Mohon tunggu...
MoU SoUL
MoU SoUL Mohon Tunggu... wiraswasta -

".....tetiba saya rindu semua yang ada di Kompasiana....."

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengantar Jenazah dan Pengantarnya Bisa Sial?

29 Januari 2014   23:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:20 2442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya duksek di kampus sampai jam 17.00. Suami saya pulang jam 19.00, karena ada pertemuan dulu dengan teman - teman satu departemennya. Jadi suami saya tidak bisa jemput saya ke kampus untuk pulang bersama - sama. Saya bilang padanya lewat telpon, bahwa saya akan ke salah satu mall yang tak jauh dari kantornya dan di sana ada Gramedia, tempat yang sangat saya suka. Suami saya mengijinkan. Gak apa - apa naik angkot, tanyanya. Saya jawab gak apa - apa. Suami saya juga berpesan agar kalau kaki saya sakit lagi, saya naik taksi saja. Saya jawab "iya" saja, agar dia tidak tambah cemas. Jadilah saya naik angkot ke mall yang saya tuju. Jalan agak sepi. Angkot sering berhenti. Bahasa sini disebutnya ngetem. Buat saya yang memang sedang tidak buru - buru, ngetem nya angkot itu tidak masalah. Toh saya pun sebenarnya sedang membunuh waktu sampai saat di mana suami saya bisa pulang kantor bersama - sama dengan saya. Pun, saya bawa 1 gulung benang bavalna warna merah marun dan setengah poco rajutan yang sudah hampir  jadi serta satu tabung acrylic isi jarum rajut aneka ukuran dan bentuk. Sehingga saya bisa merajut sementara angkot yang membawa saya melaju atau ngetem. Tahu - tahu...tuiiiing..... sampailah angkot di tempat yang saya tuju, demikian kebiasaan saya jika naik kendaraan. Selalu ada yang bisa saya kerjakan untuk membunuh waktu. Baru saja angkot jalan sekitar 2 kilo, beberapa orang lelaki dewasa memakai baju koko dan berkopiah menyetopnya. Angkot berhenti. Terjadi dialog antara sopir dan orang - orang yang memberhentikannya. "Teu bisa !" kata si sopir sambil menggelengkan kepala. "Engke angkot saya jadi sial," katanya lagi. "Tulung atuh, Jang," hiba seorang lelaki yang paling tua. "Pira ge ka Cikadut  mawa nu ngalayad, hayang ningali dikurebkeun na na," katanya lagi. "Sakali teu bisa teu bisa," jawab si sopir sambil geleng - geleng. "Karunya penumpang dewek euy," katanya lagi sambil menoleh ke arahku yang duduk di sudut kursi 5. "Jang, ditambahanlah, tilu ratus rebu," kata seorang lelaki yang lain sambil mengibarkan 3 lembar seratus ribuan. "Cepet anter ke Cikadut yah," lanjutnya lagi. Oooohh....tahu lah saya. Ternyata para lelaki yang memberhentikan angkot yang saya tumpangi ini bermaksud menyarter alias menyewa angkot itu untuk membawa rombongan pengantar jenazah ke Pemakaman Cikadut, tapi sang sopir menolak. "Saya bisa turun kok, Pak," kata saya. Ada rasa kasihan juga lihat para lelaki yang menyetop angkot yang saya tumpangi itu. Mereka perlu untuk mengantar para pelayat ke kuburan. "Jangan, Bu ! Jangan !" kata si sopir sambil menekan pedal gas dan berlalu. Sempat saya perhatikan para lelaki yang menyetop angkot yang saya tumpangi menunjukkan roman muka kecewa. Tak berapa jauh berlalu, angkot ngetem lagi di depan sekolah menengah pertama. Terlihat anak - anak bergerombol bubar sekolah. Si sopir teriak - teriak menawarkan angkotnya yang kosong. Namun yang menjadi keheranan saya, tak satu pun anak - anak sekolah itu menghampiri angkot yang saya tumpangi. Malah mereka menghampiri angkot yang lain dengan rute yang sama dengan angkot yang saya tumpangi, yang ngetem di depan dan di belakang angkot yang saya tumpangi. Jadi dengan menahan geram, sang sopir tancap gas. Sampai mendekati mall yang saya tuju, tak ada penumpang satu pun selain saya. Iseng saya bilang sopirnya, "Pak, coba kalau Bapak tadi mau disewa sama orang - orang tadi buat ke Cikadut, Bapa sudah dapat 300.000,- tuh. Bisa ketutup setoran hari ini, kan?" kata saya. "Saya gak mau, Bu," kata si sopir sambil melihat ke arah kaca spion yang bergantung di atas dashboard nya. "Pantang bawa orang mati atau ngantar orang layat ke kuburan, Bu. Bisa sial angkot saya ini nanti," lanjutnya lagi. Angkot kembali ngetem. Padahal 2 kilo lagi sampai ke mall yang saya tuju. Saya meneruskan merajut. Jarum rajut satu mata saya yang nomor 11 itu memang enak sekali dipakai menjalin rajutan demi rajutan karena suami saya melapisinya dengan nikel chroom sekian mikron sehingga jarum  itu dan jarum - jarum rajut saya yang lain licin dan mudah menggelincirkan benang ke tiap kaitannya dan tentu saja tetap tajam tak berkarat, menciptakan keasyikan tersendiri dalam proses merajut. Entah dari mana muasalnya, sebuah