Frans Nawipa, salah seorang pengunjuk rasa sekaligus aktivis Aliansi Mahasiswa Papua, mengatakan bahwa pernyataan tujuh negara itu penting untuk memerkuat perjuangan mereka untuk menentukan nasib sendiri. "Indonesia telah meratifikasi berbagai aturan hukum internasional tapi kenyataannya nol besar," teriak salah seorang demonstran seperti yang dilaporkan oleh BBC Indonesia.
Para demonstran berjumlah sekitar 50 orang ini sempat dihadang oleh kelompok Gerakan Mahasiswa Indonesia Timur Bersatu yang telah berada lebih dulu di pintu gerbang gedung perwakilan PBB. Sebaliknya mereka meneriakkan tuntutan anti intervensi asing dalam kasus Papua. Mereka menilai pihak asing banyak mengeksploitasi isu separatisme di Papua untuk memecah belah NKRI. Mereka juga meminta masyarakat Papua tidak terpancing dengan isu-isu yang dikembangkan sekelompok orang yang ingin memisahkan Papua dari NKRI.
Lima orang berpakaian serba warna putih berdiri di hadapan puluhan demonstran yang tergabung dalam Front Rakyat Indonesia untuk West Papua dan Aliansi Mahasiswa Papua di depan gedung DPRD Kota Malang. Mereka membawa dua bendera Merah Putih, satu dibentangkan di tangan dan satu dipasang di tiang. Mereka mengaku berasal dari Pondok Pesantren Yayasan Darul Hikmah An-Nawawi, kelurahan Kebonsari, kecamatan Sukun. Mereka bukan para kyai atau ustad melainkan para santri di pondok pesantren tersebut.
Salah satu santri, Hadi Widianto, mengaku aksi mereka berlima untuk menghadang aksi demo dari elemen AMP dan FRI-West Papua. "Aksi ini untuk menghadang aksi mereka," ujar Hadi. Meskipun mereka menghadang, kedua kelompok massa berdiri cukup berjauhan berjarak sekitar tujuh meter. Kelima santri itu hanya membentangkan bendera sambil menghadap massa pendemo AMP dan FRI-West Papua. Kelima santri tidak berorasi walaupun mereka membawa megafon.
Di sisi seberang, para mahasiswa Papua berorasi menyerukan tuntutan mereka. Hingga demonstrasi berakhir, tidak terjadi gesekan dari keduanya. Dalam akhir orasinya, massa pendemo membacakan pernyataan sikapnya, antara lain menuntut PBB dan rezim Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengusut tuntas aktor politik yang mendalangi konflik sengketa pilkada Intan Jaya, meminta hak penentuan nasib sendiri dan penutupan Freeport, serta menarik TNI dan POLRI baik organik maupun non organik dari Tanah Papua.
"Karena aksi mereka berpotensi memecah belah NKRI,"Â jawab Hadi singkat saat ditanya tujuan aksi mereka. Hadi menambahkan aksi lima orang santri itu atas intruksi sang kyai. Berdasarkan berita yang dilansir oleh media Duta Masyarakat, aksi dari para santri ini sempat membuat keder massa pendemo yang memilih mengatur jarak dan terus secara bergantian lakukan orasi. Pihak kepolisian tidak mau kecolongan saat dua massa berhadapan dan lakukan penjagaan aksi demo tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H