Di sepanjang Gang Kutilang, suatu pagi yang cerah, empat pekerja berdiri di tepi lubang-lubang menganga yang mereka buat dengan teliti. Pada saat matahari baru mulai menyebarkan sinarnya di atas atap-atap genteng, mereka sudah sibuk mempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk pekerjaan mereka.
pipa, tetapi bagi mereka, setiap sentimeter lubang adalah bagian dari proses perubahan yang sedang mereka upayakan.
Pada dasarnya, lubang-lubang itu tidak begitu istimewa jika dilihat dari segi ukurannya. Berbentuk segiempat dengan dimensi yang cukup standar untuk instalasi"Pak, standarnya seperti ini ya?" tanya salah seorang dari mereka, seorang bapak yang keriput di wajahnya namun penuh dengan pengalaman.
"Ya, yang penting kenyamanan kerja kita," jawab sang pengawas dengan senyum ramahnya.
Mereka mulai bekerja dengan penuh semangat. Paving yang sudah tertata rapi harus mereka bongkar dengan hati-hati. Tanah yang padat mereka gali, mencapai kedalaman yang tepat sesuai perencanaan. Di sinilah bor manual horisontal menjadi pilihan utama. Dengan tekad yang sama, mereka membuka sepuluh titik galian sepanjang jalan itu, mengikuti panduan teknis yang telah mereka pelajari dari pengalaman bertahun-tahun.
Alat bor menjadi sahabat mereka. Potongan paralon setiap kali masuk dan berputar di dalam lubang, merentangkan jalan untuk jalur air yang akan datang. Tanah lunak yang mereka temui di beberapa titik menguji keuletan mereka, tetapi dengan semangat yang tak pernah pudar, mereka melanjutkan pekerjaan mereka.
Ember digunakan untuk mengangkut air, linggis untuk membuka tanah yang keras, gergaji besi untuk menyesuaikan paralon, tali untuk mengukur, dan sekop untuk meratakan. Semua alat itu tidak sekadar perkakas, melainkan bagian dari perjuangan mereka dalam menciptakan infrastruktur yang melayani masyarakat.
Setiap hari, mereka bekerja dengan hati-hati dan penuh rasa tanggung jawab. Pekerjaan pemasangan pipa jaringan air minum sudah memasuki hari ketiga, bukan hanya pekerjaan biasa, melainkan bagian dari ikhtiar mereka untuk memberikan yang terbaik bagi warga. Dan lubang-lubang yang menganga tidak hanya menjadi simbol perubahan fisik, tetapi juga cermin dari tekad dan semangat yang mengalir di hati mereka. Warga secara sukarela menyediakan teh dan kopi, serta kudapan lainnya seperti pisang goreng dan singkong goreng.Â
Di tengah kesibukan para pekerja yang tengah berkutat dengan lubang-lubang dan peralatan mereka, beberapa warga sekitar Gang Kutilang mulai berdatangan. Mereka berkumpul di pinggir jalan, mengamati dengan rasa penasaran dan tertarik pada pekerjaan yang sedang dilakukan.
Indawan, seorang pria paruh baya dengan kacamata tebal, menggaruk kepalanya sambil berkomentar, "Ini nih, lihat Inda, kok kayaknya ada yang beda ya dengan gang kita ini."
Mujiono, yang duduk di atas batu besar sambil menghisap rokoknya, menimpali dengan nada heran, "Iya nih, Mbah. Tadi pagi lewat sini belum ada yang kayak gini."