Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Legenda Putri Miaoshan (Perwujudan Wanita Avalokitesvara/Guan Yin)

15 Oktober 2011   07:14 Diperbarui: 10 September 2021   08:56 4833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Avalokitesvara dalam perwujudan sebagai pria

Ketika utusan datang, Miaoshan mematuhi perintah kerajaan dan berkata pada komunitas bhiksuni: “Undurkanlah diri kalian semua. Aku akan dieksekusi.” Miaoshan kemudian keluar untuk menemui kematiannya. Pada saat itu, ketika ia hampir saja terkena bilah pedang, dewa gunung dari Gunung Naga, yang mengetahui bahwa Miaoshan, Bodhisattva yang berkekuatan hebat, berada pada kondisi akan menyelesaikan karir spiritualnya dan menyelamatkan banyak makhluk, namun ayahnya yang jahat melakukan kekeliruan dengan memberikan perintah untuk memenggal Miaoshan, dengan kekuatan dewanya, (sang dewa gunung) membuat langit menjadi gelap dengan angin yang sangat kencang, halilintar dan petir. Ia membawa pergi Miaoshan dan menempatkannya di kaki gunung. Sang utusan, tidak mengetahui di mana Miaoshan, pergi dengan terburu-buru untuk melaporkan hal tersebut pada raja.  Sang raja, kaget dan marah, mengirim lima ratus prajurit untuk memenggal seluruh komunitas bhiksuni dan membakar semua bangunan mereka. Permaisuri dan para anggota keluarga kerajaan semuanya menangis tersedu-sedu, berkata bahwa anak perempuannya telah meninggal dan tidak ada harapan untuk selamat. Sang raja berkata pada istrinya: “Janganlah bersedih. Anak gadis itu bukanlah keturunanku. Ia pastilah seorang iblis yang terlahir di dalam keluargaku. Kita harus memusnahkan iblis tersebut karena ini adalah sebab dari kebahagiaan yang sangat besar!” 

Bertapa di Gunung Xiangshan 

Miaoshan, yang telah dibawa pergi dengan kemampuan batin ke kaki Gunung Naga, melihat sekelilingnya dan melihat bahwa tidak ada seorangpun di sana. Kemudian dengan langkah pelan ia mendaki gunung tersebut. Tiba-tiba ia merasakan bau yang busuk dan tidak mengenakkan, dan kemudian berpikir: “Hutan pegunungan ini terpencil dan sunyi: mengapa ada bau seperti ini?” Dewa gunung muncul dalam wujud seorang laki-laki tua dan menemui Miaoshan dengan berkata: “Gadis baik, kemanakah engkau ingin pergi?”  

Miaoshan berkata “Aku berkinginan untuk pergi ke atas gunung ini untuk mempraktekkan Dharma.” Laki-laki tua tersebut berkata: “Gunung ini adalah tempat tinggal para hewan dengan cangkang dan rangka, kulit dan bulu. Ini bukanlah tempat untukmu untuk berlatih, gadis baik.” Miaoshan bertanya: “Apa nama gunung ini?” Laki-laki tua tersebut berkata: “Ini adalah Gunung Naga. Naga-naga tinggal di gunung ini, maka gunung ini dinamakan berdasarkan mereka.” “Bagaimana dengan pegunungan disebelah barat dari sini?” Ia menjawab: “Itu juga kediaman para naga, dan oleh karena alasan ini pegunungan tersebut disebut sebagai Pegunungan Naga Kecil. Hanya di antara dua pegunungan di sana, terdapat bukit kecil bernama Xiangshan. Tempat itu suci dan bersih, sebuah tempat yang cocok bagimu untuk melakukan latihan, gadis baik.” Miaoshan berkata: “Siapakah dirimu, yang menunjukkan padaku tempat untuk tinggal?” Sang laki-laki tua tersebut berkata: “Pengikutmu ini bukanlah seorang manusia, namun dewa di gunung ini. Engkau, gadis baik, akan menyelesaikan karir spiritualmu dan aku sebagai pengikutmu berikrar akan melindungi dan menjagamu.” 

Selesai mengucapkan kata-kata ini, ia lenyap.  Miaoshan sekarang pergi ke Xiangshan, mendaki ke puncaknya dan melihat sekeliling. Tempat itu sungguh tenang, tidak ada jejak manusia satu pun dan ia berkata pada dirinya: “Tempat ini sesuai untuk karir pencerahanku.” Maka ia pergi ke puncak dan membangun sebuah tempat tinggal untuknya berlatih. Ia memakai rerumputan sebagai pakaian, makan dari pohon-pohon dan tidak ada orang yang mengetahui keberadaanya selama tiga tahun penuh. 

Penyakit Raja dan Penyembuhannya 

ementara itu ayahnya sang raja menderita penyakit kamala (sakit kuning) karena karma buruknya. Penyakit itu menyebar di seluruh kulit dan tubuhnya dan ia tidak dapat tidur nyenyak. Tabib-tabib terbaik di kerajaan tersebut tidak dapat menyembuhkannya. Permaisuri dan keluarga kerajaan mengkhawatirkannya pagi dan malam. Suatu hari seorang bhiksu asing berdiri di depan istana bagian dalam dan berkata: “Aku punya obat ajaib yang dapat menyembuhkan penyakit sang raja.” Ketika orang-orang raja mendengar kata-kata tersebut, mereka dengan segera melaporkan hal tersebut pada raja dan ketika ia mendengar hal tersebut, mengundang masuk sang bhiksu ke istana bagian dalam.  Sang bhiksu berkata padanya: “Aku, seorang bhiksu miskin, mempunyai obat untuk menyembuhkan penyakit baginda.” Sang raja berkata: “Obat apakah yang engkau miliki untuk menyembuhkan penyakitku?” Sang bhiksu berkata: “Aku mempunyai resep yang membutuhkan dua bahan ramuan obat utama.” Sang raja bertanya apakah itu dan bhiksu tersebut menjawab: “Obat ini dapat dibuat dengan menggunakan tangan dan mata dari seseorang yang tidak memiliki amarah.” Sang raja berkata: “Jangan berbicara sembrono. Jika aku mengambil tangan dan bola mata seseorang, bukankah mereka pasti akan marah?”  

Bhiksu tersebut berkata: “Orang seperti itu tidak ada di kerajaanmu.” Sang raja bertanya: “Di manakah tangan dan bola mata tersebut berada?” dan bhiksu tersebut menjawab: “Di barat daya dari wilayah kekuasaanmu ada sebuah pegunungan bernama Xiangshan. Di puncaknya terdapat pertapa yang menjalankan latihan dengan kebajikan yang luar biasa, meskipun tidak ada orang yang mengetahui hal tersebut. Orang ini tidak mempunyai amarah.” Sang raja berkata: “Bagaimana caranya tangan dan bola mata sang pertapa didapatkan?” Bhiksu tersebut berkata: “Tidak ada seorangpun yang dapat mencarinya: tangan dan bola mata tersebut ada hanya untukmu sang raja. Di masa lampau, pertapa ini memiliki jodoh karma yang sangat dekat denganmu. Dengan mendapatkan kedua tangan dan bola matanya, penyakit Baginda akan sembuh segera, tanpa keraguan sama sekali.”  

Ketika ia mendengar hal ini, sang raja membakar dupa dan mengucapkan doa ini: “Jika penyakit mengerikan ini memang dapat tersembuhkan, semoga pertapa ini memberikan padaku kedua tangan dan bola matanya tanpa keraguan ataupun dendam.” Doanya selesai, ia memerintahlan seorang utusan untuk pergi, dengan membawa dupa, ke atas pegunungan.  Ketika sang utusan datang ia melihat, di dalam rumah jerami, terdapat seorang pertapa yang tubuhnya agung dan mengesankan, duduk bersila di sana. Ia membakar dupa dan mengucapkan titah raja: “Raja dari kerajaan menderita penyakit kamala selama tiga tahun sampai sekarang. Para tabib hebat, semua obat-obatan di seluruh kerajaan tidak dapat menyembuhkannya. Seorang bhiksu telah memberikan sebuah resep: dengan menggunakan kedua tangan dan bola mata dari seseorang yang tidak memiliki amarah, maka obat dapat dibuat. Dan sekarang, dengan penghormatan yang sangat dalam, kami telah mendengar tentangmu, pertapa suci, berpraktek Dharma dengan kebajikan yang luar biasa dan kami percaya bahwa engkau pastilah tidak memiliki amarah. Kami memberanikan diri memohon padamu (agar memberikan) kedua lengan dan bola matamu untuk menyembuhkan penyakit sang raja."  

Sang utusan membungkuk bernamaskara dua kali dan Miaoshan berpikir: “Ayahku sang raja tidak menghormati Triratna, ia menyiksa dan menekan ajaran Buddha, ia membakar bangunan-bangunan vihara, ia membunuh komunitas para bhiksuni. Ia mengundang akibat penyakit ini. Dengan kedua tangan dan bola mataku, aku akan menyelamatkan sang raja dari kesusahannya.” Setelah berpikir seperti ini, ia berkata pada utusan tersebut: “Ini pastilah karena penolakan rajamu untuk yakin pada Triratna yang menyebabkannya menderita penyakit jahat ini. Aku akan memberikan kedua tangan dan bola mataku sebagai obat untuknya. Satu-satunya harapanku adalah bahwa obat tersebut dapat cocok dengan penyakit yang dideritanya dan dapat melenyapkan penyakit sang raja. Sang raja harus mengarahkan pikirannya menuju pencerahan dan berikrar untuk berlindung di bawah Triratna: barulah ia akan mendapatkan kesembuhan.”  

Selesai mengucapkan kata-kata ini, ia mengeluarkan kedua bola matanya dengan menggunakan sebilah pisau, kemudian berkata pada utusan tersebut untuk memotong kedua tangannya. Pada saat tersebut, seluruh pegunungan bergetar dan dari angkasa terdengar suara berkata padanya: “Langka, sungguh langka! Ia mampu menyelamatkan semua makhluk hidup, dengan melakukan hal-hal yang tidak mungkin di dunia ini!”  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun