Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kosmologi Buddhis (bagian 2)

25 Februari 2010   14:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44 4292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

(Sambungan dari bagian pertama)

Siklus Alam Semesta

Menurut agama Buddha, alam semesta telah mengalami banyak siklus pembentukan dan kehancuran yang tidak terhitung. Periode dari terbentuknya alam semesta sampai dengan kehancurannya disebut mahakappa atau mahakalpa. Lamanya satu siklus semesta atau satu mahakappa tidak pernah dihitung dalam angka tahun yang pasti, tetapi hanya dikatakan sangat lama. Buddha menjelaskan lamanya satu mahakappa sebagai berikut:

“Andaikan, para bhikkhu, terdapat sebuah batu besar yang bermassa padat, satu mil panjangnya, satu mil lebarnya, satu mil tingginya, tanpa ada retak atau cacat, dan setiap seratus tahun sekali seseorang akan datang dan menggosoknya dengan sehelai kain sutra, maka batu tersebut akan aus dan habis lebih cepat daripada satu siklus dunia. Namun dari siklus-siklus dunia tersebut, para bhikkhu, banyak yang telah dilewati, beratus-ratus, beribu-ribu, beratus-ratus ribu. Bagaimana hal ini mungkin? Tidak terbayangkan, para bhikkhu, lingkaran kehidupan (samsara) ini, tidak dapat ditemukan awal mula dari makhluk pertama, yang dihalangi oleh ketidaktahuan dan diliputi oleh nafsu keinginan, berkelana ke sana ke mari dalam lingkaran kelahiran kembali ini.” (Samyutta Nikaya, XV:5)

Dengan demikian usia alam semesta dari terbentuknya sampai kehancurannya sangatlah panjang, tidak terhitung bahkan dalam milyaran tahun. Karena terdapat banyak sekali siklus pembentukan dan kehancuran alam semesta, maka tidak dapat diketahui bagaimana awal mula makhluk pertama yang terdapat dalam lingkaran kehidupan dan kematian ini. Dalam hal ini agama Buddha cenderung menganggap awal mula pertama alam semesta tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia biasa (acinteyya), oleh sebabnya menyerahkan persoalan ini sepenuhnya kepada ilmu pengetahuan.

Lebih lanjut siklus alam semesta dibagi menjadi empat periode yang disebut asankheyya kappa (masa tak terhitung), yaitu:
1.    Periode kehancuran (samvatta-kappa).
2.    Periode berlangsungnya kehancuran (samvattatthayi-kappa).
3.    Periode pembentukan (vivatta-kappa).
4.    Periode berlangsungnya pembentukan (vivattatthayi-kappa).

“Berapa lama kehancuran dunia akan terjadi, berapa lama berlangsungnya kehancuran, berapa lama pembentukan, berapa lama berlangsungnya pembentukan, dari hal-hal demikian, para bhikkhu, seseorang akan sukar mengatakan bahwa ini akan terjadi bertahun-tahun, atau berabad-abad, atau beribu-ribu tahun, atau beratus-ratus ribu tahun,” demikianlah sabda Sang Buddha tentang lamanya setiap periode dalam satu siklus alam semesta dalam Anguttara Nikaya IV:156 yang menyiratkan bahwa panjang masing-masing periode tersebut tak terhitung lamanya.

Periode pertama dari siklus semesta dimulai saat terjadinya hujan deras yang menyirami seratus milyar tata surya (kotisatasahassa cakkavala) sampai padamnya api (jika alam semesta hancur karena api), surutnya air (jika alam semesta hancur karena air), atau redanya angin besar (jika alam semesta hancur karena angin). Dengan demikian, kehancuran alam semesta dapat disebabkan oleh unsur api, air atau angin. Dalam agama Buddha setiap materi (rupa) dibentuk dari 4 unsur dasar (mahabhuta), yaitu:
1.    Unsur tanah: unsur yang memberi landasan atau fondasi bagi unsur lainnya, yang bersifat padat dan memberi ruang (spasial).
2.    Unsur api: unsur yang berkenaan dengan suhu dan energi, termasuk di dalamnya energi kalor, radiasi, dan cahaya.
3.    Unsur air: unsur yang memiliki sifat kohesi (gaya tarik-menarik antar partikel yang sejenis) atau adhesi (gaya tarik-menarik antar partikel yang tidak sejenis) seperti zat cair dan sejenisnya.
4.    Unsur angin: unsur yang memberi unsur lainnya kemampuan gerak atau tekanan, misalnya gaya dan tekanan udara/atmosfer.

Kehancuran semesta oleh api digambarkan sebagai berikut: Karena terjadinya hujan deras yang jatuh di seluruh alam semesta, manusia bergembira, mereka mengeluarkan benih simpanan mereka, dan menanamnya, tetapi ketika kecambah mulai tumbuh cukup tinggi bagi anak sapi untuk merumput, tiada lagi hujan yang turun setetes pun sejak saat itu. Para mahluk yang hidupnya bergantung dari air hujan menjadi mati dan terlahir kembali di alam Brahma, begitu juga para dewa yang hidupnya tergantung pada buah-buahan dan bunga. Setelah melewati periode yang sangat panjang dalam kemarau seperti ini, air mulai mengering sehingga para makhluk air seperti ikan dan kura-kura mati dan terlahir kembali di alam Brahma. Demikian juga para mahluk penghuni neraka (ada juga yang mengatakan para mahluk penghuni neraka mati dengan kemunculan matahari ketujuh).

Setelah beberapa periode yang sangat lama, akan muncul matahari kedua, di mana ketika matahari pertama tenggelam, matahari kedua akan terbit sehingga siang dan malam tidak bisa dibedakan serta bumi terus-menerus diterpa terik matahari. Angkasa akan menjadi hampa tanpa kehadiran awan dan uap air. Dimulai dengan anak sungai, air di semua sungai, kecuali sungai-sungai besar, akan menguap. Setelah waktu yang panjang berlalu matahari ketiga muncul. Dengan munculnya matahari ketiga air dari semua sungai besar juga menguap. Kemudian setelah periode yang lama berlalu matahari keempat muncul, danau-danau besar yang menjadi sumber mata air sungai-sungai besar juga ikut menguap.
Setelah sekian lama berlalu akan muncul matahari kelima di mana air yang tersisa di samudera tidak cukup tinggi untuk membasahi satu ruas jari tangan. Kemudian di akhir periode itu muncullah matahari keenam yang membuat seluruh dunia menguap menjadi gas, semua kelembabannya telah menguap, seratus milyar tata surya yang ada di sekeliling tatasurya kita sama nasibnya seperti tata surya kita.

Setelah lama berlalu matahari ketujuh muncul. Setelah munculnya matahari ketujuh, seluruh dunia (tatasurya kita) bersama dengan seratus milyar tatasurya yang lain terbakar habis. Puncak gunung Sineru yang tingginya lebih dari seratus yojana (1 yojana kurang lebih sama dengan 7 mil) juga ikut hancur berantakan dan lenyap di angkasa. Kebakaran bertambah besar dan menyerang alam surga Catumaharajika sampai ke alam Brahma di mana api akan berhenti sebelum mencapai alam Brahma Abhassara. Selama masih ada bentuk walaupun seukuran atom, api itu tidak lenyap karena api hanya lenyap setelah semua materi musnah terbakar, seperti api yang membakar ghee (lemak yang berasal dari susu) dan minyak tidak meninggalkan debu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun