Siapa sih yang mau menderita kusta? Jika boleh memilih pasti tidak ada yang mau, akan tetapi takdir menggariskan kita untuk menderita penyakit ini.
Ya, penyakit yang sudah ada dari jaman era sebelum masehi tepatnya 300 SM.
Menurut Angga Yanuar selaku Manager Proyek inklusi disabilitas NLR Indonesia "kusta memiliki gejala yang khas yaitu adanya bercak kulit berwarna putih atau merah pada kulit dan di sertai mati rasa".
Nah dari sini bisa diketahui bahwa banyak orang salah membedakan antara panu dan kusta. Yap jelas sekali bahwa panu pasti akan mengalami gatal sedangkan kusta tidak.
Sebenarnya yang perlu kita cermati adalah ketika mengalami kesemutan, nyeri atau tidak ada rasa di bagian tangan atau kaki yang disertai kesulitan menggerakan otot, tidak bisa menggerakan kaki dan persendian. Hal itu menandakan bahwa kusta sudah menyerang saraf tepi.
Berat ringan gejala kusta tergantung berapa banyak bercak putih, kerusakan syaraf dan hasil labotarium yang menemukan adanya bakteri yang berbentuk dan tahan asam yang biasa kita kenal dengan bakteri Mycrobacterium leprae.
Pengobatan kusta memerlukan waktu yang cukup lama yaitu 6 bulan dimana para penderita harus meminum obat setiap hari. Jika terlambat ditangani maka cacat tubuh akan dialami dan stigma negatif akan terus menghinggapi mereka sepanjang hidup mereka.
Kasus kusta di Indonesia cukup tinggi di 8 provinsi di Indonesia. Alhamdullilah tahun ini menurunnya penderita kusta sekitar 15.000-18000 di Indonesia
Muhammad Arfah merupakan salah satu mantan penderita kusta atau biasa di sebut OYPMK (orang yang pernah mengalami kusta)
Penderitaan tiada akhir di alami Muhammad Arfah, ia sering di ejek sama teman-teman dengan perkataan roti gosong, monster. Dengan uraian air mata ia menceritakan penderitaan yang ia alami secara live streaming YouTube KBR channel pada tanggal 15 Juni 2021
Setelah ia rajin minum obat secara teratur dan di nyatakan sembuh. Ia kembali menerima stigma negatif dari masyarakat apalagi ia harus mandiri mencari nafkah.