suara cukup keras terdengar. Disusul makian dan sumpah serapah serta raungan mesin kendaraan bermotor. Rupanya seorang pengendara sepeda motor jenis bebek matic menabrak pintu kanan depan angkot, tempat di mana sopir berada. Celakanya, sang pengendara sepeda motor yang mengenakan celana panjang abu-abu SMA dan berboncengan lelaki berseragam sama itu tancap gas dan kabur di bawah sumpah serapah dan teriakan si sopir. Mau mengejar, angkot yang saya tumpangi tertahan sebuah Toyota Fortuner putih yang berhenti di depannya untuk menunggu lampu merah berganti hijau, sementara sepeda motor yang menabraknya entah sudah kabur kemana. Tinggal si sopir yang misuh - misuh sewot enggak karuan. Tak lama, lampu merah berganti hijau. Fortuner di depan angkot yang saya tumpangi tancap gas. Angkot tak kalah tancap gas. Dari kejauhan, terlihat gerombolan anak - anak sekolah dasar masuk sore baru bubaran. Saya berdoa agar angkot yang saya tumpangi dapat penumpang. Kasihan si sopir yang membawa angkot yang saya tumpangi ini, karena (katanya) belum dapat setoran. Tiba - tiba, dari kanan sebuah mobil truck box engkel melaju cepat dan terlalu mepet dengan angkot. Dan, brakkk.....truck box engkel dari salah satu perusahaan keramik lantai menyerempet kaca spion sebelah kanan angkot. Patahlah spion itu dengan cukup parah.  Sopir makin marah dan mengejar truck itu. Untung truck itu berhenti. Sopirnya turun dan sopir angkot itu juga turun. Nyaris berkelahi, untung sopir truck box engkel dan temannya bersedia mengganti kaca spion angkot yang saya tumpangi. Dan beberapa lembar uang pecahan lima puluh ribuan berpindah dari tangan temannya sopir truck box engkel ke tangan sopir angkot yang saya tumpangi. Sang sopir menjalankan angkotnya kembali. Lalu lintas macet. Angkot hendak berbelok ke kanan sesuai rutenya. "Heran saya, kenapa saya hari ini sial banget ya, Teh?" tanya sopir angkot kepada saya, penumpang satu - satunya. "Udah enggak dapat penumpang, di tabrak barudak b*legug, eeeeehhh......spion disrempet sampai potong begitu," katanya sambil menunjuk ke arah spion kanannya yang buntung. "Waduh....iya ya, Pak. Kenapa ya ?" tanya saya bingung. Gerakan tangan saya yang sedari tadi asyik mengaitkan rajutan demi rajutan berhenti. "Apa jangan - jangan saya tadi nolak orang yang nyewa tadi ya ?" kata si sopir angkot lagi. "Tapi da kalau dipake bawa yang layad apalagi sampai ke kuburan angkot ini bisa sial, Teh," lanjut si sopir lagi. "Kata siapa angkot dipakai bawa pelayat bisa sial?" tanya saya. Jujur saya agak gimana gitu ketika sang sopir mengemukakan bahwa membawa jenazah dan bahkan pelayatnya pun akan membuat angkot yang saya tumpangi menjadi sial. Padahal, para lelaki tadi akan membayar dengan sejumlah uang yang nilainya lebih besar dari harga sewa taksi ke Cikadut dan bisa untuk menutup setoran. Pun dengan mengijinkan angkotnya disewa, sopir sudah melakukan amal untuk menolong mereka yang sedang berduka. Namun hal ini dianggap sebagai suatu kesialan dalam kaca mata pemikiran sang sopir. "Katanya orang - orang tua, Teh," kata si sopir. "Gak tahu da, pokoknya saya mah nurut aja apa kata orang - orang tua biar salamet," lanjut si sopir lagi. "Lain kali jangan percaya hal-hal yang begituan, Pak," kata saya. Entah punya keberanian dari mana. Mudah - mudahan saja sopir angkot yang saya taksir umurnya 30 tahunan dan bermuka sangar penuh tattoo dan tindikan di kedua kupingnya tidak marah ke saya. "Iya ya Teh, kenapa saya percaya sama yang begituan ya? Padahal sial atau enggak mah gimana Takdir Alloh aja ya Teh," jawab sopir angkot itu. "Bodo banget saya ya," lanjutnya lagi disusul tawanya yang keras. Seorang anak SMP menyetop angkot itu dan naiklah dia. Sempat kuperhatikan di seragamnya tertera sebuah lambang SMP favorit di kotaku. Anak itu menggenggam sebungkus cilok dalam plastik transparan. Bergidik aku lihat warna sausnya, merah membara. Kulihat bibir anak itu juga merah mendesiskan rasa pedas tak terkira. Saya jadi takut sendiri, jangan - jangan anggapan sial yang disangkakan oleh sang sopir adalah sebuah prasangka buruk kepada suratan takdir yang belum juga dijalani kemudian dibalas seketika oleh Allah sebagai teguran kepada si sopir pada saat itu juga dengan cara angkot itu ditabrak pengendara sepeda motor, diserempet spionnya sampai patah dan hancur serta sampai ke mall yang saya tuju penumpang angkot itu hanya saya dan seorang anak berseragam SMP yang asyik menikmati cilok pedasnya..... Wallahu'alam.... #Salah satu cara MoU SoUL membunuh waktu ketika di kendaraan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun