Mohon tunggu...
Aji Maulana
Aji Maulana Mohon Tunggu... -

membaca, menulis, musik, bakso, memancing, pemerhati masalah sosial budaya dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Habis Beras Makanlah Plastik?

23 Mei 2015   11:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:41 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berawal dari peristiwa yang dialami oleh seorang pedagang nasi uduk, di Bekasi, yang mengaku curiga karena beras yang ditanaknya tidak kunjung matang. Padahal waktu yang dibutuhkan untuk menanak itu, lebih dari cukup dan cenderung bahkan lebih lama dari biasanya. Kemudian ia melaporkan kecurigaannya itu ke Polisi. Tidak jelas mendapat informasi dari mana, sehingga yang bersangkutan berkesimpulan bahwa beras itu adalah ‘imitasi’.
Dan berdasarkan pemeriksaan terhadap pelapor, Kapolres Bekasi Kota Kombes Pol Rudi Setiawan mengatakan, beras diduga berbahan baku plastik itu ditemukan di toko yang berada di daerah Bantar Gebang, Bekasi. Namun pedagang yang menjual beras tersebut mengaku tidak mengetahui beras yang dijualnya itu apakah berbahan plastic atau tidak.
Anggota DPR pun telah turun tangan. Salah satunya Daniel Johan anggota Komisi IV mengatakan, bahwa komisinya akan membahas kasus beras plastik itu bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Jajaran Kementerian Pertanian saat ini tengah menelusuri kepastian dari mana asal beras plastik tersebut.
Perisitiwa yang heboh ini jelas membetot perhatian banyak pihak, diantaranya Pakar Kimia Universitas Indonesia (UI) Asma Wahyu. Ia mengatakan, di negeri China, beras ‘plastik’ atau disebut Artificial Rice, adalah beras jenis premium karena harganya cukup mahal dibandingkan harga beras biasa. Penyebabnya adalah karena beras jenis ini dibuat dari campuran berupa aci yang didalamnya berisi zat karbohidrat dan campuran vitamin serta nutrisi lainnya. Namun kasus yang terjadi di Indonesia ini menurutnya berbeda, karena beras yang ditemukan di Bekasi ini, menurutnya adalah beras yang dibuat dari bahan-bahan tepung dan ditambahkan vitamin. Agar menjadi mirip beras, campuran tersebut dilapisi zat plasticizer, kemudian dicetak dengan mesin khusus bernama Extruder Mechine. Menurutnya, zat plasticizer aman asal terdaftar dan sesuai ketentuan. Berbeda halnya jika yang dipergunakan untuk melapisinya adalah zat Pthalat atau PPC (Polivynil Chlorida) yang biasa terkandung di dalam pipa paralon. Karena zat terakhir ini bisa mengakibatkan penyakit kanker dan jelas tidak direkomendasikan oleh Badan Food and Drug (FAD).
Masyarakat ingin tahu, apakah makanan yang disantapnya terdiri dari bahan sintesis atau asli. Jika tidak asli, apakah makanan tersebut berbahaya atau tidak. Oleh karenanya, mereka menunggu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), segera mengeluarkan pernyataan yang dapat menenangkan mereka, soal kepastian bahan makanan tersebut apakah berbahaya atau tidak. Termasuk diantaranya, apakah benar ada beras dari plastic yang beredar di pasar Indonesia. Sebab jika benar ada, kita jadi semakin bertanya, kita ini bangsa macam apa, hingga begitu mudahnya mengkonsumsi serba sampah. Tengoklah, kita telah bangga mengkonsumsi junk food yang katanya sudah mulai dihindari di negeri asalnya sana. Atau setidaknya bahan baku yang bagus tetap dikonsumsi di sana, sementara sisanya dikirim ke Indonesia.
Kemudian kita juga menerima pakaian bekas, beratus ton tiap tahun. Namun anehnya, meski diketahui berpotensi membawa berbagai penyakit aneh luar negeri. Tetap saja kita menerimanya. Setidaknya akan segera muncul penyakit aneh ‘bangga’ memakai pakaian bekas.
Kali bahkan lebih parah lagi. Karena benak kita dipenuhi pertanyaan, apakah benar kita kini dipaksa makan plastik? Karena kabarnya dunia pertanian kita menghadapi ancaman minus ketersediaan padi, sehingga kedepan masyarakat dianjurkan untuk beralih ke bahan makan lain, seperti umbi, jagung, dll. Tapi tentu saja bukan lantas makan plastic seperti ini? Siapa yang bertanggung jawab atas kasus ini harus segera diusut, ditangkap, dan dijebloskan ke penjara.
Jikapun ternyata isu ini adalah tidak benar. Pihak tertentu yang bertangung jawab membuat keresahan publik harus diusut juga. Sebab kita tidak ingin menjadi bangsa yang terus menjadi bulan-bulanan pihak tertentu yang tidak bertangungjwab. (Aji/jagatisu).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun