Mohon tunggu...
Moyang Raafi W
Moyang Raafi W Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Raden Mas Said Surakarta yang sedang mengejar cita-cita .

Suka berpetualang!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Skripsi "Korelasi Pembolehan Kawin Gantung Dalam Putusan Muktamar Nahdatul Ulama' Ke-32 Di Makassar Dengan Realitas Sosial"

2 Juni 2024   00:02 Diperbarui: 2 Juni 2024   00:07 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

REVIEW SKRIPSI

KORELASI PEMBOLEHAN KAWIN GANTUNG DALAM PUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE - 32 DI MAKASSAR 2010 DENGAN REALITAS SOSIAL 

 

Karya : SHEVIA PRIANA ALBERTY

 

  • PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan ikatan suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mengikat keduanya untuk senantiasa berbagi rasa baik suka maupun duka. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa ketentuann atau peraturan yang mengatur khusus perihal perkawinan ini, seperti pada UU No. 1 Tahun 1974, UU No. 16 Tahun 2019 dan KHI. Di samping penting bahwa sebuah ikatan perkawinan harus sah menurut agama maka begitu pula sama kedudukan atau urgensi sebuah perkawinan harus sah menurut UU atau hukum nasional. Dalam hal ini, urgensi bahwa perkawinan harus sah sesuai hukum nasional adalah untuk melindungi keduanya dari akibat adanya suatu hukum baru (perkawinan) yang dipandang oleh negara sebagai sebuah perjanjian antar individu yang masuk ke dalam ruang lingkup hukum perdata.

System hukum nasional Indonesia disamping berkiblat pada system hukum common law, tentunya juga mengakomodasi hukum adat kebiasaan yang telah mengakar di masyarakat untuk masuk dalam system hukum nasional. Banyak hukum adat kebiasaan yang telah di akomodasi oleh system hukum nasional Indonesia saat ini walaupun tidak secara signifikan terpampang secara eksplisit eksistensinya. Sebut saja seperti kawin gantung. Kawin gantung sendiri merupakan sebuah budaya atau adat kebiasaan masyarakat yang dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang telah kawin secara sah menurut agama namun setelah perkawinan pasangan tersebut tidak tinggal satu atap dalam waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak.

Perkawinan gantung sendiri menyebabkan belum timbulnya hak dan kewajiban secara penuh antara suami dan juga istri, pemberian nafkah suami terhadap istri juga dapat diringankan dalam praktiknya. Dalam Majelis Muktamar NU ke -- 32 Bahtsul Masail Diniyah Waqi'yah di Makassar, Sulawesi Selatan pada 25 Maret 2010 praktik kawin gantung disahkan. Menurut keputusan Muktamar NU ke-32 kawin gantung hukumnya sah apabila ijab kabul dilakukan oleh wali mujbir serta memenuhi syarat dan rukun nikah lainnya.

  • ALASAN MEMILIH JUDUL SKRIPSI (REVIEW)

Penelitian tentang kawin gantung yang merupakan sebuah adat kebiasaan masyarakat yang kemudian dihubungkan dengan hukum nasional dan akhirnya bermuara pada realitas social sangat menarik untuk dikulas. Maksudnya adalah bagaimana cara respon masyarakat terhadap hasil Majelis Muktamar NU ke -- 32 mengenai pembolehan kawin gantung yang secara gamblang jelas -- jelas bertentangan dengan UU perkawinan yang berlaku di Indonesia. Seperti yang diketahui bahwa NU adalah ormas Islam dengan pengikut terbanyak di Indonesia tentunya memiliki dampak signifikan pada anggotanya terhadap setiap keputusan yang telah dibuat. Dalam hal ini dapat menjadi pertanyaan, bagaimanakah respon masyarakat luas? Apakah akan lebih memilih untuk tunduk patuh dan menggunakan UU nasional atau justru malah memilih menggunakan keputusan Majelis Muktamar NU ke -- 32 perihal praktik kawin gantung?

  • PEMBAHASAN
  • BAB I

Dalam permulaan penelitian ini tentunya terdapat bab I yang membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, kerangka teori, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Diawali dengan pengertian perkawinan dalam perspektif fikih Islam yang memiliki hukum beragam. Mulai dari wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram, bergantung pada konteks perkawinan dan keadaan adan tidaknya manfaat suatu perkawinan. Kemudian penjelasan keanekaragaman adat kebiasaan di Indonesia yang mana salah satunya termasuk kawin gantung. Dalam hal ini pengertian kawin gantung sendiri adalah perkawinan yang dimaksudkan menggantung (mengikat) calon pasangan agar dewasa kelak tidak menikah dengan orang lain. Karena usia yang masih terlalu muda untuk membina rumah tangga, pasangan kawing gantung harus menunggu sampai cukup matang fisik dan psikisnya agar kuat menghadapi badai dalam bahtera rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun