Di Medan Agung baru masuk sekolah SLTP AL Ishan yang kebanyakan murid normal dan terkesan sangat sederhana tidak seperti sekolah khusus tuna rungu, SLB/B Pangudi Luhur yang megah dan mewah. Sebagai murid baru, Agung masuk kelas 1 dengan gugup dan malu karena tahu murid-murid masih kecil. Agung berumur !7 tahun yang merasa risih dengan seluruh murid rata-rata berumur 13 -14 tahun. Kehadiran Agung membuat seluruh murid memandang dengan mendongak kepalanya. Memang Agung jangkung dan tinggi 183 cm membuat seluruh murid melongo dan heran.. Agung merasa sangat malu dan risih dengan pemandangan murid-murid kelas 1.
Agung didamping Kepala sekolah sedang berbicara kepada seluruh murid. Agung tidak tahu apa dibicarakan oleh kepala sekolah. Kemudian Kepala Sekolah mempersilakan Agung duduk di meja ketiga dari lima meja.
" Terimakasih,Pak" kata Agung.
Pilih diam dan cuek saja.. Wali kelas masuk ke kelas 1 kemudian memperkenalkan diri dengan bicara yang tidak jelas dan cepat. Lalu murid satu persatu memperkenalkan diri kepada wali kelas dan murid yang lain hingga giliran Agung! Deg-deg-deg.. jantung berdetak kencang tidak karuan! bingung bicara apa dan takut salah.. Eh wali kelas mulai mendekati Agung dan...
" Agung dari mana?" tanya Wali kelas agak tidak jelas.
" eh..eh.." kata Agung bingung dan tidak mengerti.
" Agung... dari mana... dari Jakarta? tanya Wali kelas mulai perlahan tapi jelas dan lebar.
" Y..ya.. Jakarta" jawan Agung mengangguk kepala.
" Oh.. Bagus.." kata Wali kelas sambil menepuk bahu Agung terasa kaku.
Wali kelas memperkenalkan Agung kepada anak-anak kelas satu. Agung merasa lega tapi.. rasanya lain dan berbeda kalau memandang anak-anak kelas 1 berkulit hitam-hitam tidak seperti anak-anak Pangudi Luhur  berkulit putih karena keturunan cina yang cantik-cantik dan tampan-tampan...
Agung memandang ke atap kelas 1 ternyata kotor , retak dan banyak yang polong pasti bocor kalau hujan.. tidak seperti atap kelas Pangudi Luhur tampak kuat, bersih dan tidak pernah bocor.. kemudian melihat lantai yang sangat kotor lagi seperti tidak pernah dibersihkan dengan sapu malah banyak lantai retak dan tidak rata.. beda dengan lantai Pangudi Luhur yang selalu bersih , tidak retak dan masih mengkilat setiap hari.. lalu melihat meja terbuat kayu tidak ada fasilitas mendukung seperti mikrofon dan tombol volume hingga alat bantu dengar membuat Agung merasa...
"Tidak nyaman dan tidak betah..!" batinku selalu gelisah dan ingin kembali sekolah Pangudi Luhur yang membesarkan Agung selama 10 tahun.. tapi Sekarang sudah hadapi kenyataan seperti ini.. dengan sabar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H