Sementara itu perusahaan didera dampak dari puncak pandemi pada tahun 2020 dan 2021 lalu. Jangankan untuk membeli KRL baru, untuk membeli KRL bekas pun saat itu tidak memungkinkan untuk dilakukan akibat keadaan finansial saat pandemi. Penyelesaian pembangunan pabrik baru INKA di Banyuwangi pun tidak lepas dari dampak pandemi, dan baru dapat selesai pada 2021 lalu.
Akibat 3 tahun tidak ada pengadaan armada KRL, armada KRL yang telah usang pun menjadi semakin bermasalah akibat usia teknologinya yang semakin tua. Rata-rata KRL ini menggunakan teknologi chopper, yang merupakan teknologi jembatan antara teknologi rheostat dan teknologi VVVF.
Saat teknologi VVVF lahir, teknologi chopper berhenti berkembang, sementara teknologi rheostat masih digunakan. Sehingga kemudian suku cadang untuk KRL chopper semakin susah dicari. Di Singapura sendiri, rangkaian KRL bawah tanah milik SMRT yang menggunakan teknologi ini telah dipensiunkan dan diganti dengan KRL berteknologi VVVF.
Baru-baru ini setelah adanya review dari BPKP, Kementerian BUMN masih mempertimbangkan untuk mengimpor KRL seri E217, dengan menjanjikan keputusan akhir sudah ada setelah lebaran. Hal ini didasari oleh keadaan berkomuter di Jabodetabek yang memang sudah dianggap genting.
Sebelumnya, pihak Kantor Staf Presiden dalam FGD INSTRAN beberapa waktu lalu menyatakan dukungan terhadap usaha KAI Commuter dengan dasar pelayanan publik terhadap masyarakat. Peneliti BKF Kemenkeu, Agunan Samosir dalam kesempatan yang sama menilai usulan retrofit KRL eksisting dapat membebani baik anggaran negara untuk PSO maupun tarif yang harus dibayarkan penumpang untuk menaiki KRL, alih-alih jika mengimpor KRL seri E217.
Mengingat KRL seri E217 rencananya didatangkan sebagai KRL SF12, bila impor terealisasi sepenuhnya 29 rangkaian tentu akan sangat membantu penumpang KRL. Kapasitas angkut KRL yang ada sekarang akan naik, signifikan ataupun tidak, dengan 29 rangkaian KRL tersebut menggantikan KRL-KRL yang akan dipensiunkan. Terlebih, KRL yang akan dipensiunkan mayoritas adalah KRL SF8, dengan kapasitas angkut terkecil di Jabodetabek.
Menjadi jelas jika KRL seri E217 dapat menjawab kebutuhan dasar penumpang KRL Jabodetabek, yang kapasitas angkutannya kian hari kian sesak. Karena KRL ini akan beroperasi sebagai KRL SF12, tentu kepadatan penumpang di stasiun-stasiun besar akan dengan lebih mudah terurai. Bila pada akhirnya datang sesuai rencana awal, 29 rangkaian, keberadaan KRL seri E217 pun dapat membuka kemungkinan pengoperasian KRL SF12 di Lin Rangkasbitung dan Lin Tangerang.
Saat ini, penumpang KRL hanya bisa menunggu hingga setelah lebaran, saat keputusan akhir impor KRL diumumkan. Sejatinya, penumpang KRL sudah tidak bisa menunggu karena keadaan berkomuter dengan KRL memang sudah genting. Semoga pemerintah tidak mengulur-ngulur waktu lagi untuk pelayanan publik yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H