"Yang membedakan antara memberi dengan berkorban adalah rasa sakit. Ketika kamu memberi dan itu terasa sakit maka itulah yang namanya pengorbanan. Orang yang memberi belum tentu berkorban tapi mereka yang berani berkorban adalah mereka yang memberi dengan cara yang terbaik." Itulah jawabannya dulu, ketika ku menanyakan tentang perbedaan antara memberi dan berkorban.
Dengan langkah yang pasti aku melangkah meninggalkan rumahku. Dari jalan setapak, aku memalingkan wajahku. Di rumah tua itu aku melihat lambaian dan senyuman ibuku. Lambaian tangan dan senyuman yang tak akan pernah aku lupakan sampai hari ini. Aku memantapkan langkahku dengan sebuah itikad di hatiku, "Sudah saatnya aku berani berdiri tegak pada kehidupanku dan bukan saatnya lagi aku merengek pada susah kehidupanku. Sudah saatnya aku pilih jalan berjuang bukan bertahan. Itulah artinya HIDUP."
Ibuku adalah penopang dikala aku rapuh, rujukan dikala semuanya suram. Hanya tangisku sebagai saksi atas rasa cintaku padanya.
Dalam setiap malam ada doa yang kupanjatkan pada Sang Maha Kuasa untuk ibu.
"Berilah ibu balasan yang sebaik-baiknya atas didikan dan kasih sayang yang ibu limpahkan untukku. Lindungi dan peliharalah ibu sebagaimana ibu melindungi dan memeliharaku. Ya Tuhan, setiap penderitaan yang telah ibu rasakan akan Engkau perhitungkan untuk memberkatinya. Dalam tangan-Mu yang agung. Aku menyerahkan ibuku ke pada-Mu yang telah menciptakanku dan Ibu dari debu tanah. Amin."
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H