yang Gelap
Bandung estetik? Omong kosong besar. Kota ini bisa disebut sebagai kota yang gelap dalam arti sebenarnya. Banyak jalan protokol di Bandung gelap gulita pada malam hari. Lampu penerangan jalan hanya menjadi hiasan mati di pinggir jalan. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga soal keselamatan.
Lebih dari itu, Bandung gelap seperti Gotham City. Kota ini dikuasai kegelapan, bukan hanya karena kurangnya pencahayaan, tapi juga karena maraknya begal dan geng motor yang beraksi tanpa henti di malam hari. Kejahatan jalanan terus terjadi dan seolah dibiarkan. Di mana rasa aman yang seharusnya kita rasakan di kota ini?
2. Bandung yang Panas dan Macet
Dulu, Bandung dikenal sebagai kota yang sejuk dengan lalu lintas yang lancar. Sekarang? Bandung panas dan macet parah. Banjir menjadi pemandangan biasa di banyak titik kota. Udara panas yang menggila ini disebabkan oleh pembangunan yang serampangan di Kawasan Bandung Utara, yang seharusnya menjadi kawasan resapan air malah dibangun perumahan, hotel, dan apartemen.
Pengurangan drastis jumlah pepohonan membuat udara semakin panas dan menyebabkan banjir. Bandung, yang seharusnya sejuk dan nyaman, kini berubah menjadi neraka kecil dengan panas, macet, dan banjir yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
3. Korupsi di Pemerintahan
Dalam 20 tahun terakhir, dua walikota Bandung tertangkap korupsi. Ini bukan kebetulan. Ini adalah bukti bahwa kota ini berada dalam kekacauan. Korupsi di pemerintahan menambah panjang daftar dosa Bandung. Gelap, kriminalitas merajalela, udara panas, macet, banjir, dan korupsi menjadi santapan sehari-hari warga Bandung. Kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin menipis, sementara masalah kota terus menumpuk tanpa solusi nyata.
Kesimpulan
Romantisasi Bandung sebagai kota estetik tidak bisa menutupi realita pahit yang kita hadapi setiap hari. Kota ini membutuhkan perubahan radikal. Pembangunan harus memperhatikan lingkungan, kriminalitas harus ditindak tegas, infrastruktur penerangan harus diperbaiki, dan pemerintahan harus bersih dari korupsi.
Bandung yang kita cintai layak mendapatkan tindakan nyata. Hanya dengan keberanian dan komitmen bersama, kita bisa mengembalikan keindahan dan kenyamanan yang sebenarnya ke kota ini. Mari bangkit dan wujudkan Bandung yang benar-benar estetik, bukan hanya dalam kata-kata manis, tetapi dalam kenyataan hidup kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H