Mohon tunggu...
Muhammad Pascal Fajrin
Muhammad Pascal Fajrin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - A kid from yesterday, today

Cukup antusias dengan kereta api sejak kecil

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Polemik Impor KRL Bekas: Usulan Retrofit KRL Kurang Tepat

3 April 2023   10:06 Diperbarui: 4 April 2023   17:00 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KRL, Stasiun Manggarai. (Foto: KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA)

Sejak polemik impor KRL bekas bergulir, muncul satu usulan yang pada intinya adalah untuk menahan sebisa mungkin agar tidak melakukan impor. 

Usulan tersebut adalah retrofit atau pembaruan teknologi KRL. Usul ini bergulir semata-mata hanya bermaksud agar terdapat penyerapan tenaga kerja lokal. Sayangnya, usulan ini menjadi kurang tepat karena kurang memperhatikan aspek teknis.

Seperti diketahui, terdapat sekitar 10-12 rangkaian KRL usang yang kabarnya akan pensiun tahun ini, dan 16-19 rangkaian KRL usang yang akan menyusul tahun depan. 

Usia KRL-KRL ini sudah mencapai 40 tahun sejak pembuatan, bahkan separuh di KRL-KRL yang akan pensiun ini sudah berusia 50 tahun atau lebih sejak tahun pembuatan. Selain itu, kebanyakan KRL yang akan pensiun merupakan KRL dengan stamformasi (SF) 8 kereta.

Penulis berpandangan bahwa usulan ini kurang tepat. Ini tentu disebabkan karena usia KRL yang akan pensiun dan malah diusulkan untuk retrofit itu sudah sangat tua. Sebagai contoh, KAI Commuter masih memiliki rangkaian KRL buatan 1969 yang usianya telah mencapai 54 tahun di tahun ini. 

Salah satu rangkaian KRL Commuter Line tertua yang dibuat tahun 1969 | Foto penulis
Salah satu rangkaian KRL Commuter Line tertua yang dibuat tahun 1969 | Foto penulis

Sementara itu, dalam paparannya pada rapat dengan DPR Senin (27/3) lalu, INKA menyebut bahwa retrofit dapat memperpanjang usia KRL hingga 10 tahun.

Kereta komuter tetap saja berbeda fitrah dengan kereta jarak jauh. Kereta komuter mengangkut lebih banyak penumpang daripada kereta jarak jauh. 

Usia 54 tahun untuk armada KRL Commuter Line tentu saja sudah sangat tua, sehingga bila dipaksakan untuk beroperasi lewat retrofit sekalipun maka tetap saja kompromi terhadap keselamatan dan keamanan penumpangnya.

Bila retrofit dipaksakan, itu berarti KRL tersebut setidaknya akan terus beroperasi hingga usia 64 tahun. Kita tentu tidak ingin kejadian semacam patahnya rangka kereta ekonomi di Kebayoran tahun 2006 yang mengakibatkan 20 orang luka sebagai akibat dari usia gerbong yang sudah tua terulang bukan?

KRL-KRL yang sudah tua

Daftar rangkaian KRL yang sudah berusia lebih dari 40-50 tahun | Data dihimpun oleh penulis
Daftar rangkaian KRL yang sudah berusia lebih dari 40-50 tahun | Data dihimpun oleh penulis

Penulis mencoba mengumpulkan data dari situs-situs Jepang terkait dengan tahun produksi KRL yang saat ini beroperasi di bawah naungan KAI Commuter, seperti situs ini dan situs ini. 

Situs-situs tersebut memiliki isi yang cukup lengkap untuk mengetahui tahun pembuatan rangkaian KRL, bahkan rangkaian KRL yang sudah diekspor Jepang dalam keadaan tidak baru ke luar negeri sekalipun.

Hasil penelusuran penulis dari situs-situs tersebut, ternyata terdapat 20 rangkaian KRL yang beroperasi di bawah naungan KAI Commuter yang usianya telah melebihi 40 tahun. 11 rangkaian KRL di antaranya bahkan telah berusia di atas 50 tahun dengan tahun pembuatan antara 1969 hingga 1972.

Tentu tidak dapat terbayangkan jika usulan retrofit ini dipaksakan lalu KRL-KRL berusia di atas 50 tahun ini harus beroperasi hingga melebihi usia 60 tahun dari yang seharusnya pensiun. 

Sementara, 20 rangkaian berusia 41-54 tahun ini bisa saja termasuk ke dalam daftar sekitar 25-29 rangkaian KRL usang yang akan KAI Commuter segera pensiunkan, dan rencananya akan digantikan dengan KRL yang di tahun ini usianya baru 29 tahun.

Dalam kondisi saat ini saja, KRL-KRL tersebut bahkan banyak yang kualitas berkendaranya sudah jauh menurun. Berdasarkan pengalaman penulis, biasanya KRL-KRL tersebut bila dalam keadaan penuh sesak oleh penumpang, maka pendingin udara tidak dapat bekerja dengan maksimal. 

Lalu suspensi KRL juga terasa sangat empuk, sehingga bogie (penopang roda kereta) sering terdengar seperti membentur rangka bawah gerbong.

KRL berpendingin udara, tapi masih menggunakan kipas angin | Foto penulis
KRL berpendingin udara, tapi masih menggunakan kipas angin | Foto penulis

Apalagi kebanyakan KRL tersebut juga masih menggunakan kipas angin sebagai blower udara dingin dari pendingin udara. 

Ini merupakan teknologi primitif di Jepang, karena KRL-KRL yang menggunakan kipas angin ini aslinya merupakan KRL tanpa pendingin udara sebagaimana KRL-KRL ekonomi yang pernah beroperasi di Jabodetabek. KRL-KRL tersebut baru dipasangi pendingin udara di akhir 1980an hingga pertengahan 1990an.

Selain itu, kipas angin ini juga sering menjadi sasaran penumpang awam. Penumpang awam merasa "tertipu" karena mengira kalau KRL tersebut bukan KRL berpendingin udara karena panas saat penuh sesak. 

Padahal memang berpendingin udara, terdapat boks pendingin udara di atap kereta, hanya saja memang masih menggunakan teknologi primitif dan bukan menggunakan blower panjang seperti pada KRL modern yang dibuat oleh Jepang mulai tahun 1980an hingga kini.

KRL tua juga masih 8 kereta saja, sering diprotes penumpang

Sumber masalah komuter Jabodetabek saat ini adalah keberadaan KRL-KRL tua dengan SF 8 gerbong yang terlalu banyak | Foto penulis
Sumber masalah komuter Jabodetabek saat ini adalah keberadaan KRL-KRL tua dengan SF 8 gerbong yang terlalu banyak | Foto penulis

Selain masalah usia, beberapa KRL yang sudah tua dalam daftar tersebut juga merupakan KRL dengan SF 8 gerbong. Saat ini, KAI Commuter mengoperasikan 26 rangkaian KRL dengan SF 8 gerbong. 

Jumlah ini telah bertambah drastis dari sebelumnya hanya 19 rangkaian KRL dengan SF 8 kereta akibat diperlukannya rekayasa operasional untuk mengurai kepadatan di Manggarai dan menutup kekurangan armada KRL akibat sudah pensiunnya 5 rangkaian KRL pada tahun 2022 lalu dan 4 rangkaian KRL di tahun 2023 ini.

Penumpang KRL, khususnya di jalur Bogor, Tangerang, dan Cikarang seringkali memprotes keberadaan KRL SF8 ini. Bukan tanpa sebab, karena memang kepadatan penumpang di KRL SF8 memang luar biasa akibat kapasitas angkutnya yang kecil. 

Katakanlah bila satu gerbong KRL dapat mengangkut 200 orang, maka KRL SF8 hanya dapat mengangkut 1600 penumpang. Sementara KRL SF10 dapat mengangkut 2000 penumpang, dan KRL SF12 dapat mengangkut 2400 penumpang. Semakin besar kapasitas angkut, semakin cepat kepadatan terurai.

Bayangkan bila 26 rangkaian SF8 tersebut dapat seluruhnya diganti dengan rangkaian KRL SF12. Tentunya keluhan penumpang KRL akan kecilnya kapasitas angkut KRL SF8 akan berkurang dan bahkan bisa hilang sama sekali. 

Penumpang di seluruh jalur-jalur utama KAI Commuter memang hanya punya satu keinginan, yaitu banyaknya KRL SF12 yang beroperasi.

Teknologi sudah tidak dipakai

KRL buatan 1986 ini menggunakan teknologi chopper dan sudah mengalami masalah ketersediaan suku cadang | Foto penulis
KRL buatan 1986 ini menggunakan teknologi chopper dan sudah mengalami masalah ketersediaan suku cadang | Foto penulis

Masalah lain yang menghantui KRL-KRL tua ini adalah teknologi yang sudah tidak lagi dipakai. Kebanyakan, KRL yang dibuat antara tahun 1960an hingga pertengahan 1990an menggunakan teknologi chopper yang merupakan teknologi jembatan antara teknologi rheostat dengan teknologi VVVF. Sementara rheostat masih terus digunakan dan VVVF makin merajalela, teknologi chopper ditinggalkan.

Akibatnya, suku cadang untuk teknologi chopper semakin sulit ditemui di pasaran. Hal ini tidak hanya terjadi pada KRL-KRL yang ada pada daftar di atas saja. 

Beberapa KRL lain buatan 1987, 1988, 1989, 1990, dan 1991 yang masih menggunakan teknologi chopper juga menemui masalah yang sama. Hasilnya, bila KRL dengan teknologi chopper ini sudah rusak dan tak dapat lagi diperbaiki, maka KRL harus pensiun.

Berbeda hal dengan KRL berteknologi rheostat atau VVVF yang suku cadangnya masih banyak di pasaran. KRL-KRL tersebut tidak terlalu mengalami masalah berarti dalam ketersediaan suku cadang. 

Selain itu, KRL eks Jepang dengan dua teknologi ini justru merupakan KRL termuda dalam jajaran armada KAI Commuter karena baru berusia antara 32-39 tahun dengan SF 10 atau 12 gerbong per rangkaiannya.

Retrofit sebenarnya lumrah dilakukan

Ilustrasi kereta jarak jauh, di mana gerbong kedua di belakang lokomotif adalah hasil retrofit | Foto penulis
Ilustrasi kereta jarak jauh, di mana gerbong kedua di belakang lokomotif adalah hasil retrofit | Foto penulis

Sebetulnya, retrofit kereta adalah hal yang lumrah dilakukan. Di Indonesia, KAI yang saat itu masih bernama Perumka pernah bekerjasama dengan INKA pada tahun 1991, 1993, dan 1996 dalam meretrofit kereta-kereta penumpang buatan 1950an. Pada saat itu, kereta-kereta tersebut rata-rata telah berusia 40 hampir 50 tahun.

Kereta-kereta ini diretrofit menjadi kereta kelas ekonomi, bisnis, maupun eksekutif yang kemudian dipakai di beberapa nama kereta penumpang. Salah satunya adalah untuk KA Argo Dwipangga pada saat itu (Saat ini KA Argo Dwipangga sudah menggunakan kereta terbaru stainless steel). 

Kereta-kereta tersebut juga penomorannya berubah sehingga seolah-olah merupakan buatan 1990an, padahal aslinya merupakan buatan 1950an.

Banyak dari kereta-kereta tersebut yang masih beroperasi hingga kini. Bila dihitung-hitung, berarti di tahun ini kereta-kereta tersebut bisa jadi sudah menyentuh usia 70 tahun sejak pembuatan, dan sudah 30 tahun berlalu sejak retrofit dilakukan. 

Jelas, dari usia sudah tua, namun usia tua tersebut tersamarkan karena penomorannya yang ikut berubah pada saat retrofit.

Namun, kereta-kereta ini mengangkut penumpang dengan jumlah lebih kecil daripada kereta komuter karena beroperasi sebagai armada kereta jarak jauh. Kereta ekonomi hanya mengangkut 80-106 penumpang, kereta bisnis hanya mengangkut 64 penumpang, dan kereta eksekutif hanya 50 penumpang. 

Semua sesuai jumlah kursi pada kereta, tidak ada penumpang berdiri. Walaupun jarak tempuh pengoperasiannya lebih jauh, beban angkutan tidak seberat kereta komuter.

Retrofit KRL bisa tepat dilakukan, asal...

Retrofit KRL sebaiknya dilakukan pada KRL SF 10 atau 12 gerbong yang belum akan pensiun alih-alih pada KRL yang sudah waktunya pensiun | Foto penulis
Retrofit KRL sebaiknya dilakukan pada KRL SF 10 atau 12 gerbong yang belum akan pensiun alih-alih pada KRL yang sudah waktunya pensiun | Foto penulis

Benar, retrofit KRL itu bisa tepat dilakukan. Namun retrofit harus dilakukan bukan pada KRL yang akan pensiun. Melainkan dilakukan pada KRL-KRL berusia 32-39 tahun yang SFnya 10 atau 12 gerbong tadi, yang belum akan pensiun. 

Dengan meretrofit KRL-KRL tersebut berarti telah mengamankan setidaknya rangkaian-rangkaian KRL SF12 karena rangkaian jenis ini, kalau pengadaannya dalam keadaan tidak baru, memang susah dicari.

SF12 sendiri tercipta karena rekayasa teknik yang dilakukan KAI Commuter sejak 2015. Rangkaian SF12 tercipta lewat importasi KRL SF6, di mana kemudian dua rangkaian SF6 digabungkan menjadi satu rangkaian SF12. Kemudian KAI Commuter juga mencobanya lewat KRL SF8, di mana tiga rangkaian SF8 digabungkan menjadi dua rangkaian SF12.

KRL yang rencananya akan diimpor KAI Commuter sendiri merupakan KRL dengan SF 15 gerbong. Namun hanya dibeli dengan SF 12 gerbong per rangkaian, sehingga tiga unit kereta tidak dibawa dan ditinggal di Jepang.

Sementara itu KRL SF10 cukup mudah dicari karena biasanya KRL-KRL di Jepang memang beroperasi dengan SF tersebut. Namun di KAI Commuter, ada juga kasus di mana KRL SF10 merupakan hasil penggabungan dari lima rangkaian SF8 menjadi empat rangkaian SF10. 

Ada juga penggabungan empat rangkaian SF8 dan dua rangkaian SF6 yang menghasilkan dua rangkaian SF10 dan dua rangkaian SF12.

Retrofit pada KRL-KRL dengan kriteria di atas juga sama dengan mendengarkan kemauan penumpang KRL yang sudah tidak lagi menginginkan KRL SF8 beroperasi di jalur-jalur utama yang padat. 

Sementara itu KRL SF8 dan KRL-KRL tua nan usang berusia 40-50 tahun yang memang sedianya sudah dijadwalkan pensiun harus tetap dipensiunkan dan digantikan dengan 348 unit KRL yang rencananya akan diimpor oleh KAI Commuter.

Penulis berpendapat jika inilah solusi win-win sesungguhnya. Penumpang KRL senang karena tidak ada lagi KRL SF8, industri juga senang karena tetap bisa meretrofit KRL.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun