Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... Freelancer - guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jambu Jamaika

27 Juni 2024   07:52 Diperbarui: 27 Juni 2024   07:58 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu di Gang Kutilang, matahari baru saja muncul ketika Amet sedang mencuci mobil di halaman rumahnya. Gemericik air yang mengalir dari selang menciptakan suasana tenang dan damai. Di depan rumah, terdapat dua pohon buah yang sudah tua, satu pohon mangga milik Pak Rozak dan satu pohon jambu Jamaika milik Pak Indawan.

Amet tengah asyik menggosok bagian kap mobil ketika tiba-tiba Pak Indawan keluar dari rumahnya. Dengan langkah sigap, ia membuka pintu depan dan memanggil Amet.

"Met, ambil saja jambunya. Itu sudah jadi makanan codot, kelelawar," kata Pak Indawan sambil menunjuk ke arah pohon jambu Jamaika yang lebat buahnya.

Amet tersenyum mendengar tawaran tersebut. Sebelum sempat merespons, muncul Aldo dari ujung gang. Aldo masih mengenakan singlet putih dan mengalungkan handuk di lehernya. Rupanya ia sedang bersiap mandi, tetapi tergoda untuk bergabung mendengar obrolan mereka.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
"Eh, ada apa ini? Pagi-pagi sudah ramai," sapa Aldo dengan wajah penasaran.
Pak Indawan tertawa kecil dan menjulurkan galah paralon PVC yang ujungnya telah dipasangi potongan botol air mineral satu literan. "Ambil saja jambunya, Do. Banyak yang sudah matang, daripada dimakan kelelawar."

Aldo menyambut galah tersebut dengan antusias. "Baiklah, saya coba ambil beberapa," katanya sembari memposisikan galah ke arah buah jambu yang warnanya sudah merah kehitaman.

Amet menghampiri Aldo, memberikan arahan. "Yang itu, Do. Yang warnanya sudah merah gelap, itu sudah matang."


Aldo dengan cekatan mulai memetik buah jambu satu per satu. Sesekali, buah yang diambilnya jatuh ke tanah dan pecah, tetapi masih bisa dikonsumsi sebagian.

"Ah, sayang sekali jatuh," ujar Aldo sambil mengambil buah yang jatuh dan memeriksanya.

"Tidak apa-apa, Do. Yang penting kita bisa makan buahnya. Lagipula, kelelawar pasti sudah mengincar semua ini," kata Amet sambil tertawa.

Mereka terus memetik buah jambu, bercengkerama sambil menikmati pagi yang cerah. Buah-buah jambu yang sudah matang menumpuk di ember yang mereka bawa. Sesekali, mereka berhenti untuk menggigit jambu yang baru saja dipetik, menikmati rasa manis dan segarnya.

"Sungguh nikmat bisa menikmati buah segar langsung dari pohonnya," kata Aldo sambil menikmati buah jambu yang baru dipetik.

Pak Indawan tersenyum puas melihat keceriaan di wajah Amet dan Aldo. "Nah, itulah gunanya tetangga. Saling membantu dan berbagi," katanya bijak.

Mereka terus memetik hingga semua buah jambu yang matang terkumpul. Pagi itu di Gang Kutilang, kebersamaan mereka terasa lebih manis dari buah jambu yang mereka nikmati. Kehangatan dan kebersamaan di antara tetangga menjadi momen berharga yang akan selalu mereka kenang.

Setelah selesai, mereka semua kembali ke aktivitas masing-masing dengan senyum puas di wajah. Pagi yang sederhana namun penuh makna, di bawah dua pohon buah yang menjadi saksi kebersamaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun