Bao Xing mengambil dupa, membakarnya, lalu bersujud tiga kali. Bao Zheng diam-diam tersenyum kecil, ketika melihat Bao Xing naik ke atas meja tinggi, mengambil batu cinnabar, mencelupkan alat tulis, menulis di atas kertas kuning. Menulis sebentar, ia merasakan pergelangan tangan bergerak sendiri, seakan-akan ada orang yang menggerakkannya. Ketika diri sendiri melihat, pada kertas tertulis: “Tidak baik, tidak baik! Harus dipukul, harus dipukul!” Bao Xing dalam hati ketakutan, setelah membakar kertas itu dengan nyala lilin, segera menuruni altar.
Ia melihat Bao Zheng duduk di samping. Bao Xing maju ke hadapannya berkata, “Tuan daripada duduk di sini, mengapa tidak duduk di atas meja saja?” Bao Zheng mau tidak mau berdiri dan duduk di atas altar; ia melihat di atas meja terdapat sebilah pedang bermata ganda, juga terdapat batu cinnabar, kertas kuning, alat tulis, batu tinta. Bao Zheng dalam hati menertawakan dan berpikir, “Ia repot-repot mau mempersiapkan hal ini.” Ia mengangkat alat tulis, mencelupkannya ke dalam batu cinnabar, menguaskannya ke kertas kuning, tanpa sadar pergelangan tangannya bergerak sendiri, dengan mudah menuliskan sesuatu. Ketika ia ingin melihat kertas itu, terdengar dari luar ada suara orang terkejut dan ada sesuatu terjatuh.
Bao Zheng segera turun dari altar membawa pedang bermata dua. Ketika keluar dari kamar, ternyata Li Bao berada di depan pintu kamar. Terlihat ia ketakutan dan berkata, “Tuan membuatku ketakutan setengah mati. Baru saja dari dalam tampak sekilas cahaya putih yang menerobos keluar dari pintu. Saya ketika melihatnya, ketakutan dan terjatuh.”
Bao Zheng kebingungan. Ia masuk ke dalam kamar, tetapi tidak dapat menemukan Bao Xing. Ketika mencari bersama dengan Li Bao, terlihat Bao Xing sedang bersembunyi di bawah meja. Melihat ada orang masuk, Bao Xing memberanikan diri keluar dan berkata,”Memberitahukan kalian, cara tuan muda kami tidak boleh dilihat, makanya saya bersembunyi di bawah meja. Kalian kenapa tidak mematuhi perintah? Untungnya kemampuan gaib tuan kami tidak terbatas.” Bao Xing berbohong seakan-akan benar-benar terjadi, ini adalah kepandaiannya berimprovisasi.
Li Bao berkata, “Karena tuan dan nyonya kami mengkhawatirkan tuan muda bekerja malam-malam, menyuruh saya datang melihat agar meminta tuan segera tidur.” Bao Zheng setelah mendengarnya menyuruh Bao Xing membawa lentera meninggalkan kamar.
Li Bao menyuruh orang membereskan altar dan menemukan tulisan kaligrafi dari cinnabar pada kertas kuning. Ia menyangka itu jimat perlindungan yang ditinggalkan Bao Zheng. Membawa pedang bermata ganda, ia berbalik menuju ruang utama dan berkata, “Tuan muda Bao sudah pergi tidur, ini pedang bermata ganda, juga ada jimat, yang diberikan kepada kita.” Seorang pelayan wanita menerimanya.
Li Bao baru saja bermaksud berbalik arah, tiba-tiba terdengar Tuan Li berkata, “Qie Zhu, bawa perlihatkan kepada saya.” Pelayan wanita itu memberikan kertas kuning berisi tulisan kaligrafi itu. Tuan Li menggunakan pelita membacanya. Itu ternyata bukan jimat, tetapi sebuah syair berbunyi: “Menghindari bencana di gunung menerima banyak kebaikan, kue untuk berbuat kejahatan dijatuhkan ke tanah. Menyelamatkan tuan ketika mencari penjepit rambut di dasar sumur, tiga kali membalas budi dengan mengadakan pernikahan.” Tuan Li membaca dengan seksama syair yang menyiratkan suatu kejadian pada masa lampau ini, tetapi tidak dapat memahaminya. Ia menyuruh Li Bao menanyakan kepada Bao Xing tentang kejadian tersebut dan juga menanyakan apakah Bao sudah menikah. Li Bao menerima perintah itu.
Mengapa Tuan Li ingin mengetahui hal ini? Karena kemarin setelah bertemu dengan Bao Zheng di ruang belajar, kembali ke rumah dan menemui nyonya. Ia memuji Bao Zheng dengan berkata, “Bao Zheng kepribadiannya baik, pengetahuan baik, kelak kemampuannya tidak terbatas.” Nyonya Zhang berkata, “Jika demikian, jika ia berhasil menyembuhkan anak kita, kenapa tidak menikahkan anak kita dengannya?”
Tuan Li berkata, “Istriku, ini juga maksudku. Lihat bagaimana penyakit anak kita, baru membicarakannya lagi.” Oleh sebab itu, pasangan suami istri itu mengkhawatirkan hal ini. Setelah mendengar Li Bao mengatakan mereka berdua masih di atas altar menangkap siluman, tidak berani mengganggu dan menyuruh mereka tidur lebih awal. Ketika hari sudah larut malam, mereka berdua juga belum tidur, maka menyuruh Li Bao pergi melihat. Ternyata Li Bao kembali membawa kertas berisi tulisan itu, oleh sebabnya menyuruhnya bertanya.
Keesokan harinya, penyakit nona Li mereda dan berangsur-angsur sembuh. Ini sungguh menakjubkan. Tuan dan nyonya Li sangat bergembira. Segera setelah mandi, Li Bao datang dan berkata, “Kemarin malam bertanya kepada Bao Xing. Ia mengatakan kejadian masa lampau dalam tulisan kaligrafi itu sesungguhnya adalah tuan mudanya sejak kecil bertemu dengan ketidakberuntungan, tetapi setiap kali ketidakberuntungan itu berubah menjadi keberuntungan dan tidak terbunuh. Lebih lanjut menanyakan, ternyata tuan muda Bao masih belum menikah.”
Mendengar hal ini, Tuan Li dalam hati bergembira, memahami ini adalah siluman rubah yang membalas budi, dengan mengatur suatu ikatan pernikahan yang baik ini. Ia merapikan pakaiannya dan pergi ke ruang belajar. Li Bao menyampaikan kedatangan Tuan Li, Bao Zheng keluar menyambutnya. Tuan Li tersenyum berkata, “Putriku berterima kasih telah diselamatkan tuan muda. Sekarang penyakitnya sudah sembuh. Ini benar-benar menakjubkan. Saya tidak memiliki anak laki-laki, hanya seorang anak perempuan, yang masih belum menikah dan bermaksud menikahkan anak kami dengan tuan muda. Tidak tahu bagaimana pendapat tuan muda?” Bao Zheng menjawab, “Masalah ini saya tidak berani memutuskan sendiri, tetapi harus memberitahukan kepada orang tua dan kakak serta kakak ipar, baru kemudian memutuskan pernikahan ini.”