Mohon tunggu...
Moyang Raafi W
Moyang Raafi W Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Raden Mas Said Surakarta yang sedang mengejar cita-cita .

Suka berpetualang!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Skripsi "Korelasi Pembolehan Kawin Gantung Dalam Putusan Muktamar Nahdatul Ulama' Ke-32 Di Makassar Dengan Realitas Sosial"

2 Juni 2024   00:02 Diperbarui: 2 Juni 2024   00:07 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak faktor yang menjadi alasan seseorang melakukan praktik kawin gantung, diantaranya adalah :

  • Menghindari zina
  • Memperbaiki garis keterunan
  • Adat istiadat

 

  • Fenomena Kawin Gantung

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali Rahmatilah, daerah di Jawa Barat yang sampai saat ini masih mempertahankan praktik tradisi kawin gantung salah satunya adalah Desa Cikawung, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya. Salah satu kasus yang menyita perhatian masyarakat luas adalah kasus yang terjadi pada seorang anak gadis bernama Hilda Fauziah yang berasal dari Kampung Cijambu, Desa Cikawung, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya yang lebih memilih untuk melarikan diri karena tidak dapat menerima perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya sejak kecil atau kawin gantung dengan seorang pemuda satu kampung.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, masih terdapat praktik tradisi kawin gantung pada sebagian masyarakat Kampung Cijambu, Desa Cikawung Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya yang menikahkan anak perempuannya di usia sekitar 13 tahun dengan terlebih dahulu dilakukan kawin gantung. Anak gadis tersebut sejak Sekolah Dasar (SD) sudah di datangi dan dilamar oleh orang tua lelaki. Karena sudah "dicirian", anak gadis tersebut tidak lagi bebas memilih dan berhubungan dengan lelaki lainnya. Tradisi lainnya di kampung tersebut adalah pernikahan harus dilakukan sesama warga satu Kampung Cijambu, tidak boleh dengan daerah yang lain. Tradisi kawin gantung di Kampung Cijambu ini dibenarkan oleh Kepala Desa Cikawung bernama Asep Sambas yang menyatakan bahwa di Kampung Cijambu sejak lama terjadi tradisi kawin gantung, "namun bukan perjodohan akan tetapi hasil kesepakatan anak kedua belah pihak".

  • Manfaat Kawin Gantung

Setelah pasangan suami istri melalui kawin gantung mereka boleh bertemu, bermesra, malahan jika mereka melakukan hubungan seksual pun hingga melahirkan anak tidak akan salah dan tidak haram. Mereka tidak perlu merasa panik dengan anak yang dikandung karena anak yang dikandung tersebut adalah sah. Mereka yang telah melakukan kawin gantung adalah pasangan suami istri yang sah dari sudut pandang agama Islam. Dapat ditarik benang merah bahwa ajaran Islam itu sangatlah mudah dan mampu mengakomodasi umatnya dalam menjalani kehidupan seharian seperti adanya kawin gantung. Eksistensi praktik perkawinan dengan cara kawin gantung sampai saat ini masih dilakukan secara turun temurun di sebagian wilayah Indonesia. Menurut hukum adat dan hukum agama Islam tidak ada ketentuan yang melarang adanya praktik kawin gantung atau perkawinan dibawah usia tertentu sehingga hal ini yang menjadi salah satu faktor mengapa sebagian masyarakat tetap mempertahankan praktik tradisi kawin gantung karena dianggap sudah lumrah dilakukan sejak dahulu dan dianggap sebagai cara pernikahan yang paling sesuai dengan adat istiadat setempat.

  • Kawin Gantung dalam Hukum Islam

Dalam hukum Islam tidak terdapat nash atau dalil syara' yang jelas mengenai kawin gantung karena Islam sendiri tidak mengenal istilah kawin gantung. Dalam Al -- Qur'an  QS. An -- Nur : 32 disebutkan : (Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi memampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui".)

Dasar hukum yang tertera dalam QS. An -- Nur : 32 dapat digunakan sebagai pondasi dasar terhadap pemaknaan kawin gantung. Maksudnya dalam hal ini dapat digunakan sebagai tolak ukur sejauh mana praktik kawin gantung dapat diterapkan. Ditambah pula dengan penundaan tinggal satu atap dan menjalin hubungan suami istri dalam satu keluarga pernah dipraktikkan oleh Rasulullah Saw, saat beliau menikahi Siti Aisyah.

  • Rukun dan Syarat Kawin Gantung

Rukun dan syarat kawin gantung tidaklah berbeda dengan rukun dan syarat nikah pada umumnya. Kawin gantung pada hakikatnya adalah sama seperti nikah biasa, mengikuti hukum Islam yang memiliki lima rukun dan syarat sah pernikahan seperti adanya calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi (laki-laki) dan akad pernikahan (ijab dan qabul). Disebabkan rukun nikahnya sama, justru antara kawin gantung dengan nikah yang biasa sama saja prosesnya. Dalam prinsip asal mereka adalah tetap saja suami istri. Yang membedakan hanyalah pada usia dan juga setelah akad yang mana pada kawin gantung pasangan yang telah menikah tidak akan tinggal satu atap selama masa yang telah disepakati oleh orang tua keduanya.

  • BAB III (PANDANGAN DAN ARGUMENTASI PARA TOKOH AGAMA DALAM ORGANISASI MASYARAKAT ISLAM DI KABUPATEN DEMAK MENGERNAI KOLERASI PEMBOLEHAN KAWIN GANTUNG DALAM PUTUSAN MUKTAMAR KE-32 DENGAN REALITAS SOSIAL)
  • Sekilas Keputusan Muktamar NU ke -- 32

Dalam pembahasan Muktamar NU ke -- 32 tersebut menghasilkan jawaban bahwa kawin gantung sebenarnya sah hukumnya apabila terdapat ijab qabul yang memenuhi syarat. Walaupun banyak pro kontra dalam hal ini, Islam sendiri tidak ada batas usia minimal dalam pernikahan, meskipun sebaiknya dilakukan setelah baligh mengingat beberapa pertimbangan fisik dan psikis. Begitu juga untuk bersetubuh sebaiknya menunggu sampai kuat disetubuhi.

  • Dasar Hukum yang Digunakan Dalam Keputusan Muktamar NU ke - 32 Tentang Kawin Gantung

Dalam pengambilan keputusan tentunya didasari pada beberapa petimbangan, diantaranya :

  • Sarah An-Nawawi 'la muslim Juz 9 halaman 206
  • Al-Fiqhu Al-Islami Juz 9 halaman 171
  • Pandangan Para Tokoh Agama Tentang Pembolehan Kawin Gantung Dalam Putusan Muktamar Ke-32

Dalam hal ini peneliti mengambil sampel dari tiga ormas Islam yang diakui di Indonesia, yaitu NU, Muhammadiyah dan LDII. Dari ketiga sampel wawancara narasumber tersebut dapat diambil kesimpulan singkat bahwa hanya tokoh NU yang sependapat dengan keputusan Muktamar NU ke -- 32 mengenai kawin gantung sedangkan tokoh narasumber dari Muhammadiyah dan LDII berpandangan sebaliknya dengan berbagai alasan rasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun