Mohon tunggu...
Mpu Tigan
Mpu Tigan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Idol Democracy" dan Bahayanya

11 April 2018   13:55 Diperbarui: 11 April 2018   14:12 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan adanya demokrasi, masyarakat bisa menyuarakan apa yang masyarakat kehendaki. Bahkan ekstrimnya, masyarakat bisa menyuarakan untuk menolak demokrasi. Di Indonesia sendiri semenjak Orde Baru tumbang, demokrasi berkembang cukup baik. Terbukti dengan banyaknya antusias parpol untuk mengikuti pemilu dan adanya pemilu secara langsung oleh rakyat baik. Bahkan di 2014 kemarin, Dunia Internasional mengapresiasi kualitas pemilu di Indonesia, hal itu sebagai bukti bahwa demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik.

Seiring perkembangan jaman, demokrasi di Indonesia mulai menunjukkkan tanda-tanda perubahan wujud baru atau evolusi. Kontestasi politik yang panas di Pemilu 2014 dan Pilkada 2017 (khususnya Jakarta) menimbulkan rasa fanatisme di kalangan masyarakat. 

Masyarakat yang fanatis ini sudah bagaikan para fans-fans KPOP yang gemar TwitWar membela para idol nya dan bahkan sampai terkesan lebay, atau masyarakat menyebutnya makhluk alay. Kefanatisan pada elit-elit politik ini yang nantinya bisa memunculkan Idol Democracy, dimana para elit politik dipuja-puja seperti idol KPOP atau bahkan seperti nabi, sedangkan elit musuh dihina-hina bagaikan pengkhianat negara. Fanatisme pada elit politik ini dapat membutakan pandangan objektif kita terhadap kebijakan-kebijakan para elit. 

Sejauh ini kuantitas haters-lovers, pro-kontra memang masih seimbang dan sebaiknya kita harus menjaga keseimbangan ini karena apabila banyak lovers, bisa-bisa memunculkan bibit-bibit kediktatoran. Sedangkan banyak haters, bisa memicu revolusi. Adanya fanatisme ini malah dimanfaatkan para parpol untuk memenangkan pemilu yang akan datang. 

Secara ekstrim, Indonesia bisa pecah gara-gara fanatisme seperti ini. Kita lihat saja pemilu/pilkada yang telah lalu, banyak cerita-cerita gegara beda pilihan, seperti pacaran lama putus, hubungan kekerabatan putus, bahkan ada yang keluarganya pecah.

Adanya haters-lovers memang sehat, tapi jangan tinggalkan akal sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun