Mohon tunggu...
Motulz Anto
Motulz Anto Mohon Tunggu... Freelancer - Creative advisor

Pemerhati Kebijakan | Wacana Sosial | Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | motulz.com | geospotter.org | motulz@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bagaimana Status CSR Saat Perusahaan Terkena Krisis?

22 September 2015   16:35 Diperbarui: 23 September 2015   09:10 2267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis ekonomi, hampir membuat semua pihak kelimpungan. Baik dampak secara langsung maupun tidak langsung. Baik itu yang sedikit maupun yang banyak. Salah satu pihak yang kerepotan adalah perusahaan. Terlebih jika perusahaan swasta tersebut memiliki banyak tanggung jawab kepada pegawainya apalagi kepada masyarakat.

Dalam situasi krisis seringkali menempatkan kita dalam posisi terjepit atau sulit mengambil keputusan. Krisis datang seringkali tak terduga dan mendadak. Situasi ini yang membuat pihak yang terkena krisis harus sigap, tenang, dan bijak dalam mengambil sikap, tindakan, dan keputusan. Di saat krisis yang berkaitan dengan kondisi keuangan atau finansial maka tindakan yang umum dilakukan adalah mengatur pengelolaan pemasukan dan pengeluaran anggaran. Maka tidak jarang bagi banyak perusahaan sikap yang umum dilakukan adalah dengan "perampingan" pengeluaran keuangan, misalnya mengurangi pegawai atau belanja alat.

Saya pikir tindakan tersebut wajar dilakukan di banyak perusahaan, akan tetapi tidak sedikit pula perusahaan yang mencoba cara-cara inovatif untuk menyiasati kondisi krisis ini. Misalnya apa yang pernah dilakukan oleh perusahaan tambang Adaro Group milik Pak Garibaldi Thohir - beliau adalah kakak dari Erick Thohir, ya.. pemilik klub sepakbola Inter Milan Itali. Beberapa waktu lalu, di saat krisis yang menimpa harga pasaran penjualan batubara, perusahaan milik Pak Garibaldi Thohir ini ikut terkena imbasnya secara langsung. Harga jual batu-bara yang kocar-kacir jelas mengakibatkan kocar-kacir pula pada pemasukan keuangan perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mengambil strategi dalam pengeluaran keuangan bukan?

Seperti yang pernah saya tuliskan di artikel sebelumnya, Pak Garibaldi Thohir ini menang dikenal sebagai seorang pengusaha yang sering melakukan terobosan-terobosan inovatif dalam menjalankan Group Adaro ini. Strategi pengelolaan uang di saat krisis ternyata tidak menyurutkan Pak Boy (panggilan akrab Pak Garibaldi Thohir) dalam melakukan bantuan CSR perusahaannya. Walau secara jumlah turun sekitar 11% dari anggaran CSR tahun sebelumnya, namun dana CSR sebesar 15,7 milyar rupiah tentu bukan angka yang sedikit untuk dana bantuan CSR bagi Kabupaten Balangan Kalimantan Selatan. Bagaimana strategi tersebut bisa diambil?

Bagi Adaro, sikap ini justru diambil sebagai peningkatan komitmen dari perusahaan kepada masyarakat di sekitar tambang. Di dalam masa sulit jelas yang dibutuhkan adalah kerjasama kepedulian. Hal ini yang nampaknya dijadikan semacam strategi non-bisnis oleh Pak Garibaldi cs. Dari dana CSR tadi akan digunakan di sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial budaya, lingkungan serta monitoring dan evaluasi. Dengan demikian kedekatan perusahaan dengan masyarakat akan tetap terjalin harmonis. Keharmonisan ini yang menurut saya akan membuat jalinan erat antara perusahaan dan masyarakat. Bukankah hubungan yang erat akan diuji keharmonisannya pada saat krisis? Saya pikir strategi itulah yang dipilih oleh perusahaan tambang milik Pak Garibaldi.

Pada akhirnya, masalah dan krisis akan selalu ada dan terus datang. Kesigapan kita dalam menghadapi masalah sudah pasti dibutuhkan, hanya saja dalam menghadapi masa krisis ini tidak jarang banyak pihak yang merasa cukup mengambil tindakan penyelamatan untuk diri sendirinya saja. Padahal salah satu cara yang bisa memudahkan adalah dengan bekerja sama. Kerjasama yang dilakukan Adaro bersama masyarakat sekitarnya ternyata sudah menjadi komitmen lama sekali yaitu menyiapkan masyarakat mandiri pada pasca tambang. Hal yang mengagetkan adalah dari catatan angka produksi yang berhasil diraih oleh Adaro, tahun 2012 membukukan produksi sebesar 47 juta ton, tahun 2013 berada di angka 52 juta ton, lalu tahun berikutnya 55 juta ton dan pada tahun 2015 ini target mereka adalah produksi 57 juta ton.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun