Mohon tunggu...
Ferry Yang
Ferry Yang Mohon Tunggu... -

CEO and Founder of Yang Academy, PhD in Education

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masalah Guru di Indonesia, Terhormat atau Terhina?

6 Januari 2017   10:50 Diperbarui: 8 Januari 2017   11:06 2745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalimat itu bukan lagi menjadi slogan kosong belaka.  Tetapi slogan itu menjadi tuntutan yang nyaman bagi guru dan seluruh jajaran masyarakat. Dengan dignitas yang benar dan kualitas yang terbaik, guru akhirnya boleh dihormati lagi. Maka seluruh kehidupan sosial boleh sekarang menuntut guru untuk menjadi teladan yang terbaik, menjadi pengobar semangat yang terbaik, dan menjadi pendukung yang terbaik, bagi para murid.  

Jika guru hidup saja sudah susah sekali karena pas-pasan, anak sakit tidak tahu bagaimana bisa bayar biaya kesehatan, makan tidak bisa tiga kali sehari, apalagi beli buku untuk mengasah diri, maka bagaimana dia bisa menjadi teladan yang terbaik, bagaimana dia bisa menjadi pengobar semangat yang terbaik, bagaimana dia bisa menjadi pendukung yang terbaik bagi murid-muridnya?

Sangat tidak adil menuntut guru dengan tuntutan setinggi langit sementara tidak disediakan baginya sarana dan prasarana yang memadai. Guru-guru tersebut yang hidup sulit seperti itu, yang hanya berprofesi sebagai guru demi sesuap nasi sementara sampai kesempatan yang lebih baik tiba, yang bukan lulusan-lusan terbaik, tidak mungkin bisa menjadi contoh yang baik bagi murid-muridnya, tidak mungkin bisa mengobar semangat karena semangat diri sendiri sudah lama lenyap, tidak mungkin bisa mendukung murid-muridnya karena mereka justru yang membutuhkan dukungan sebesar-besarnya.

Guru-guru yang bukan bakat alamiahnya dan panggilannya untuk menjadi guru, hanya akan mampu menjadi operator dari buku teks yang sudah dituliskan. 

Dan karena situasi seperti ini maka buku teks dibuat supaya memiliki kualitas “teacher-proof” yang mana guru tidak boleh mengubah apapun di dalamnya dan hanya menyampaikan apa yang sudah tertulis.  Maka mereka-mereka ini sebetulnya bukan guru.  Mereka-mereka ini lebih tepat disebut sebagai pelaksana buku teks.  Hasilnya sudah dapat dipastikan sangat menyedihkan.

Wahai bangsa Indonesia, marilah bangkit dari keterpurukan ini. Marilah kita tegakkan lagi dignitas guru di tanah air seperti yang dimimpikan oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara. Marilah kita putuskan lingkaran setan itu, supaya putra-putri bangsa boleh mendapatkan pendidikan formal maupun informal dan non-formal yang terbaik sekali lagi.  Marilah kita lahirkan lagi guru-guru yang memiliki kualitas terbaik itu menjadi sesuatu yang umum.  Janganlah sampai kualitas guru terbaik di tanah air hanya bisa ditemui di zaman Ki Hajar Dewantara.

Tetapi justru di abad 21 ini, setelah 70 tahun lebih Indonesia merdeka, negara kita boleh menghadirkan Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara muda yang berdedikasi tinggi, yang memiliki kecerdasan super, yang hatinya dipenuhi moralitas yang agung, yang keterampilannya kelas dunia, dan yang pengetahuannya seluas alam semesta.  Sehingga bangsa kita boleh berdiri dengan hormat, dengan harga diri yang tinggi, dengan kepala tegak di dalam moral, intelektual, ketrampilan, dan pengetahuan yang paling handal.

Guru memang adalah pahlawan, tetapi mereka perlu diberi tanda jasa. Perlu dihargai perjuangan dan pengorbanannya. Berkecimpung di wilayah pendidikan bukanlah hal yang gampang. 

Guru berurusan dengan manusia. Dan manusia adalah makhluk tertinggi di bumi ini. Manusia memiliki kompleksitas yang luar biasa rumit. Lebih mudah berurusan dengan mesin. Karena mesin itu benda mati. Mesin bisa dibongkar dengan mudah dan dipasang kembali secara rasional. 

Manusia tidak bisa diperlakukan demikian. Terlalu banyak aspek di dalam diri dan kehidupan manusia yang perlu dipahami. Dan sampai sekarang kita belum mampu memahami manusia secara tuntas.  Tugas sebagai guru adalah tugas yang sangat berat.  Maka remunerasipun harus diberikan secara adil.

Adalah tanggungjawab institusi pendidikan untuk memberikan kesejahteraan yang terbaik bagi aset utama sekolah, guru. Saya berikan nasehat administratif praktis. Jika sekolah berani memberikan remunerasi yang adil dan sejahtera bagi guru, maka sekolah akan secara otomatis punya hak untuk menuntut guru bekerja dengan kualitas yang terbaik pula.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun