Salah satu kutipan dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang perlu direnungkan serta diimplementasikan adalah:
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,...."
Secara khusus saya garisbawahi "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebab makna di dalam perkataan ini secara langsung berurusan dengan pendidikan. Â
Di dalam kemerdekaan bangsa, pemimpin negara yang mencintai negara dan bangsa Indonesia ini menuliskan dengan jelas tujuan yang mulia dalam usaha mengisi kemerdakaan. Pendidikan bangsa menjadi salah satu ujung tombak yang penting di dalam pembangunan negara. Pelopor pendidikan nasional yang luhur dan mulia adalah Bapak Ki Hajar Dewantara, yang juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia.
Kelahiran Menteri Pendidikan Indonesia pertama, Bapak Ki Hajar Dewantara, pada tanggal 2 Mei, ditetapkan menjadi Hari Pendidikan Nasional melalui keputusan Presiden RI no. 305 tanggal 28 November 1959. Maka sejak saat itu bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei. Â Tetapi peringatan saja tidak cukup untuk membangun bangsa melalui pendidikan. Â 59 tahun setelah 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional, dan 73 tahun setelah Indonesia merdeka, bangsa dan negara kita ternyata masih mengalami kesulitan dengan Pendidikan Nasional.
Berita-berita akhir-akhir ini mulai dari berita dari KPK yang menjerat banyak pejabat papan atas dimana salah satunya adalah Mantan Ketua DPR RI yang terlibat korupsi E-KTP, polemik Ujian Nasional Berbasis Komputer yang mengakibatkan Menteri Pendidikan meminta maaf, dan bahkan sampai berita mengenai "intimidasi yang dilakukan sekelompok orang yang mengenakan kaos #2019GantiPresiden terhadap ibu dan anak yang memakai kaos bertuliskan #DiaSibukKerja" pada kegiatan Car Free Day di Bundaran HI Jakarta,[1] adalah berita-berita yang berkaitan erat dengan pendidikan bangsa. Â Bertubi-tubinya berita-berita sedemikian mengindikasikan bahwa usaha mencerdaskan kehidupan bangsa masih berjalan lamban.
 Presiden RI Joko Widodo sudah menyerukan bahwa pendidikan bangsa harus difokuskan kepada pendidikan karakter. Saya sangat setuju dengan seruan Bapak Presiden. Pendidikan Indonesia, mulai dari pendidikan formal, non-formal, dan informal harus memusatkan perhatian kepada pendidikan karakter. Kepandaian pengetahuan dan ketrampilan akan menjadi sumber kerusakan jika akhlak dan karakter si empunya pengetahuan dan ketrampilan rendah. Â
Beberapa tahun lalu Indonesia mengalami teror bom, dimana di beberapa tempat terjadi pengeboman yang berakibat kematian banyak orang. Â Ketika penyelidikan dilakukan, maka ditemukan bahwa otak aksi pengeboman adalah ahli-ahli di dalam perakitan bom dan strategi militer. Â
Secara akademis orang-orang tersebut bukanlah orang bodoh, tetapi akhlak dan karakternya masih rendah sehingga menggunakan kepandaiannya untuk menyakiti orang lain. Demikian pula dengan tingkah laku korup dari beberapa pejabat yang semakin menunjukkan kesenjangan antara kepandaian secara otak dengan karakter diri. Para koruptor ini menggunakan kepandaiannya untuk mencuri uang rakyat yang seyogyanya digunakan untuk peningkatan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.Â
Menyaksikan kondisi ini, maka peringatan Hari Pendidikan Nasional seharusnya menjadi cermin bagi kita sebagai bangsa untuk memperbaiki pendidikan secara serius. Â Kondisi karakter bangsa yang dipenuhi dengan problem-problem tadi memberi peringatan bahwa masih banyak yang perlu dibenahi di area pendidikan. Â
Menurut hemat saya, janganlah lagi kita hanya berpusat kepada kemampuan akademis belaka, apalagi jika menggunakan metode yang justru makin menimbulkan stress dan depresi bagi para murid. Â Pendidikan Nasional perlu memperhatikan sisi-sisi lain kemanusiaan yang melampaui kemampuan akademis.Â
 Perhatikan sisi emosi, perkembangan kerohanian, pendidikan karakter yang agung, perkembangan hikmat kebijaksanaan, dan perilaku yang luhur mulia.  Jika Pendidikan Nasional terus menerus hanya menekankan soal akademis sementara semakin banyaknya para koruptor, kelompok radikal, kerusuhan, dan lain sebagainya di Indonesia, maka saya yakin jika Bapak Ki Hajar Dewantara boleh bangkit lagi hari ini maka beliau akan sangat sedih hatinya dan menangisi keadaan bangsanya. Â
Bapak Ki Hajar Dewantara sudah memulai Pendidikan Indonesia dengan baik, marilah kita sebagai penerus beliau meningkatkannya dengan lebih baik lagi sehingga bangsa Indonesia boleh menjadi bangsa yang memiliki karakter yang mulia, dan menjadi bangsa yang terkemuka di dunia, serta menjadi pemimpin dunia yang senantiasa mengedepankan keadilan dan kebaikan di seluruh muka bumi.
 Artikel pernah tayang di sini.
 Editor: Tariden Turnip
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H