Mohon tunggu...
Ferry Yang
Ferry Yang Mohon Tunggu... -

CEO and Founder of Yang Academy, PhD in Education

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masalah Guru di Indonesia, Terhormat atau Terhina?

6 Januari 2017   10:50 Diperbarui: 8 Januari 2017   11:06 2745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan berapa besar modal yang diperlukan jika bunga deposito hanya sekitar 6-7% setahun? Lalu bagaimana dengan keperluan gedung? Di sini saya salut sekali dengan para pendiri ini dan masyarakat di kota itu yang rela mengeluarkan dana lagi untuk didonasikan tanpa minta kembali sepeserpun demi pembangunan gedung yang dibutuhkan.

Jika diperlukan laboratorium biologi, maka satu atau dua atau lebih keluarga bersama-sama mengumpulkan dana yang tidak akan kembali untuk dipakai membangun laboratorium biologi tersebut. Demikian seterusnya. Maka sekolah tidak lagi dibebani untuk mencari profit. 

Tetapi sekolah boleh berkonsentrasi untuk mengerjakan hal terbaik yang seharusnya dilakukan sekolah, yaitu menyediakan pendidikan formal terbaik bagi semua murid yang dipercayakan kepadanya. Indah bukan kondisi seperti ini? Mungkinkah dijalankan? Bukan hanya mungkin, tetapi sudah dijalankan. Maka Indonesia sebetulnya tinggal mencontoh model ini.

Tahukah kita apa yang terjadi di kota tersebut, di negara tersebut? Anak-anak muda bergiat sekali untuk mau menjadi guru. Guru menjadi profesi yang dikejar. Guru sekolah menjadi profesi terhormat. Bahkan orang tua ketika menemukan anak memiliki bakat dan kecerdasan yang luar biasa mendorong anaknya untuk menjadi guru.  

Mereka tidak bermimpi untuk menjadi konglomerat. Mereka tidak bermimpi menjadi kaya raya. Bagi mereka dengan gaji yang didapat untuk guru sudah sangat dan lebih dari cukup untuk hidup dan membiayai keluarga mereka untuk kehidupan yang layak. Mereka punya dignitas. Dignitas mereka tidak diukur dari seberapa banyak uang di bank yang mereka punya.

Tetapi yang penting adalah mereka tidak hidup miskin atau pas-pasan sehingga menjadikan mereka memiliki mentalitas yang minder. Seorang professor psikologi di Harvard yang bernama Daniel Gilbert pada tahun 2006 pernah mengemukakan bahwa seseorang akan merasakan bahagia ketika gajinya setahun berkisar $40,000.  

Apalagi jika orang tersebut sudah menikah dan punya anak.  Mungkin angka itu tidak lagi menjadi angka yang jauh sekali di ufuk timur di negara kita sekarang.  Angka tersebut cukup masuk akal saat ini (tahun 2017) dengan tingkat harga tanah, rumah, bensin, kebutuhan dapur, dan lain sebagainya yang sudah meningkat berpuluh-puluh persen sejak tahun 1998.

Maka dengan dignitas dan kebahagiaan karena penghargaan remunerasi yang cukup bagi para gurunya, negara tadi walaupun kecil menjadi negara yang hebat sekali. Lulusan-lulusan terbaik, yaitu di dalam kisaran 10 besar, berlomba-lomba menjadi guru sekolah. Mereka yang punya Master dan Doktor tidak gengsi menjadi guru sekolah. Justru mereka dengan sengaja memilih menjadi guru sekolah.  

Maka kualitas guru yang didapat adalah yang terbaik. Sehingga murid secara alamiah memiliki dorongan untuk meneladani dan mencontoh guru-guru mereka. Karena guru-guru mereka adalah orang-orang yang ahli di bidangnya dan tahu ujung perkembangan paling mutakhir dari ilmu yang diajarkannya. Sekian tahun bergulir, norma dan standar terbentuk dan menjadi budaya. Lingkaran yang terbentuk bukanlah lingkaran setan, tetapi lingkaran keadilan dan kesejahteraan.

Di dalam konteks demikian maka tuntutan kepada guru untuk menjadi ideal seperti yang dimimpikan oleh Ki Hajar Dewantara menjadi logis dan adil.

Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri HandayaniDi depan menjadi teladan, Di tengah membangkitkan semangat, Di belakang memberikan motivasi.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun